Temuan ilmuwan LIKNUS

5 1 0
                                    

LIKNUS

"2 sampel darah yang kami ambil 3 sudah hari lalu. Berarti sudah 1 minggu perwira Polisi yang bertugas di Jakarta tersebut terkena gigitan. Hasilnya sungguh menarik untuk kita dalami bersama," ucap Keyna. Menunjukkan 2 berkas berbeda pada semua yang hadir di ruang rapat tertutup.

"Pertama adalah Benny target kami. Ketika kami ajak dialog, terlihat tubuhnya sangat lemah. Pada kamera thermal yang kami bawa menunjukkan suhu tubuhnya 38ᵒC. Sementara dari sampel darah setelah kami uji lab terindikasi terkena kanker darah," ucap Keyna sekali lagi.

"Kalau kita lihat dari rekaman CCTV, seorang penderita kanker darah tak mungkin bisa melempar anggota Kepolisian dengan mudahnya?" sambung Yarangga. Duduk berhadapan dengan Adityawarman Sang Direktur di meja oval.

"Benar, Pak. Menurut saya mustahil. Orang sekelas angkat berat saja tak mungkin bisa melempar sejauh itu," jawab Mantir memainkan bolpoinnya. Duduk disamping Pak Andi menghadap Pak Made.

"Ya, benar. Tidak bisa. Gejala yang dialami seorang penderita kanker darah salah satunya tubuh lemah," jawab Keyna mempertegas.

"Kecurigaan saya beralih saat menemui perwira Polisi tersebut. Dari kamera thermal yang kami bawa menunjukkan suhu tubuhnya 60ᵒC. Pembicaraan kami hanya seputar kesehatannya. Dia merasa sehat. Dan yang bikin saya tidak habis pikir, melihat Pak Mantir saat mendekat. Tiba-tiba berhenti merentangkan kedua tangan sambil menari berputar dan berteriak dengan suara parau. Reaksi perwira Polisi tersebut jadi risi, pergi menghindar. Untung sampel darahnya sudah saya ambil? Meski sebelumnya dia merasa keberatan," ulas Keyna tersenyum menahan tawa. Tapi yang lainnya tertawa lepas.

"Saya sendiri juga tidak sadar mengapa melakukan gerakan tersebut. Meski asli orang dayak, tak pernah sekalipun mempelajari tarian tersebut. Dan bikin saya merinding saat diberitahu oleh seorang Polisi berpangkat Bripda notabene juga asli keturunan suku Dayak. Dia melihat saya sedang menari menyambut lawan untuk berperang. Yaitu tarian sang panglima. Dari lekuk gerakan tubuh dan kepalaku saat menari seperti burung Enggang, katanya," ucap Pak Mantir. Menatap Pak Made ikut tertawa sampai menitikkan air mata.

"Wah...! Jangan-jangan dalam diri Pak Mantir dijaga sang Panglima perang suku Dayak yang melegenda itu?" celetuk Pak Andi. Pak Mantir diam hanya menaik turunkan bahu sekali.

"Saya khawatir lendir itu penyebabnya." Mengedarkan pandangan pada semua yang hadir untuk bisa memberi masukan.

"Menurut saya itu mahkluk berlendir, Pak," jawab Pak Made disamping Bu Keyna. Mencoba melengkapi ucapan Pak Adityawarman.

"Dikatakan mahkluk berlendir saya setuju. Memang dari penelitian saya mengarah ke sana. Dia bagai parasit yang bisa berpindah sesuka hati ke tubuh orang lain. Efeknya dia mengendalikan tubuh inangnya dan menunjukkan kekuatan supernya. Saya khawatir parasit tersebut sedang merasuki sang perwira. Dan Benny sekarang tak ubahnya orang sakit dengan tubuh lemah secepatnya mendapatkan pertolongan," sahut Keyna menambahkan.

"Ini memang jamannya jaman edan! Ilmu seharusnya bermanfaat, justru dipakai untuk kejahatan dengan merekayasa genetik! Ilmuwan sinting!" ucap Adityawarman emosional.

"Informasi dari rekan sejawat di Kepolisian, kulit tubuh perwira Polisi itu dulunya kuning langsat berubah warnanya hijau keabuan," celetuk Keyna disampingnya menambahkan.

"Mandat dari Ketua Dewan Nusantara Pusat mengingatkan pada kita jangan lepas dari pantauan. Tugas kita kali ini menciptakan alat yang bisa memantau keberadaannya. Kalau jumlahnya 1 tidak masalah. Kita isolasi. Tapi percuma juga kalau kita tahu jumlah dan keberadaannya dari teknologi yang kita buat! Jadi tugas kita kedua, bisakah kita membasmi lendir tersebut tanpa harus membunuh inangnya yaitu manusia itu sendiri? Ada masukan dari rekan-rekan? Silahkan," ucapnya setelah melihat Pak Andi mengacungkan tangan.

Nusantara bangkitlahWhere stories live. Discover now