Part 22

148 27 1
                                        

Hi readers. Please vote and comment ☺️✨

***

“Kuberitahu kau, Yoona Im. Saat aku berada di atasmu, kau akan menyukainya.”

“Lepaskan aku.”

“Dan kuberitahu kau hal lain.” Mendesiskan kata-kata dari sela-sela kertakan giginya, Taehyung melilit rambut Yoona dengan kepalan tangannya.

“Kalau aku Kim Seokjin, kau takkan pernah bisa melewati pintu gereja itu. Apa kaupikir aku bakal membiarkanmu meninggalkanku tanpa mengatakan apa pun? Tidak mungkin. Aku tidak akan membiarkanmu pergi tanpa perlawanan, dan kurasa ada sesuatu yang sangat salah dengan Kim karena membiarkan kembang api seperti dirimu pergi.”

“Kau tidak tahu apa yang kaubicarakan.”

“Oh, ya, aku tahu. Aku tahu tipemu. Luar biasa mandiri. Selalu harus menjadi yang dominan. Yang me ngambil keputusan akhir. Kau kelihatan seperti gula, padahal sebenarnya kau kanji murni. Kau membuat laki-laki kehilangan kejantanannya.” Taehyung tertawa melihat tampang kaget Yoona. “Yah, kau sudah bertemu lawanmu, Manis, dan kau berada dalam bahaya besar. Waspadalah.”

Yoona, mendorong dada Taehyung, berusaha membebaskan diri, “Selagi kita sedang membahas soal tipe, aku juga tahu tipe sepertimu,” serang Yoona. “Kaupikir kau anugerah Tuhan untuk wanita.”

“Aku jarang mendapat keluhan,” ujar Taehyung angkuh. “Tak ada yang minta ganti rugi, itu jelas.”

“Kapan pun kau memamerkan senyum kemarilah Sayang itu, kau menganggap wanita harus berbaring, pasrah, dan merasa terhormat karena diberi hak istimewa itu.”

Sambil menunjukkan seringainya yang paling menyebalkan, Taehyung akhirnya melepaskan Yoona. Gadis itu kembali ke kursinya.

“Kau bisa main kasar saat kau marah, ya, Miss Yoona?”

Yoona melirik kesal ke arah Taehyung, menggosok kepalanya yang nyeri, tempat Taehyung tadi menarik rambutnya. Laki-laki itu benar-benar barbar… tapi orang barbar yang berintuisi tajam. Yoona memang menjaga jarak dari laki-laki. Tapi itu demi melindungi dirinya sendiri, bukan untuk mempermainkan mereka.

Dalam hal itu Taehyung salah menilainya.
Anehnya, sikap kasar Taehyung barusan membuat Yoona terangsang. Tak ada laki-laki yang pernah main fisik padanya. Ia suka bagaimana napas Taehyung mengembus wajahnya dalam tiap kata yang dia ucapkan.

Suara laki-laki itu begitu sarat godaan hingga rasanya dapat disentuh. Jejak kekasaran potensial yang berada tepat di balik pembawaan Taehyung yang supel membangkitkan ketertarikan yang membuat Yoona sendiri malu.

Tapi, sama seperti sebelumnya, Yoona bertekad takkan membiarkan laki-laki itu melihatnya goyah. Sebaliknya, ia berpura-pura kesal.

“Kau membuatku melewatkan bagian terpenting film ini.”

“Apa kau suka menonton polisi-polisi yang ditembaki?”

“Kalau kau terganggu dengan film macam ini, kenapa kau membawaku kemari?”

“Film macam ini tidak membuatku terganggu. Hollywood tidak akan pernah bisa menggambarkannya seburuk kenyataannya.”

Sekali lagi, Yoona melihat kilasan sisi serius Taehyung. “Apakah kau sudah menjadi polisi sebelum pindah ke Latham Greene?”

“Ya.”

“Di kota?” Yoona melirik layar tempat kejar-kejaran berkecepatan tinggi di sepanjang jalanan utama kota kembali mengakibatkan kematian mengenaskan.

Taehyung, matanya juga terpaku ke layar, hanya mengangguk.

“Kenapa kau pergi?” tanya Yoona.

Taehyung menoleh dan memandang Yoona dengan tata pan mata birunya yang dingin.

Yoona's Return - Taehyung Yoona VersionWhere stories live. Discover now