Part 13

154 29 1
                                        

Hi guys.. Don't Forget to vote and comment☺️✨

***

YOONA MENYILANGKAN KAKI, dengan malu menarik rok lurusnya menutupi lutut ketika ia menyadari bahwa gerakan tidak sabarnya telah menarik perhatian pria di balik meja.

"Laporan keuangannya selengkap yang bisa saya buat, Mr. Hwang. Saya sudah memasukkan beberapa referensi kredit, catatan pajak penghasilan saya selama tiga tahun terakhir, proyeksi saya atas penghasilan masa depan."

"Anda sangat cermat, Miss Im."

Itu sama sekali tidak memberi petunjuk pada Yoona tentang apa yang dipikirkan si petugas bank tentang kolom-kolom angka yang sudah diamati pria itu setidaknya dua belas kali sejak Yoona tiba lima belas menit sebelumnya. Dari balik kacamatanya, pria itu memindai halaman-halaman itu lagi.

Lalu dia mengesampingkan laporan keuangan yang telah dipersiapkan dengan saksama itu, melipat tangan di atas meja, dan menatap Yoona seolah ia berniat menyampaikan kabar sedih bahwa Santa Claus tidak benar-benar nyata. Ekspresinya tampak superior, menyesal, simpatik. Yoona menguatkan diri untuk mendapati harapan tingginya diempaskan ke bebatuan diskriminasi gender.

"Angka-angka yang Anda cantumkan sangat mengesankan, Miss Im."

"Tapi realistis, saya rasa." Yoona tersenyum, berusaha agar kecemasannya tidak terlihat. Bank tidak meminjamkan uang pada orang-orang yang terlihat membutuhkannya.

"Meskipun saya mengagumi antusiasme Anda pada pekerjaan Anda, saya rasa Anda agak terlalu optimistis."

"Sebaliknya, saya justru berhati-hati dalam proyeksi saya."

"Tapi," ujar Mr. Hwang , berdeham dengan gaya penting, "tetap saja itu cuma proyeksi."

"Proyeksi yang didasari pengalaman." Yoona mengambil risiko untuk berdebat, menolak menerima penolakan tanpa menunjukkan perlawanan sengit. "Saya tahu berapa yang bersedia dikeluarkan wanita, atau pria dalam hal ini, untuk benda-benda seperti ini. Calon klien saya adalah orang-orang kalangan atas berpenghasilan tinggi." ungkapnya percaya diri.

"Tapi Anda tidak memiliki klien saat ini," sahut Mr. Hwang objektif.

"Itulah sebabnya saya membutuhkan pinjaman bisnis ini, Mr. Hwang. Untuk mempromosikan bisnis baru saya. Saya punya klien, orang-orang yang bersedia bekerja sama hanya dengan saya di tempat kerja saya saat ini. Mereka tidak akan memercayakan diri mereka pada orang lain. Begitu mereka tahu saya membangun bisnis sendiri, otomatis mereka akan mendatangi saya."

Mr. Hwang tampak skeptis, tapi tidak menyangkal. Alih-alih, ia menunduk ke arlojinya, sebagai pengingat bahwa Yoona telah menyita banyak waktunya yang berharga.

"Tentang jaminannya-"

"Kabin di danau."

"Tapi itu sebenarnya milik ayah Anda."

"Dan dalam berkas tersebut Anda akan menemukan surat yang memberi saya izin untuk menggunakannya. Apakah Anda menganggap saya memalsukan tanda tangan Ayah saya di surat itu, Mr. Hwang?"

"Tentu saja tidak, Yoona," ujar Mr. Hwang dengan senyum pura-pura ceria. Ia kelepasan memanggil Yoona dengan nama kecilnya. Mereka berdua sama tidak menyadari hal itu karena pada saat lain sebelum hari ini, Mr. Hwang selalu memanggilnya Yoona.

"Kalau begitu saya tidak mengerti apa masalahnya. Nilai jual kabin di danau beserta hutan di sekelilingnya lebih dari sekadar menutup jumlah yang hendak saya pinjam. Dan seperti Anda tahu, ayah saya adalah pebisnis terhormat. Dia tidak menjaminkan propertinya kalau dia tidak menaruh kepercayaan pada apa yang hendak saya lakukan."

"Tapi berwiraswasta," ujar Mr. Hwang sambil menggeleng sedih, "merupakan langkah ambisius bagi siapa pun. Tapi terutama bagi wanita."

Yoona duduk bersandar di kursinya dan menga-mati pria itu penuh penilaian. "Maksud Anda, andaikata saya pria, Bank tidak akan ragu meminjami saya uang?"

Kedua tangan Mr. Hwang teracung. "Tidak, tidak, sama sekali tidak. Bank tidak memiliki prasangka Semacam itu."

Pembohong, batin Yoona.

"Hanya saja kebanyakan wanita muda yang dibesarkan di sini menikah lalu..." Mr. Hwang terlambat menyadari kesalahannya. Pipinya yang merah padam sangat menguntungkan Yoona. Sekarang Mr. Hwang pasti akan bersikap defensif. "Maksud saya, akan lebih masuk akal bila Anda mengajukan pinjaman ke bank di New Orleans."

Yoona sudah melakukan itu.

Ia mengajukan pinjaman ke beberapa bank dan ditolak.

Latham Green National Bank adalah harapan terakhirnya, tapi ia tidak ingin Mr. Hwang mengetahui hal itu. "Saya pikir Anda akan menghargai bisnis saya," ujarnya dengan senyum riang.

"Oh, ya, kami menghargainya, sungguh, hanya saja..." Mr. Hwang menggantung kata-katanya, membereskan kertas-kertas di mejanya selagi mencari kata-kata yang tepat.

Yoona nyaris merasa kasihan padanya. Pria itu ingin menolak pinjaman Yoona dengan suatu cara yang bisa menghindarkan Yoona, dirinya sendiri, maupun pihak Bank dari segala kecanggungan. Pria itu mungkin berharap Yoona bukan klien pertamanya pada Senin pagi ini. Cara yang buruk untuk memulai minggu ini.

Yah, bagus, pikir Yoona.

Setidaknya kita senasib, Mr. Hwang .

Minggu yang dijalani Yoona tidak dimulai dengan hebat juga.

Pertama, ia terpaksa kembali ke kota yang tadinya ia pikir takkan pernah dilihatnya lagi.

Lalu ia menjadi mangsa empuk buaya-darat-berkedok-sherif itu. Tepat tengah malam kemarin ia baru menyadari betapa berbahayanya sherif-predator itu.

Memikirkan laki-laki itu semakin menguatkan tekad Yoona untuk membuat perjalanan ke Latham Green ini benar-benar sepadan. Ia mencondongkan tubuh ke depan dan berbicara dalam bisikan yang menyiratkan betapa pentingnya hal ini.

"Mr. Hwang , lupakan sejenak bahwa Anda sudah mengenal saya sejak saya masih memakai popok. Lupakan bahwa saya wanita, lajang, dan mandiri. Tolong dengarkan saya."

Yoona membasahi bibirnya. "Saya membutuhkan pinjaman ini. Saya ingin membangun bisnis sendiri. Tanpa pinjaman ini saya tidak bisa melakukannya. Kredit ayah saya selalu bagus di bank ini. Begitu juga kredit saya kelak. Anda takkan mengambil risiko dengan memberi saya pinjaman."

Mr. Hwang mengerucutkan bibir bankirnya yang pucat. "Kau memaksaku untuk blak-blakan, Yoona. Bank sangat bangga bisa meminjamkan uang pada orang-orang muda energik dan berambisi. Tapi kami sangat berhati-hati untuk memastikan bahwa mereka menunjukkan pertimbangan matang dan rasa tanggung jawab. Dan terus terang... sejujurnya... yah... apa yang kaulakukan dulu..."

Yoona terenyak di kursinya dan menatap Mr. Hwang , terperangah. "Apa yang saya lakukan tiga tahun lalu menunjukan kurangnya pertimbangan matang dan rasa tanggung jawab. Begitukah?"

"Menurutmu aku tak akan pertanggung jawab?" Lanjutnya terdengar marah.

Kesal dengan spekulasi yang telah dilontarkan Mr. Hwang secara tersirat. Yoona sadar masalah tiga tahun menjadi topik panas di kota kecil ini. Tapi haruskah dia yang mendapat dampaknya? Menerima bahwa semua orang menganggap bahwa masalah itu terjadi karena kesalahannya?


***

Yoona's Return - Taehyung Yoona VersionWhere stories live. Discover now