Jas merah

5 1 0
                                    

Liponsos

Ramainya warga binaan tumpah ruah di lapangan menonton pertandingan volley menyambut HUT Kemerdekaan, hanya tinggal menentukan juara 1 dan juara 2. Endhot jongkok melihat sendirian di kejauhan di pinggir koridor dekat pintu kamar.

"Wah, potongan baru, nih! Siapa yang potong rambutmu?" tanya Pak Adenan. Membuyarkan perhatiannya melihat jalannya pertandingan.

"Mas Edy, Pak!" jawabnya. Bangkit berdiri, menatap Pak Adenan mendekat.

"Bagus! Edy memang sudah dibekali ketrampilan itu. Supaya bisa mandiri hidup bermasyarakat. Minggu depan kalau tidak salah dia akan di jemput oleh keluarganya."

"Saya suka." Mengusap dengan kedua tangan, terlihat rapi.

"Dalam bergaul dia sudah tidak malu dan takut lagi pada lingkungan, layaknya orang normal," gumamnya dalam hati

"Berarti ini kenang-kenangan beliau buat saya." Menatap bangunan besar tempat teman-temannya tinggal. Terpisah lapangan volley yang panas menyengat. Terlihat pemain membubarkan diri dan euforia penonton warga binaan menyambut kemenangan tim nya. Menandakan semua pertandingan telah usai. Melepas lelah tiduran di teras sepanjang koridor.

"Dengan penampilanmu sekarang, mungkin Ibu Lestari jadi pangling pada dirimu."

"Ibu Lestari? Siapa dia?" tanya Endhot tak kenal.

Pak Adenan terdiam, dalam hati berkata,

"Belum sepenuhnya sembuh. Ingatannya belum pulih. Tapi sudah menunjukkan kemajuan. Luar biasa pengobatan alternatif anak muda asal Banyuwangi itu."

"Seorang dokter yang ditugaskan di sini melayani kesehatan pasien termasuk dirimu." Endhot terdiam, tak sepatah kata terucap.

"Dalam lomba tadi, apa kamu dapat hadiah?" ucapnya sekali lagi berusaha mengalihkan perhatian.

"Tidak, Pak. Saya tidak ikut lomba."

"Kenapa?"

"Hanya ingin menyendiri saja. Apakah Ibu Lestari hari ini akan datang?" tanya Endhot penasaran.

"Memangnya kenapa?" Menatap wajah Endhot penuh selidik.

"Eee..., hanya ingin mengucapkan terima kasih. Karena telah merawatku sampai sembuh."

"Kemarin adalah pertemuan terakhir Bapak dengan Ibu Lestari. Dia pamit ingin fokus menyelesaikan tugas akhirnya untuk mendapatkan gelas S2. Tapi katanya setelah selesai wisuda janji menyempatkan mampir ke sini," ucap Pak Adenan sekedar memberi tahu.

"Ooo...!" Tertunduk seperti orang kehilangan arah. Kepala menoleh perlahan ke kanan dan ke kiri.

"Adakah yang bisa kamu sampaikan, barangkali tentang sesuatu yang berkecamuk dalam pikiranmu? Mungkin Bapak bisa bantu. Setidaknya dengan mengutarakan, tidak menjadi beban." Menunggu kata terucap. Memperhatikan Endhot ragu mau bicara.

"Dalam tidur, saya selalu dibayang-bayangi mimpi berulang-ulang. Tapi berupa potongan-potongan kejadian," ungkapnya mulai bercerita.

"Betulkah?"

"Iya, Pak."

"Dari potongan kejadian dalam mimpimu, adakah seseorang memanggil? Menyebutkan tempat atau membicarakan sesuatu? Coba kamu telusuri yang kamu ingat!" pancing Pak Adenan agar klu nya keluar.

"Apa, ya...?" Endhot mencoba mengingat.

"Selalu terngiang suara memanggil Jim...! Jimmy! Motorku mogok," ucapnya. Sambil matanya menerawan, mencoba mengingat.

"Setelah mendengar panggilan tersebut, apa yang terlintas pada potongan kejadian berikutnya?" Kejar Pak Adenan mencari petunjuk.

"Ada beberapa lembar kertas di tangan. Semacam.... Karcis."

Nusantara bangkitlahWhere stories live. Discover now