Part 3

254 51 0
                                        

"Taruhan?"

"Kau serius?"

Pertanyaannya ditanggapi dengan anggukan mantap. Pria itu tanpa sadar menarik-narik cuping telinganya saat memikirkan taruhannya.

"Aku mengincar alat pancing baru, tapi jaket gigi Seulgi pecah dan harus diganti. Biaya dokter gigi untuk mengganti jaket gigi-"

"Alat pancing baru, kalau begitu. Dan kau tahu aku sangat suka Wild Turkey. Jadi kita sepakat, sekardus Wild Turkey melawan alat pancing baru?"

Mereka berjabatan tangan dengan serius.

"Yoona bakal langsung kembali ke New Orleans segera setelah pernikahan ini usai. Kau tidak punya banyak waktu. Satu minggu dari malam ini."

"Aku tidak perlu banyak waktu." Pria tinggi itu beranjak pergi.

"Tunggu," kata temannya, menghambat langkahnya untuk kedua kali. "Bagaimana aku tahu kau berhasil?"

"Dari senyum di wajahnya."

Senyumnya sendiri merupakan perpaduan kelicikan serigala dan kejujuran pramuka.

Keusilan bajak laut dan ketulusan malaikat perlahan-lahan muncul dalam senyum itu. Seringai percaya diri yang bisa membuatmu meleleh atau bergidik, tergantung sudut pandangmu.

Yoona sedikit meleleh dan bergidik ketika melihat senyum itu beberapa detik kemudian.

Saat bahunya ditepuk, ia berbalik, berhadapan dengan dasi merah motif garis-garis biru di atas kemeja kelabu pucat. Ia mengikuti dasi itu ke atas, ke senyum memukau itu.

Jantungnya melompat satu atau dua detak. Perutnya seakan terjun bebas untuk waktu lama sebelum akhirnya mendarat keras. Mulutnya sekering Gurun Sahara. Tapi ia menjaga rautnya tetap dingin dan menjaga jarak saat menyerap pemandangan rambut pirang beralur, mata biru seperti orang Skandinavia, wajah kecokelatan akibat matahari, serta tubuh tinggi dan berotot.

Yoona mengenalinya sebagai pria yang tadi tertawa keras dengan begitu tidak sopan.
Kemasannya jauh lebih menarik dibanding kebanyakan laki-laki.

Lalu? Ia tahu jenis ini. Ia kenal senyum macam itu. Satu-satunya yang tidak dilakukan laki-laki itu hanyalah menjilati mulut, ketika berpikir bahwa dia menemukan mangsa lezat.

Yah, laki-laki itu akan segera tahu bahwa aku lebih mirip cuka daripada madu, batin Yoona.

"Aku suka melihat caramu makan stroberi."

Itu bukan kalimat pembuka yang diduga Yoona.

Setidaknya ia harus memuji keorisinalan laki-laki ini. Akal sehatnya bisa mengakui kecerdasan laki-laki itu dan mengabaikannya. Tapi fisiknya tidak semudah itu mengabaikan laki-laki itu.

Perutnya gemetar dan sedikit jungkir-balik. Kalimat pembuka yang singkat itu memberitahunya beberapa hal sekaligus.

Bahwa laki-laki itu sudah mengawasinya selama beberapa waktu. Bahwa laki-laki itu suka apa yang dia lihat. Bahwa laki-laki itu cukup tertarik untuk melihat dari dekat.

Tersanjung? Ya. Seandainya ia wanita lain, cara laki-laki itu pasti berhasil. Tapi Yoona malah balas menatap laki-laki itu dengan keangkuhan yang bisa menciutkan nyali pria yang lebih tidak percaya diri, Tatapan mata safir itu bergerak turun ke mulut Yoona.

"Kau ahli dalam hal apa lagi?"

"Menangkis rayuan tak diundang." Jawabnya ketus.

Laki-laki itu tertawa. "Dan menyahut dengan cerdas."

"Terima kasih."

"Mau berdansa?"

"Tidak, terima kasih."

Yoona's Return - Taehyung Yoona VersionWhere stories live. Discover now