Part 5

250 39 0
                                        

YOONA SUDAH LUPA betapa panasnya matahari di danau.

Yuri dan dirinya dulu sering menghabiskan berjam-jam berbaring di handuk pantai yang digelar di pinggir dermaga, berbalur losion tabir surya begitu tebalnya hingga mereka bisa menulis inisial pacar terbaru mereka di paha, perut, dan dada mereka.

Mereka bisa terkikik-kikik tanpa henti. Betapa senangnya mereka bergosip, mengira-ngira apakah anak perempuan yang ini benar-benar melakukannya.

Seperti yang dikatakan orang-orang, bertanya-tanya apakah anak laki-laki yang ini pencium yang hebat seperti yang dikatakan pacarnya yang sombong, membanding-bandingkan kelebihan Warren Beaty dengan Paul Newman.

Segalanya terasa menyenangkan saat itu. Dibesarkan di kota kecil tidak terlalu menyebalkan. Mungkin itu masalahnya; kota ini sudah tidak menarik lagi baginya. Ia bukan gadis kota-kecil lagi. Sekarang ia gadis kota-besar.

New Orleans adalah kota yang sangat santai dibanding kota-kota besar lainnya, tapi tetap saja kota itu tidak bisa menawarkan keheningan indah seperti ini. Yoona sudah lupa betapa sepinya pedesaan.

Ketergesaan, kesibukan, dan kegaduhan kota terasa jauh sekali. Minimal hari ini, tak ada yang perlu dikerjakannya selain berjemur di sini, tenggelam dalam keheningan dan panas matahari yang menyengat.

Bagi kebanyakan orang, panas yang lembap dan terik ini akan terasa mencekik. Yoona menyukainya. Ia menyambut panas yang menyelimutinya. Sinar matahari meresap ke kulitnya seperti kekuatan misterius yang memulihkan, menghilangkan segala kepenatan, membawanya dalam kemalasan total.

Angin sepoi bertiup pelan sekali, tapi sesekali embusannya menggoyang puncak pepohonan cypress yang berjajar di pesisir. Di cakrawala awan-awan putih raksasa mulai terbentuk. Awan-awan itu menyimpan ancaman kosong datangnya hujan pada malam hari.

Danau tampak tenang, permukaannya berkilauan, Yoona menyukai suara air yang menjilat-jilat tiang kayu di bawah dermaga. Serangga-serangga berdengung di sekelilingnya. Capung terbang rendah di atas permukaan danau, terkadang mengacak air dengan sayapnya yang rapuh dan tembus pandang.
Suara-suara dengungan capung, ditambah suara air yang menampar-nampar tiang penyangga secara berirama, begitu menghipnotis. Yoona tertidur.

“Berani sekali kau.”

Yoona terlonjak duduk, sambil mencengkeram atasan bikininya. Jantungnya serasa melompat ke leher. Matanya berkunang-kunang. Ia duduk terlalu cepat dan tidak langsung bisa melihat jelas maupun menjaga keseimbangan. Setelah berhasil melakukan keduanya, ia mengumpat pelan.

Kim Taehyung menghela diri ke dermaga Yoona dan mengikat perahu memancingnya yang kecil ke salah satu tiang penyangga.

“Akulah yang seharusnya bilang begitu, Mr. Kim. Kau membuatku kaget setengah mati!” ungkapnya kesal setengah mati.

“Maaf.” Seringainya tidak memperlihatkan penyesalan. “Apakah kau tidur?”

“Aku pasti ketiduran.”

“Tidakkah kau mendengar suara mesin perahuku?”

“Kukira itu serangga.”

“Serangga?”

“Capung.”

Taehyung menatap Yoona cemas. “Sudah berapa lama kau berjemur?”

“Lupakan,” cetus Yoona, dan mengembuskan napas panjang kesal.

Ia tidak bisa berbaring kembali. Sudah cukup buruk menengadah pada laki-laki itu dari posisi duduk. Dengan keras kepala ia menolak mengikat tali leher bikininya. Bra itu cukup menempel di tubuhnya dan elastis untuk bertahan sendiri. Ia tidak mau memberi Taehyung kepuasan melihatnya kelabakan.

Yoona's Return - Taehyung Yoona VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang