Resign

5 1 0
                                    

1 bulan kemudian Museum Trowulan, Mojokerto

Malam makin gelap, Birawa tidak bisa tidur seperti hari-hari sebelumnya. Semakin memaksa pejamkan mata, residual energi yang dilihatnya pada diri Micel mengganggu tidurnya. Termenung duduk bersila di atas tempat tidur. Menghela napas panjang dan menghembuskan perlahan, tak juga mengusir rasa gelisah.

"Aku harus ke sana. Demi pesan yang diamanatkan padaku. Meski terasa berat mengundurkan diri dari Museum Trowulan ini," gumamnya dengan tekad bulat.

"Ku ku ruyuk...!" Katuranggan berkokok sudah kali kedua.

Matahari menampakkan sinarnya. Tak sempat menjalankan meditasi yang biasa menjadi rutinitasnya. Sudah berpakaian batik rapi siap kerja. Memantapkan langkah menatap jauh ke depan. Berjajar arca, patung dan artefak tertata rapi di samping pilar-pilar pendopo. Menjadi saksi bisu peradaban masa lalu.

"Inilah kehidupan. Ada masanya bertemu dan akhirnya berpisah. Ada masanya peninggalan peradaban yang terpendam diam membisu, akhirnya ditemukan hingga dapat di bangkitkan (diungkap) oleh para arkeolog dengan mengetahui dari berbagai sumber," ucapnya bermonolog.

Bernostalgia menjelajahi benda-benda peninggalan Majapahit yang terpajang di pendopo-pendopo. Semangatnya bangkit memantapkan langkah menuju pos jaga.

"Selamat pagi, Pak Jarwo," sapanya mendekat.

Pak Jarwo hanya menunjukkan telapak tangan kanannya dibalik kaca pos jaga. Sibuk merapikan surat-surat masuk dan mencatatnya dalam buku agenda.

"Selamat pagi, Mas Birawa," sapa Pak Rudy muncul dari belakang pos jaga yang baru saja keluar dari toilet.

"Selamat pagi, Pak."

"Wah, tumben masih pagi sudah berpakaian rapi?" tanya Pak Rudy. Berdiri bersandarkan kusen pintu pos jaga dengan santai.

"Iya, Pak. Ada yang perlu saya bicarakan dengan Pak Darmo."

Belum sempat bertanya lagi, mobil sedan tua warna coklat memasuki pintu gerbang membunyikan klakson,

"tin tin...!" sapa Pak Darmo dari balik pintu kaca mobil.

Disambut Pak Jarwo, Pak Rudy dan Birawa menyapa,

"Selamat pagi, Pak." Bersautan.

Mobil hanya lewat memasuki tempat parkir.

"Pak, Saya keliling kontrol Museum dulu," ucap Pak Rudy di hadapan Pak Jarwo yang membalas dengan anggukan.

Pak Jarwo kembali masuk pos jaga menyiapkan berkas untuk diberikan ke Pak Darmo selaku kepala Museum. Pak Rudy makin jauh ke Selatan dari tatapan Birawa. Mengalihkan pandangan ke Pak Darmo yang masih di tempat parkir.

"Mumpung masih pagi," celetuk Birawa. Sekilas melihat Pak Diran menjinjing sapu lidi menuju pos jaga.

"Pak Jarwo! Saya duluan temui Pak Darmo," ucap Birawa meninggalkan pos jaga.

Baru 5 langkah berjalan, melihat Pak Darmo kesulitan membawa barang bawaan, bergegas menghampiri.

"Saya bantu bawakan tumpukan mapnya, Pak!"

"Terima kasih, nak Birawa."

Pak Jarwo menyunggingkan senyum memandang Pak Darmo dan Birawa berjalan bersama makin menjauh menuju gedung utama.

"Dilihat seperti Bapak dan anak. Semenjak adanya Birawa, Museum ini semakin ada gregetnya. Makin banyak pengunjung datang dan antusias mengenal sejarah Majapahit. Ditunjang telah diresmikannya tempat wisata baru akan semakin ramai. Bagaimana menurutmu?" ungkapnya. Meminta tanggapan Pak Diran disamping. Tatapannya mengiring sampai hilang dari pandangan.

Nusantara bangkitlahWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu