Wisuda

5 1 0
                                    

Malang Jatim

Jalan Raya Langsep tampak ramai  lancar kendaraan 2 arah menjelang sore. Terlihat pengendara berjaket ojek online belok kiri memasuki gang perkampungan padat penduduk. Mengantar penumpang berhenti di depan pintu pagar coklat dengan dinding  rumah bercat putih. Dihiasi keramik dinding motif batu alam setinggi 150 cm. Pria paruh baya yang dari tadi duduk santai di teras depan mengetahui istrinya turun dari motor.

"Yoga, cepat buka pintu pagar! Mama sudah pulang," panggilnya. Mengetahui Yoga sedang menyapu lantai ruang tamu di dekatnya.

Yoga menyandarkan sapu ke tembok sambil menyalakan lampu teras bergegas menuruti perintah. Membuka pintu pagar melihat punggung pengemudi ojek online pergi menjauh.

"Biar Yoga bawa, Ma?" ucap yoga. Mengetahui Mamanya hendak mengambil tas kresek tergeletak di atas jalan berpaving.

Melihat suaminya duduk santai di teras depan. Dari mulut keluar asap rokok mengepul.

"Waaah..., tanaman hias Mama jadi rapi dan bersih. Terima kasih ya, Pa?" Suami tetap duduk mengenakan kaos putih kotor dan basah oleh keringat.

"Ya. Jangan lupa kopinya, Ma!" Istrinya sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah.

Memanfaatkan lahan sempit dengan ditanami beraneka tanaman hias di beberapa pot tampak sejuk dan nyaman. Sementara mobil hardtop merah terparkir di garasi samping kiri ruang tamu terkesan penuh sesak oleh 3 sepeda motor dengan standar tengah mepet pintu pagar besi berulir. Istri keluar menghampiri.

"Ini kopinya, Pa."

Meletakkan secangkir kopi di atas meja, ikut duduk di samping. Pintu kupu tarung tetap dibiarkan terbuka.

"Terima kasih, Ma." Membuang abu rokok ke asbak dekat cangkir kopinya.

"Yoga, kakak mu di mana?" Memperhatikan anaknya menyapu di dekatnya.

"Sejak pagi tadi belum pulang, Ma."

"Yah, anak satu ini, kebiasaannya," gumamnya dalam hati.

"Ma! Beberapa hari ini suhu udara dingin. Apa sudah mulai musim bediding, ya?"

"Ya..., mungkin sudah waktunya, Pa?" jawabnya apa adanya.

"Kalau begitu tandanya musim kemarau tiba," jelas suaminya.

"Wah..., Mama tidak tahu, Pa. Yang Mama tahu, dalam minggu ini hampir semua kebutuhan pokok termasuk minyak goreng sudah naik. Menyusul sayur, tahu, tempe, ikan dan daging semua naik."

"Bagaimana lagi, uang pensiunan guru semakin tak mencukupi kebutuhan hidup. Untung Mama punya kesibukan menjahit. Setidaknya dengan bayaran seminggu sekali bisa buat dapur tetap ngepul. Yang menjadi pikiran, tahun depan Sandi lulus SMA. Katanya ingin kuliah ambil jurusan Hukum di UB. Butuh biaya tidak sedikit!"

"Nanti Mama coba bicarakan masalah ini pada Micel," sahut istrinya. Mencoba meringankan beban pikiran suami.

"Jangan, Ma. Jangan membebani Micel. Kasihan," potongnya.

"Tahun lalu, Micel pernah bilang pada Sandi. Kakaknya sanggup membantu membiayai kuliahnya. Semenjak pindah kerja di Wahana Wisata Kejayaan Kerajaan Majapahit di Mojokerto 2 bulan kemarin, dia merasa senang di bagian public relation. Dipercaya penuh dalam mengembangkan potensi wisata. Gajinya lumayan tinggi lo, Pa." Melihat suaminya merasa lega.

"Syukurlah." Menghisap rokok dalam-dalam menikmati nikmatnya rasa. Menghembuskan perlahan lewat hidung dan mulut. Istri di samping mengusirnya dengan kibasan kipas di tangan.

***

Suasana meriah di area Universitas Brawijaya (UB) terlihat dari banyaknya mobil terparkir di pinggir jalan mengular sepanjang 200 m lebih. Mengakibatkan kemacetan panjang. Diperparah kepanikan banyak orang melihat satu per satu orang jatuh bergelimpangan dengan tubuh kejang dan mata melotot. Tak tahu kalau di antara mereka ada yang terpapar parasit berlendir di area terpasang alat pemancar gelombang ultrasonik. Sebagian orang yang melihat menganggap hanya penyakit epilepsi. Yang lainnya merasa was-was terhadap orang di sekitarnya. Tamu undangan bergiliran masuk aula melalui pintu D. Di dalam sangat luas.  Bisa menampung 1500 tamu undangan, masih banyak kursi yang kosong. Tak terasa jam dinding di atas pintu A bagian luar menunjukkan pukul 2 siang. Di luar gedung sudah menunggu sanak saudara dan penjual buket bunga makin gencar menawarkan diskon harga. Satu per satu wisudawan dan wisudawati keluar melalui pintu A bersama anggota keluarganya masing-masing. Ayu didampingi Papa dan Mamanya tampak anggun mengenakan kebaya coklat putih terlihat feminim.

Jimmy menyambut Ayu memberi buket bunga mawar merah.

"Selamat ya, atas wisudanya?" Ikut bahagia.

"Akhirnya kerja kerasmu menyelesaikan tesis yang berat terbayar sudah," ucap Jimmy sekali lagi saling pandang.

"Terima kasih." Meraih buket dari tangan Jimmy dan mencium bau harum bunga mawar merah.

"Senang rasanya kau hadir di sini, Mas," gumamnya dalam hati, tersenyum menatap bahagia.

Jimmy mengalihkan pandangan menyapa orang tua Ayu,

."Selamat siang Om! Selamat siang Tante!"

Serentak membalas,

"Siang," Sempat memperhatikan sikap anak muda dihadapannya beda dengan Jimmy yang dia kenal sebelumnya

Tak sengaja Ayu melihat Papa dan Mamanya tersenyum seramah mungkin, seakan ragu pada Jimmy yang dulu dia kenal. Karena melihat gaya dan tampilan Jimmy luwes dan supel. Tidak seperti dulu, begitu santun dan rapi.

"Jangan panggil Tante. Panggil saja Ibu . Lebih enak di dengar," ucapnya. Mencoba mencairkan suasana.

"Bagaiman kabar Bapak dan Ibu di rumah?"

"Baik," jawab Jimmy. Seakan tak ambil pusing dengan situasi yang dilihatnya.

Papanya diam tak bertanya sepatah kata pun. Ayu memahami karena tak pernah mengungkapkan isi hatinya mengenai hubungannya dengan Jimmy. Lebih terbuka pada Mamanya. Tahu siapa Jimmy sebenarnya.

"Ayo kita ke restoran! Papa sudah lapar. Kita rayakan keberhasilan mu mendapatkan gelar S2. Kira-kira di mana, Ma?"

"Di A&W aja, Pa! kita pakai mobilnya Kak Jimmy," potong Ayu manja. Mengibaskan rambutnya yang panjang dan sesekali mengusap dahi terlihat mulai gerah.

"Tempat paling berkesan bagi kami berdua pertama kali pacaran." Menatap Jimmy yang mulai menundukkan kepala.

"Oke lah!" jawab Papanya.

"Sebentar," celetuk Ayu menghentikan langkah.

"Mas, tolong tarik resleting bawah ini ke atas sampai mentok terlindung rimpel ini." Sambil menunduk telunjuknya memberitahu. Melihat Jimmy berusaha menarik resleting.

"Yang di belakang juga, Mas!" pintanya sekali lagi.

Menjadi perhatian wisudawan wisudawati bersama keluarganya yang lalu lalang melihat tingkah Jimmy saat menarik resleting pada jarik yang dikenakan Ayu.

"Sudah." Menepuk pundak Ayu. Sekali lagi memperhatikan kebaya sudah berubah menjadi celana panjang.

Cukup jauh mereka berjalan menuju mobil yang di parkir di pinggir jalan. Jimmy setia mendengar obrolan Ayu dan Mamanya. Sudah ketiga kalinya Ayu melihat Papanya masih berbicara lewat ponsel.

"Pak Amin, bawa mobilnya pulang. Biar Bapak, Ibu dan Ayu pulang sendiri."

Mengetahui pembicaraan lewat ponsel selesai, Jimmy mulai membuka pembicaraan walau sepatah dua patah kata. Semakin lama semakin akrab mengobrol di sepanjang perjalanan.

***

Nusantara bangkitlahΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα