Part 8

196 33 0
                                        


***

Kim Taehyung jelas takkan semudah itu dilupakan. Tubuh kekar laki-laki itu tercetak di depan tubuh Yoona, menancapkan kesan yang begitu dalam hingga sekalipun tubuh itu sudah menjauh, Yoona tahu ia masih dapat merasakannya.

Harum tubuh laki-laki itu akan membayangi ingatannya untuk selamanya.

Itu tidak membuktikan aku menginginkan Taehyung, pikir Yoona. Itu hanya membuktikan aku masih hidup. Karena hanya perempuan yang sudah tak bernyawa yang bisa menahan diri dari hantaman gelombang maskulinitas seperti ini.

“Bahkan seandainya aku tidak bertaruh sekardus wiski pun, aku masih ingin membawamu ke ranjang, Im Yoona. Kau benar-benar memabukkan”

“Aku tidak akan berdiri di sini dan—”

“Ide bagus.”

Sebelum Yoona menyadari apa yang terjadi, ia sudah duduk di atas handuknya lagi. Taehyung berlutut, mengepit paha dan menahan kepala Yoona dengan tangan besar laki-laki itu.

Ketika Yoona melihat bibir laki-laki itu turun ke arah bibirnya, ia memalingkan wajah. “Tidak!”

Taehyung memiringkan kepalanya ke belakang. “Mungkin aku benar. Mungkin kau benar-benar tidak tahan disentuh laki-laki.”

“Itu tidak benar.”

“Nah, kalau begitu…”

*****

YOONA MENGEMPASKAN tubuh ke ranjang.

Mandi shower dingin tidak menolong. Menurunkan suhu AC tidak menolong. Menyalakan kipas angin di atas kepala pum tidak menolong.

Ia kepanasan.

Ia sudah menutup kerai jendela hingga hanya segaris tipis sinar matahari yang bisa masuk.

Kamar tidur ini, yang selalu menjadi kamarnya ketika keluarganya menginap di kabin ini, seharusnya sudah dingin sekarang. Tapi Yoona tetap merasa kamar ini terlalu panas dan tubuhnya terbakar.

Sial.

Tak sabaran dengan rasa panas itu, ia duduk dan menarik lepas gaun tidurnya lewat kepala, lalu melempar asal benda itu ke kursi goyang di samping ranjang. Ia memakainya setelah mandi karena itu baju tidur paling dingin yang dimilikinya.

Gaun tidur itu begitu tipis hingga yang terasa hanyalah talinya di bahu… kecuali hari ini. Siang ini gaun tidur itu rasanya menempel erat padanya seperti hantu.

Dan, dengan sama keras kepalanya, pikirannya bertahan pada kenangan ciuman yang menyebalkan itu.

Ciuman singkat.

Yoona tidak merespons.

“Aku tidak merespons,” desisnya pada langit-langit, seolah ingin meyakinkan diri atas apa yang tidak bisa dielakkannya.

Bibir Taehyung tidak menyembunyikan hasrat laki-laki itu, terasa begitu jantan, saat bergerak di atas bibir Yoona. Laki-laki itu menekankan bibir ke bibir Yoona sampai kemudian bibir mereka terpisah.

Lalu—Yoona mengerang. Perutnya terasa ringan dan tubuhnya yang sangat pribadi berdenyut hangat ketika mengingat bagaimana lidah Taehyung dengan lihai menyelinap ke antara bibirnya dan masuk ke mulutnya.

Liar. Eksotis. Pencuri yang hebat.

Karena berhasil merampas keinginan Yoona untuk memberontak.

Saat itulah Yoona berhenti meronta. Tulang-tulang di lehernya berubah jadi agar-agar. Kepalanya menengadah lebih jauh lagi ke belakang, memberi laki-laki itu jalan masuk yang lebih luas lagi ke mulutnya. Lagi dan lagi, lidah laki-laki itu menyelinap masuk, meraih lebih dalam tiap kalinya.

Aku membiarkannya! batin Yoona.

Ya Tuhan, aku bahkan mengundangnya, menyentuhkan lidahnya sendiri ke lidah laki-laki itu yang hendak menjauh.

Seiring penyerahan diri Yoona, cengkeraman Taehyung mengendur. Kedua tangan Taehyung, yang menangkup kuat belakang kepala Yoona, bergerak menuruni lehernya. Jemari Taehyung mengusap tengkuk Yoona dengan kelembutan penuh cinta yang sama yang ditunjukkan bibir laki-laki itu saat menghujani bibir Yoona dengan kecupan-kecupan lembut.

“Jari-jariku masih berminyak,” bisik Taehyung. “Bayangkan betapa nikmatnya kalau aku…”

Yoona menunduk dan melihat bagaimana puncak payudaranya kembali merespons, seperti yang terjadi ketika mendengar usul yang membuatnya sulit bernapas itu. Ketika Taehyung berbisik dengan suara iblis tentang apa yang ingin dilakukannya dengan bibir dan lidahnya, payudara Yoona terasa nyeri karena mendambakan laki-laki itu berhenti bicara dan mulai melakukan apa yang diucapkannya.
Yoona bergidik. Kulitnya akhirnya terasa dingin. Ia mulai merinding. Tapi api dalam dirinya masih menggelegak tak terkendali. Api itu merupakan gabungan rasa terhina sekaligus berhasrat.

“Sialan dia.”

Yoona sudah mengucapkan makian itu beratus-ratus kali. Karena pada waktu dirinya pasrah, mau berpartisipasi dengan suka rela dalam mewujudkan fantasi-fantasi yang dibisikkan Taehyung, laki-laki itu malah menjauhkannya, tersenyum, lalu berkata, “Aku sudah tinggal terlalu lama. Aku harus pergi.”

Yoona menatap Taehyung, tubuhnya gemetar dengan sisa-sisa hasrat dan amarah, ketika Taehyung melompat turun ke perahunya.

Saat laki-laki itu membuka ikatan tali di tiang dermaga, ia berkata, “Aku akan berhati-hati duduk di luar sini seperti itu kalau aku jadi kau. Ada banyak orang sinting yang berkeliaran di hutan sekitar sini, dan tetanggamu yang paling dekat tinggal satu kilometer lebih dari sini.”

Yoona mengikuti arah tatapan laki-laki itu ke bawah dan, dengan ngeri, mendapati bahwa pelukan mereka telah membuat atasan bikininya merosot. Bagian atas payudaranya membuncah keluar. Dengan kesal ia buru-buru menarik atasan bikininya ke tempat semula.
Taehyung mengedipkan mata dengan kurang ajar sedetik sebelum ia memakai kembali kacamata hitamnya.

“Kita akan segera bertemu lagi, Yoona.”
Kemudian, dengan lambaian santai, tersenyum, laki-laki itu pun pergi.

Yoona menarik selimut menutupi ketelanjangannya, berguling menyamping, dan memejamkan matanya rapat-rapat. Ia akan merasa lebih baik setelah tidur sebentar. Mungkin ia memang sedang berada di tengah-tengah tidur siang dan sebentar lagi akan bangun dan mendapati kunjungan Kim Taehyung hanya mimpi buruk belaka.

Rasa laki-laki itu masih tertinggal di bibir dan lidahnya. Ia masih bisa merasakan tubuh laki-laki itu, liat dan kokoh, menekan tubuhnya yang lembut. Celana pendek jins yang dikenakan laki-laki itu terasa nikmat di pahanya yang telanjang. Bulu-bulu kaki yang kasar itu terasa menggelitik. Payudaranya dilanda rasa panas dan menggelenyar dengan sensasi tiap kali ucapan Taehyung yang menjurus bergema dalam relung-relung benaknya.

Aku benci laki-laki itu, batin Yoona.

*****

YOONA TERBANGUN berjam-jam kemudian, linglung dan tak nyaman. Ia meregangkan otot-ototnya yang kaku. Kulitnya terasa tertarik dan nyeri gara-gara terlalu lama berjemur.

Ia turun dari tempat tidur dan kembali mengenakan gaun tidurnya. Perutnya yang bergemuruh mengingatkannya bahwa ia belum makan apa pun selain anggur tadi pagi. Ia berjalan sempoyongan ke dapur dan memasak omelet. Mungkin besok malam ia akan makan malam di luar. Tapi malam ini ia masih enggan bertemu orang. Tidak jika apa yang dikatakan Kim Taehyung benar.

Apakah orang-orang yang telah mengenalnya seumur hidup benar-benar memikirkan hal-hal buruk itu tentang dirinya? Pantas saja mereka memandangiku di pesta semalam seolah aku orang aneh, pikir Yoona.

Lagi pula dengan pergi ke kota, ia mengambil risiko bertemu dengan Seokjin dan Irene. Ia tidak sanggup membayangkan hal itu.

Yoona mencuci piring dan mematikan lampu dapur. Tak ada yang bisa dilakukannya sampai ia mulai mengantuk lagi selain membaca buku atau menonton TV.

Ia tengah berusaha menentukan pilihan ketika mendengar suara-suara asing di luar.

Tiba-tiba perkataan Taehyung tentang para orang sinting yang berkeliaran dihutan dan letak rumah tetangganya yang cukup jauh dari sini.

Dan. Ia sendirian.

***

To be continued.

Yoona's Return - Taehyung Yoona VersionWhere stories live. Discover now