Studi banding

5 1 0
                                    

3 bulan kemudian

Universitas Udayana Bali

Jalur pedestrian jalan pulau Nias terasa sejuk, banyak kanopi pepohonan dari panas terik. Tampak ramai lalu lalang kendaraan motor dan mobil mahasiswa melintas keluar masuk pintu gerbang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Sebagian mahasiswa masih mengikuti mata kuliahnya masing-masing. Tampak Birawa memberi kuliah umum tak lepas dari udeng khas Bali yang dipakainya. Sebuah cinderamata dari pihak Universitas saat disambut di terminal kedatangan bandara Ngurai Rai.

"Jangan sampai situs peninggalan sebagai bukti sejarah hilang. Yang awalnya tinggal puing-puing tak bertuan. Seperti yang terjadi pada situs Kumitir di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Kemegahan situs Kerajaan Majapahit yang luas, seharusnya bisa kita rasakan kultur peradabannya sebagai aset sejarah budaya tempo dulu! Tapi kini sirna lenyap. Susah bagi kita untuk merekonstruksi, kalau struktur tanah sudah di rusak sampai kedalaman 2,5 m. Karena adanya industri batu bata. Kita sudah tidak bisa menelusuri jejak Majapahit akhir, Majapahit tengah dan Majapahit awal, di lihat dari struktur tanahnya sudah di rusak," ungkapnya. Melangkah perlahan ke tengah barisan mahasiswa yang duduk diam. Terlihat keprihatinan mendalam di raut muka mereka. Jam dinding menunjukkan pukul 11:45 WITA. Birawa teringat akan pesan Pak Genta diminta ke gedung Rektorat jam 12:00 WITA.

"Kita hanya bisa bercerita lewat temuan bukti sejarah. Dari yang tertulis di kitab Negarakertagama dan temuan dari catatan sejarah lain yang sejaman sebagai bukti pendukung keberadaan situs Kumitir. Baik fragmen maupun perkakas sebenarnya juga bisa bercerita. Tapi untuk merekonstruksi bentuk kemegahannya jauh dari harapan. Kita hanya bisa membayangkan kemegahannya lewat bangunan Pura maupun Puri di Bali. Karena jejak peradaban Majapahit di Bali masih lestari. Nilai-nilai luhur budaya lama yaitu budaya Majapahit yang ditanamkan turun temurun sampai sekarang telah mengalami perubahan sesuai kearifan lokal masyarakat," ungkapnya sekali lagi. Melangkah ke depan mengambil buku tebalnya mulai mengedarkan pandangan ke semua mahasiswa.

"Saran saya bagi calon Arkeolog! Sekali lagi saya katakan! Bagi calon Arkeolog, cepat dan tanggaplah untuk mengungkap dan merekonstruksi situs hasil temuan. Jangan dibiarkan tanpa ada tindakan. Situs yang berupa puing-puing tersebut nantinya akan hilang tergerus alam atau bahkan penjarahan hingga tak berbekas lagi. Atau bisa jadi oleh Tim Ahli Cagar Budaya Nasional dianggap tidak layak dipertahankan. Jadi jangan sampai dalam memberi materi kuliah suatu sejarah, tanpa ada bukti sejarahnya! Anak cucu kita generasi-generasi arkeologi, seperti mendengar sebuah dongeng belaka. Saya rasa cukup sekian dan terima kasih, selama 6 bulan ini bisa belajar dan berbagi pengetahuan. Kita pernah mendengarkan sebuah ungkapan, ada masanya kita bertemu dan akhirnya berpisah. Tapi bagi seorang arkeolog ada masanya peninggalan peradaban yang terpendam diam membisu, akhirnya ditemukan hingga dapat dibangkitkan (diungkap) kembali cerita peradaban dan bentuk bangunannya. Selamat siang." Berjalan melambaikan tangan meninggalkan ruang perkuliahan.

Masih mengenakan pakaian batik dan udeng khas Bali melewati lorong keluar lobi. Sudah menunggu sopir siap mengantarnya ke gedung Rektorat di jalan Raya Kampus Unud Jimbaran. Mobil melaju meninggalkan Kampus Ilmu Budaya menuju Rektorat Universitas Udayana.

***

Sementara di jalan tol Surabaya Probolinggo, mobil hardtop merah melaju dengan kecepatan 60 km/jam terlihat dari spidometer di dashboard. Hampir semua jendela kaca terbuka. Hembusan angin menghilangkan rasa gerah dari panas terik dengan diiringi lagu-lagu tembang kenangan dari radio yang masih nyala. Terdengar penyiar radio memberitahu adanya kemacetan panjang di daerah Desa Klaseman, Kecamatan Gending, Probolinggo akibat jalan Pantura tergenang banjir setinggi 50 cm. Banyak kendaraan mogok di jalan dan disarankan oleh pihak Kepolisian melewati jalur Selatan, apabila melanjutkan perjalanan ke arah Banyuwangi.

"Wah! Jadi jauh perjalanan kita ke Bali, Ma? Tidak bisa lewat Paiton jalur Utara. Terpaksa kita keluar di exit tol Leces Probolinggo Timur lewat jalur selatan." Istri menghela napas panjang, terlihat dari tubuhnya yang kelebihan berat badan. Keringat keluar bagai titik- titik air di lengan dan lehernya.

Nusantara bangkitlahWhere stories live. Discover now