Fight 4

5 1 0
                                    

Alas Purwo

"Eh..., Jon! Kapan sampainya kalau beberapa kali mobilnya mogok?" tanya Surya.

"Entahlah Sur!" Sepintas melirik Surya didekatnya. Kembali fokus mengorek korosi kutub positif dan negatif aki mobil.

"Tadi sempat mendengar sayup teriakan. Jauuuh, di dalam hutan sana. Setahuku tak ada perkampungan dan tak ada akses jalan ke sana. Jangan-jangan hantu!" Menatap jauh ke dalam hutan dengan menyandarkan pantatnya dekat kap terbuka.

"Sur... Sur! Ini kan sudah pagi! Mana ada hantu gentayangan? Tuh lihat di atas kanopi hutan, sinar matahari sudah terlihat. Paranoid amat!" Jengkel melihat Surya membelakangi dirinya entah bicara sama siapa. Sedang Herry yang di lihatnya jauh dari pembicaraan.

"Tolong, nyalakan senter HP mu! Bantu terangi rangkaian mesin yang aku bongkar! Kurang terang!" Menunduk tak mempedulikan Surya mau membantu atau tidak. Tak tahu kalau tingkah Surya seperti kena sindrom Peter Pan.

Sedang Herry merasakan nikmatnya hisapan rokok kretek. Asap rokok mengepul membubung tinggi tak terlihat lagi. Seakan tak peduli dengan temannya yang berusaha memperbaiki mobil. Sekilas melihat jam dipergelangan tangan kiri menunjukkan pukul 6 pagi. Menatap jauh ke dalam hutan mencari tahu asal suara.

Alex tetap di dalam mobil, bicara dengan seseorang lewat ponselnya. Sedang Iqbal di belakang hanya diam merasa kedinginan saat menurunkan kaca pintu mobil. Memandang kabut tipis dirapatnya batang-batang pohon tergenang air. Dan tampak sinar matahari menembus kanopi hutan bagai pedang.

"Pemandangan ini sayang kalau dilewatkan. Menjadi sumber inspirasi kalau ini aku bisa lukis. Nuansa alam jauh dari polusi. Terlihat tumbuh subur tanaman pakis di batang pohon besar itu. Biasanya momen seperti ini aku selalu bawa peralatan melukis. Tapi, mengapa lupa bawa?" ucap Iqbal bermonolog dalam hati.

"Eh... Sur! Kamu ini kedinginan atau ketakutan?" sapa Herry mendekat. Melihat tingkah Surya seperti anak ayam kehilangan induknya.

"Gak takut lagi. Sudah paranoid!" potong Jonny jengkel. Karena Surya tidak fokus memberi pencahayaan pada dirinya.

"Usia sudah kepala 3 masih petakut? Ah... payah! Kita punya Tuhan yang hebat. Tidak ada kuasa yang bisa menandingi Nya kalau kita percaya dan berserah kepada Nya. Aku sendiri sudah tak terhitung menerjang malam. Namanya satpam, sering tugas malam. Tak pernah mendapat gangguan makluk halus. Dan lagi, ini kan sudah pagi! Ketakutanmu tak beralasan!" nasehatnya sedikit memberi pencerahan, membuat Jonny ikut nimbrung.

"Menyerah aku! Akinya soak! Harus di jumper menggunakan aki dari mobil lain. Kalau ada mobil lewat kita bisa minta bantuan," ungkapnya kesal. Menutup kembali kap mobil, tampak kedua tangan dan kaosnya kotor.

"Lihat di sana! Kelihatannya bantuan datang," potong Herry. Terlihat cahaya lampu timbul tenggelam terhalang pepohonan.

"Syukurlah kalau itu memang mobil. Bisa membantu kita cepat keluar dari sini ke tempat bengkel," ucap Jonny lega.

***

"Meski sudah siang, udara di sini terasa sejuk," celetuk Birawa bergabung dalam obrolan di teras depan. Tubuhnya terasa segar, baru saja mandi. Setelah semalam di dalam hutan dan kembali ke rumah menjelang siang.

"Inilah kelebihannya kalau hidup di desa. Udara bersih, air bersih dan pemandangannya masih asri. Bapak sendiri tidak tahu kota itu seperti apa. Tapi informasi dari anak-anak muda yang pernah merantau ke sana, katanya banyak polusi. Airnya kotor dan udara panas menyengat," ungkapnya. Dengan mengenakan sarung duduk bersila, hampir menutupi celana pendeknya.

"Saat yang tepat bagiku berpamitan," gumam Birawa dalam hati.

"Bapak, ibu dan adik Mijan, mulai besok saya mohon pamit. Melanjutkan perjalanan kembali ke Mojokerto. Ada tugas menanti di sana. Saya minta maaf kalau ada ucapan dan tingkah laku saya menyakitkan hati atau kurang berkenan. Sekali lagi saya minta maaf. Kalau tidak ada halangan besok pagi saya berangkat."

Nusantara bangkitlahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang