Museum Trowulan, Mojokerto

10 1 0
                                    

Tampak mobil pick up warna hitam berhenti dipinggir jalan depan warung makan. Tak jauh dari Kolam Segaran yang sempat dilewatinya. Seorang pemuda berkaos merah marun yang menumpang di bak belakang ikut turun. Berdiri di belakang sopir yang sedang membanting pintu mobilnya. Pemuda itu tak lain adalah Birawa.

"Terima kasih Pak," ucapnya. Tak terlihat Katuranggan di pundak kirinya.

Di balas anggukan sang sopir dengan menunjukkan telapak tangan kanan di samping wajah sambil melangkah masuk warung makan.

Ramai kendaraan lewat, pandangan tertuju pada aktivitas pemahat batu andesit dan lalu lalang orang di seberang jalan. Melihat bangunan besar, tampak tembok papan nama tertulis Museum Trowulan Mojokerto tertutup ranting pohon menjuntai keluar pagar. Mengedarkan pandangan ke Utara melihat pos jaga, memantapkan langkahnya menghampiri.

"Permisi, Pak. Apa ada lowongan? Sebagai tukang bersih-bersih atau tukang kebun saya mau, pokoknya bisa kerja." Menaruh harap pada petugas keamanan berseragam lengkap di pos jaga.

"Tidak ada lowongan, Nak."

Birawa tertunduk diam. Ketika hendak melangkah pergi, dikejutkan klakson mobil di depan pintu pagar.

"Sebentar ya, nak!" Cepat mengalihkan perhatian, mengetahui mobil masuk melewati pos jaga.

"Selamat siang, Pak!" Memberi hormat. Mobil hanya lewat dengan pintu kaca tertutup menuju parkiran.

"Bapak coba tanyakan pada pimpinan, barang kali dibutuhkan," ucapnya merasa kasihan.

Sepintas melihat mobil tersebut berhenti di parkiran. Senyum Birawa menaruh harap.

"Pak Rudy, tolong jaga pos! Aku mau menghadap Pak Darmo sebentar."

"Siap Ndan!" sahutnya pada kepala sekuriti.

Melihat Pak Darmo membanting pintu mobil, cepat-cepat berlari menghampiri.

"Selamat siang, Pak!"

Pak Darmo tak menjawab, hanya mengernyitkan dahi menatap.

"Pak Jarwo..., Pak Jarwo...! Kalau umur sudah mendekati kepala 6, olah raga terbaik adalah jalan kaki! Napas Bapak sudah tidak seperti anak muda lagi! Saya saja yang kepala 5 lebih muda dari bapak, olah raga saya ya jalan kaki!" katanya sedikit menasehati.

Tiba-tiba kokok ayam terdengar di atas pepohonan. Spontan Pak Darmo dan Pak Jarwo menoleh ke atas tertutup rimbunnya daun.

"Pak, ada anak muda ingin bekerja, kasihan dia."

"Coba anak itu suruh ke sini!" pintanya.

Menatap punggung Pak Jarwo menjauh, makin mendekati anak muda yang masih berdiri di teras pos jaga. Sepintas melihat jam di pergelangan tangan kiri menunjukkan pukul 13:15 WIB. Tiba-tiba anak muda tersebut sudah berada dihadapannya.

"Namamu siapa, nak?" tanya Pak Darmo.

"Nama saya Birawa, Pak."

"Nama yang bagus. Kamu ingin kerja?"

"Ya, Pak. Kerja apa saja saya mau," jawabnya sungguh-sungguh.

"Ya sudah, Bapak terima kamu bekerja sebagai tukang kebun. Tapi sekalian jaga, ya!"

"Terima kasih, Pak." Dengan senyum mengembang membungkukkan badan.

"Tinggal di mana?"

"Blitar."

"Kalau tidur di sini, mau? Sekalian jaga Museum."

"Terima kasih, Pak. Saya mau."

"Gudang kosong di pojok belakang sana bisa kamu tempati tidur. Sekarang percantik pekarangan depan! Agar tulisan Museum Trowulan pada papan nama terlihat jelas. Mintalah sabit dan sapu kepada Pak Jarwo di pos jaga!"

Nusantara bangkitlahWhere stories live. Discover now