Tidakkah Yoona menyadari semua yang kukatakan tentang rasa tidak aman Seokjin benar? pikir Taehyung. Tentu saja, itu psikologi amatiran.

Tapi hal itu begitu jelas hingga orang tolol mana pun bisa melihat kebe-naran teorinya.

Seokjin adalah satu-satunya laki-laki yang pernah menyakiti Yoona. Yoona seperti anak kecil yang tidak diberi satu mainan padahal dia memiliki sekotak mainan. Seokjin adalah satu-satunya yang Yoona inginkan hanya karena dia tahu dia takkan bisa mendapatkan laki-laki itu. Kalau Yoona benar-benar mencintai Seokjin, seperti yang diakuinya, dia akan memaafkan ketidaksetiaan Seokjin dan tetap menikah dengan laki laki itu.

Kenapa Yoona tidak bisa melihat kenyataan itu?

Taehyung mematikan air dan keluar dari bawah shower. Ia mengeringkan tubuh sekenanya. Berjalan telanjang ke dalam kamar tidurnya, ia mulai mengaduk-aduk laci pendeknya mencari pakaian dalam dan kaus kaki yang serasi.

Yoona tahu cara memberi sebanyak yang dia dapatkan. Yoona mencetak angka besar dengan membalas tantangan Taehyung dan memberitahunya bahwa wanita itu bersedia tidur dengannya. Hanya untuk seks. Tanpa emosi.

Kenapa aku tidak mengambil tawaran itu?
Kenapa aku tidak langsung membopong Yoona ke kamar tidur? Aku bakal bisa mengenyahkan Seokjin Kim, dan laki-laki mana pun yang pernah ditemui Yoona, dari benak Yoona.

Setidaknya aku bisa menyingkirkan apa yang sekarang kujejalkan dengan susah payah ini?

Taehyung mengutuki bukti gairahnya. Mengutuki wanita berambut pirang yang membuatnya seperti ini. Mengutuki ketidakberdayaannya terhadap wanita itu. Mengutuki diri karena tidak pergi ke salah satu dari banyak wanita yang akan dengan senang hati bisa membuat celana dalamnya muat pagi ini.

Setelah berpakaian lengkap, Taehyung merenggut kunci mobil dan meninggalkan rumahnya. Mobil patrolinya langsung menyala, walaupun orang akan mengira mesinnya bakal ngadat melihat cara Taehyung menekan pedal gas hingga habis. Untungnya, jalanan kota ini baru mulai hidup dan belum terlalu ramai.
Matahari belum naik, tapi cuaca sudah panas. Kemeja Taehyung menempel di punggungnya ketika ia memasuki kantornya di gedung pemerintah. Dahinya berkerut dalam dan secuil tisu menempel di dagunya untuk menghentikan darah akibat tersayat pisau cukur tadi.

“Hai,” sapa Park Jimin, membalikkan tubuh ketika pintu dibanting menutup di belakang Taehyung.

“Kopinya hampir siap.”

“Aku tidak mau minum kopi. Apa kau sudah mengetik laporan kemarin?”

Jimin kaget mendengar pertanyaan tajam itu.

“Yeah. Ada di mejamu.”

“Akhirnya,” gerutu Taehyung.

Suasana hati Taehyung yang buruk sama sekali di luar kebiasaan. Begitu juga rambutnya yang berantakan dan lembap, yang sepertinya tidak disisir setelah mandi tadi. Begitu juga cara Taehyung mondar-mandir tanpa tujuan di kantor seolah mencari sesuatu untuk ditinju.

“Malam yang buruk?” tanya Jimin polos.

“Apa maksud pertanyaan itu?”

“Tidak ada. Aku hanya bertanya.”

“Well, jangan. Aku akan ada di kantorku.”

Tangan Taehyung berada di kenop pintunya waktu Jimin menghentikannya dengan pertanyaan berani lainnya.

“Bagaimana taruhan kita?”

Taehyung memutar badan. “Kau belum memenangkannya.”

Jimin tertawa. “Aku juga belum kalah, menilik suasana hatimu,”

Taehyung berjalan ke kantornya dan mengguncang kaca-kaca ketika membanting pintu. Ia mengempaskan tubuh ke kursi kulitnya yang sudah tua dan menaikkan kakinya dengan mantap ke sudut mejanya.

Sambil bersandar, ia memejamkan mata.

Bayangan Yoona tercetak jelas di balik kelopak matanya. Sejelas ia mengingat pemandangan payudara Yoona di balik sutra berenda pembangkit birahi bernama kamisol itu.

Taehyung menusukkan ujung jarinya ke kelopak matanya yang terasa perih dan terlalu realistis itu dan membungkam erangan yang ia takut bakal didengar wakilnya.

Kenapa ia menyiksa diri seperti ini? Kenapa ia tidak meniduri Yoona semalam dan mengakhiri semua ini sekali untuk selamanya?

Karena ia tahu satu percintaan di tempat tidur tidak akan mengakhirinya. Ia menginginkan Yoona melebihi taruhannya dengan Jimin. Ia menginginkan lebih dari satu malam. Ia tidak bisa membayangkan tidak menginginkan Yoona sekarang ini. Ataupun pada masa depan.
Yoona sama sekali berbeda dari semua wanita lain yang pernah ditidurinya dengan penuh nafsu tapi tanpa perasaan. Ketika ia meniduri Yoona, ia ingin bukan sekadar hormon yang terlibat. Ia menginginkan segalanya—semua perasaan, ketakutan, mimpi—untuk ikut ambil bagian dalam percintaan mereka.

Tapi kenapa?

Karena wanita itu membuatnya penasaran. Yoona menunjukkan penampilan canggih dan acuh tak acuh yang bisa langsung ditembusnya begitu ia melihat wanita itu dari seberang ruangan di country club.

Wanita itu menyimpan kerapuhan yang disembunyikan dengan saksama. Taehyung ingin mengungkap sumber kerapuhan itu. Tadi malam ia berhasil mengungkapnya.

Oke, Sekarang setelah ia tahu kenapa Yoona begitu memikat, kenapa itu tidak membuatnya senang? Sekarang setelah ia tahu rahasia tergelap dan terdalam Yoona Im, kenapa ia tetap belum puas? Tidak ada yang bisa disalahkan Taehyung selain dirinya sendiri karena tidak menerima tawaran Yoona untuk tidur bersamanya semalam.

Apa yang salah denganku? Tanya Taehyung.

Cuaca panas. Lembap. Ia bisa menyalahkan kulitnya yang gatal dan sikap uring-uringan, kurang tidur, keadaan terangsangnya, fantasi-fantasinya yang luar biasa, serta suasana hatinya yang buruk pada cuaca.
Atau ia bisa menerima dengan lapang dada alternatif lainnya yang lebih muram.

Ia telah jatuh cinta.

***

Yoona's Return - Taehyung Yoona VersionWhere stories live. Discover now