Fight 2

5 1 0
                                    

"Birawa...! Birawa...!" teriak Pak Jarwo memanggil dikejauhan.

Birawa berbalik merespon panggilan dari belakang. Melihat Pak Jarwo melambaikan tangan memintanya kembali. Tampak disamping kanan seseorang tak dia kenal ditemani binatang kesayangannya. Langkah semakin dekat, reaksi seekor ajag berbulu hitam keabuan mulai menggeram. Tak senang kehadiran Birawa.

"Birawa, Bapak Ini ingin bertemu denganmu. Namanya Pak Leonardo."

"O, ya! Rasanya kita belum pernah kenal?"

Tak sempat memperhatikan keramahan orang dihadapannya yang lebih dulu menunduk tak menjawab. Mencoba menenangkan ajag kesayangan dengan maksud menghindari tatapan Birawa. Tapi sempat sepintas menatap. Persis seperti pemuda yang terlihat dibalik bola matanya kala menginap di hotel di Bandung. Yaitu sinyal pesan yang ditangkapnya dari makhluk dibalik mendung tebal. Birawa sepintas melihat Pak Diran masih membersihkan taman dan melihat Pak Rudy berjalan ke Selatan meninggalkan pos jaga, kontrol keliling Museum. Dengan sikap santun, Leon mengayunkan kaki kanannya ke depan masih menunduk membungkukan badan mengulurkan kedua tangannya seakan mau jabat tangan. Tapi menghantamkan tinjunya mengenai dada Birawa.

"Bouuuukk...!"

"Ah....!" erangnya terasa sakit.

Sebuah pukulan bertenaga dalam tingkat tinggi, membuat Birawa tersungkur di jalan beraspal sejauh 10 m.

Terlihat bekas goresan aspal di celana, mencoba mengusapnya perlahan. Jalan sepi, tak banyak kendaraan lewat. Pak Jarwo tak jadi membalas dengan tongkat pentungan, tatkala melihat perubahan pada diri orang di sampinnya.

"Ada apa dengan dirinya. Seperti orang kesurupan," gumamnya.

Melihat tubuh Leon bergetar hebat menggeram menatap nanar. Muncul tato di dahi seperti yang dimiliki Glewo merah membara dan terbentuknya 2 gelambir menyerupai insang di dekat kedua telinga. Tubuh makin besar menjadi sosok reptilian raksasa hijau keabuan. Membuang pakaiannya yang koyak oleh perubahan tubuhnya.

"La la lariiiii...!" teriak Pak Jarwo ketakutan. Lari tunggang langgang diikuti Pak Diran jauh di belakang menyusul.

Saat Birawa hendak bangkit melepas ransel, disambut kepalan tinju raksasa mengenai dada.

"Bouuukk...!"

"Ah....!" erang birawa.

Tubuh terlempar jauh laksana anak panah terlontar dari busurnya. Terhempas di air kolam Segaran dan tenggelam. Tas ransel terlempar jatuh di pinggir jalan raya.

"Eemmm.... Tak seperti dugaanku. Terlalu lemah jadi lawan tanding." Menatap tajam kolam segaran.

Sekali lompat menjejakkan kaki tepat di bibir kolam. Batu bata penyusun teras di bibir kolam ambrol. Sebagian retak dan berhamburan. Teras batu bata merah yang menjadi pijakan kaki amblas sedalam 30 cm. Air kolam tenang beriak kembali.

"Huaaaa..hahahahahaha...! Huaaaa..hahahahahaha...! Sehebat itu kah kemampuanmu bocah?" Meluncurkan ludah ke titik sasaran menunjukkan keangkuhannya. Menatap tajam riak gelombang yang ditimbulkan makin menjauh. Berganti gemericik air diikuti menyembulnya kepala terangkat perlahan sampai seluruh tubuh Birawa terlihat melayang di atas permukaan air. Tubuh berbalut tanaman sulur warna hijau tua dan muda, diselimuti sinar aura putih kebiruan menjilat-jilat bagai nyala api.

"Punya kekuatan apalagi bocah ini?" Membelalakkan mata terkesima. Saat kelopak mata menutup belum sempat terbuka lebar pada kedipan pertama, tubuh Birawa melesat bagai kilat melancarkan tendangan berputar menghantam dada.

"Bouuukk...!"

"Ah....!" erang reptilian.

Tubuh setinggi 10 kaki terlempar menerjang pagar besi hingga berguling-guling di tanah lapang. Perlahan bangkit menahan sakit. Menatap lawannya melayang makin mendekat. Perlahan menjejakkan kaki ke tanah. Saling pandang dengan waspada mencari kelengahan lawan.

Nusantara bangkitlahWhere stories live. Discover now