Perampokan bank

5 1 0
                                    

Kemacetan makin parah, mengular sampai ujung jalan Gajah Mada. Kelebat sinar lampu rotator timbul tenggelam terlihat dikejauhan dan sayup bunyi sirene masih terdengar.

"Menepi saja, Pak. Biar aman. Kita tunggu sampai normal kembali," pinta Birawa menatap Pak Yadi. Tak sengaja melihat kaca pintu mobil di samping kemudi bergerak turun.

"Tolong kaca di samping saya juga diturunkan, Pak?" pintanya. Kaca pintu dengan otomatis bergerak turun.

"Terima kasih."

15 menit berlalu, kondisi makin mencekam.

"Pak Yadi! Saya coba jalan-jalan lihat situasi sekitar. Bapak langsung kembali ke Hotel. Biar saya nanti naik taksi saja." Tangannya siap membuka pintu mobil.

"Hati-hati, ini Jakarta." Masih menatap Birawa mulai membanting pintu mobil.

"Ya, Pak." Menunjukkan telapak tangan kanannya di luar pintu, meninggalkan pak Yadi sendiri.

Berjalan di antara himpitan mobil terjebak macet, mendekati tempat kejadian. Sembunyi dibalik pilar tembok bangunan tak jauh dari police line radius 50 m dari TKP. Warga tidak diperbolehkan mendekat. Seorang pemuda mendekati Birawa, berkata,

"Ada 5 mobil sedan patroli di tengah lajur jalan, mengepung gedung bank. Wah, ini namanya perampokan bank," ucapnya sok tahu. Meninggikan dagu, mengedarkan pandangan mengamati.

Birawa hanya meliriknya, tak tahu dengan siapa dia ajak bicara.

Anggota polisi sembunyi dibalik mobil patroli, siap dengan pistol diarahkan ke pintu keluar bank. Sirene masih meraung raung dan lampu rotator menyala berputar. Beredar informasi jumlah perampok 6 orang. Masing-masing membawa senapan. Makin mencekam saat sirene dimatikan. TKP hening, lampu rotator tetap menyala berputar.

Seorang polisi berpangkat melati satu memegang mic dengan lantang, berkata,

"Kepada kalian yang melakukan kejahatan! Kalian sudah dikepung! Hendaklah kalian menyerahkan diri agar tidak ada korban jiwa! Ingat...! Anak istri menunggu di rumah!"

Gedung-gedung perkantoran di seberang jalan tampak ramai lancar. Terlihat ramainya kendaraan di jalan Hayam Wuruk. Tak terkecuali restoran KFC tepat menghadap TKP. Tampak seseorang di lantai 2 berdiri memperhatikan situasi sambil berkomunikasi lewat ponselnya.

"Sekarang kalian bersama sandera keluar lewat pintu depan. Bawa sandera sebanyak yang ada. Gunakan sandera membentengi kalian untuk bisa meloloskan diri. Sementara aku sendiri akan mempengaruhi pikiran mereka membantu kalian. Berapa jumlah sandera di dalam?" tandasnya dibalik perampokan Bank.

"Kurang lebih 30 orang sandera guru."

"Bagus. Selamat berjuang."

"Terima kasih, guru." Senyumnya berubah garang saat ponsel dimatikan. Sosok guru yang tak lain adalah seseorang di lantai 2 restoran KFC sedang membuka buntalan kain putih.

Sesekali pimpinan perampok mengedipkan mata kiri dengan kode jari melingkar kepada para anggotanya. Merasa yakin mendapat jaminan selamat dari gurunya.

"Kita semua keluar lewat pintu depan! Saya minta sandera keluar lebih dulu! Dan ingat...! Turuti perintah...! Saya jamin kalian tidak kami sakiti apalagi dibunuh! Sekarang silahkan keluar dengan tertib! Tidak boleh ada yang lari! Kami ingatkan, tidak boleh ada yang lari! Kalau lari..., terpaksa kami tembak mati. Paham!"

"Paham!" jawab sebagian sandera tertunduk takut. Di luar makin mencekam.

"Eh, Mas! Jangan menjulurkan kepala sampai badan terlihat! Nanti kena sasaran tembak!" kata pemuda di samping memperingatkan.

"Maaf, Mas! Ingin lihat situasi sebentar." Kembali sembunyi dibalik pilar tembok bangunan. Birawa hanya menatap pembicaraan mereka berdua. Mengalihkan pandangan tak sengaja melihat seseorang mencurigakan di lantai 2 restoran KFC di seberang jalan. Dengan jelas melihat tangan kanan memegang sebilah keris kecil dan langsung meniupkannya.

"Ooo..., ini otak dibalik aksi perampokan itu." gumamnya dalam hati. Indera keenamnya melihat entitas asap putih kehitaman keluar satu per satu dari ujung bilah keris. Bagai ular melayang dengan cepat melesat menembus pintu masuk bank.

"Tunggu kedatanganku Pak Tua. Secepatnya kuserahkan kau pada Pak Polisi," gumamnya sekali lagi. Bergegas menuju restoran KFC dengan mengikuti banyak orang menyeberang jalan.

Di dalam gedung bank, salah satu sandera ketahuan menyelinap sembunyi di bawah meja kayu setengah biro di tembak mati. Suara tembakan terdengar dari luar gedung. Semua sandera berhenti tak berani melangkah tak jauh dari pintu keluar.

"Kalau kalian ingin seperti dia. Itulah hadiah yang setimpal." Mengarahkan senapannya ke atas.

Asap putih kehitaman dengan cepat hinggap ke tubuh para sandera. Dan si otak perampokan bagai seorang sutradara melancarkan aksinya lewat bantuan mistis mempengaruhi para sandera berbalik membantu keenam perampok meloloskan diri.

"Sekarang kalian keluar dengan tertib, kami menyusul dari belakang."

Satu per satu sandera termasuk pegawai bank di lihat dari pakaian seragam yang dikenakan keluar bergerombol. Keenam perampok di kelilingi sandera sambil mengacungkan pistol.

"Perhatian! Tunggu aba-aba! Jangan gegabah! Karena sandera dijadikan tameng. Tajamkan penglihatan dan pendengaran di sekeliling kalian terhadap gerakan mencurigakan! Mana itu sandera dan mana itu perampok!" pesan petinggi Polisi berpangkat melati satu.

Situasi menegangkan menyelimuti radius 50 m.

"Opmorta! Kali ini KeNus tidak bisa menghipnotis mereka,"ucap salah satu KeNus. Lewat sambungan seluler di helm nya pada Operator monitor target. Fokus menatap sandera dan perampok menjauhi gedung bank.

"Ya. Saya tahu. Karena ada faktor lain dan sudah kita temukan otak dibalik itu semua. Target kalian sekarang seseorang berada di lantai 2 restoran KFC di seberang jalan. Dia pakai baju batik sedang mengawasi di balik kaca," ungkap Operator Monitor Target.

"Target sudah kami kunci. Siap meluncur," jawab salah satu KeNus. Sempat meneropong dengan layar monitor penutup kaca helmnya. Seorang Polisi berpangkat melati satu mendekat.

"Apa yang membuat Bapak-bapak sekalian datang ke TKP? Lalu apa kontribusinya kalau kerja kalian tanpa ada action nya?" Emosinya mempertanyakan kehadiran mereka.

"Maaf! Itu di luar jangkauan kami. Permisi!" jawab salah seorang KeNus tegas. Satu per satu meninggalkan TKP.

"Axel! Sementara kami bertiga berjaga di motor, kalian tangkap otak pelakunya," ucap KeNus senior memberi perintah satuan tugas.

"Siap, Adrian." Berbarengan menitipkan helm. Berlari bersama 2 rekannya melewati jembatan besi diperuntukkan bagi pejalan kaki menyeberangi sungai yang memisahkan jalan Gajah Mada dengan jalan Hayam Wuruk.

Perwira Polisi membanting mic wirelessnya ke aspal, melihat perampok berhasil menggiring sandera berhenti di mulut gang sambil menodongkan senapan. Tapi perampok aslinya sudah dari tadi melarikan diri mengendarai 3 sepeda motor yang sudah disiapkan di mulut gang. Dengan membawa 3 tas ransel berisi uang hasil rampokan.

"Cepat tutup ujung gang! Bila perlu telusuri kalau ada jalan tembus jangan sampai lolos!" instruksi pimpinan regu reaksi cepat kepada anggota untuk memblokir.

Orang-orang di warung kopi mengetahui tak berani menghadang. Melihat 3 pengendara berboncengan mengacungkan senjata, lolos dari kejaran.

Serentak seluruh sandera roboh tak sadarkan diri. Polisi mendekat siaga menembak mengarah ke target. Betapa terkejut ketika keenam topeng dibuka, ternyata para sandera. Sedang senapan yang digenggam adalah mainan. Drama perampokan terekam disiarkan langsung oleh media televisi swasta.

***

Nusantara bangkitlahWhere stories live. Discover now