“Apa yang terjadi, Yoona?”

Suara Taehyung tidak terdengar kejam lagi, tapi lembut dan menunjukkan dirinya bisa dipercaya, seperti suara pendeta.

Laki-laki itu telah mengungkap rahasia terdalamnya. Yoona seharusnya marah besar, tapi anehnya, ia malah mendapati dirinya nyaris berterima kasih. Selama tiga tahun ia memendam kepedihan itu. Lega rasanya membiarkan semua kepedihan itu mengalir keluar sekarang.

“Aku membelikan gelang emas untuk semua pendamping pengantinku. Gelang yang kuberikan pada Irene—” Di belakangnya, Taehyung mengumpat.

Yoona tidak berhenti untuk mengomentari reaksi Taehyung pada nama itu. Sekarang setelah ia mulai membicara-kannya, ia tidak sabar untuk menumpahkan semuanya.

“—kaitannya tidak beres, jadi aku membawanya kembali ke toko perhiasan untuk diganti.”

Yoona menggigil. Taehyung menarik bahu Yoona dan mendekapnya dari belakang.

“Pada hari pernikahan, aku bangun cukup pagi. Begitu banyak yang harus dilakukan dan aku ingin mengerjakan sebanyak-banyaknya sepagi mungkin. Mengantarkan gelang Irene adalah salah satu tugas yang bisa kulakukan. Aku berkendara ke rumahnya. Aku memanggilnya setelah masuk sendiri lewat pintu. Jelas dia masih tidur. Jadi aku mengendap-endap ke kamar tidurnya.”

Ia berhenti, menarik napas dalam-dalam, “Dan menemukan Seokjin di ranjang bersamanya.”

Sekarang pun Yoona masih menceritakan kejadian itu dengan kebingungan sama yang dirasakannya pagi itu, ketika ia melihat pria yang akan dinikahinya dalam hitungan jam, telanjang, dalam pelukan wanita yang dianggapnya sahabat, yang masih terlelap.

Ingin mengamuk bukanlah hal pertama yang dirasakannya. Amarah pun bukan. Tapi kebingungan yang amat sangat.

Apa yang dilakukan Seokjin di ranjang Irene?

Bermain catur?

Tentu saja jawabannya sudah jelas.

“Mereka terbangun. Kau bisa bayangkan…”

Suaranya terputus; wajahnya menunduk; matanya terpejam erat; Yoona mengusap-usap tengah keningnya. “Segalanya terasa begitu canggung di antara kami bertiga. Aku menyumpahi Seokjin, lalu lari keluar.”

“Apakah dia mengejarmu?”

“Oh, ya. Dia berhasil mengejarku dan berkeras kami perlu bicara. Aku tidak percaya apa yang terjadi. Itu terlalu aneh, begitu tak terduga. Aku kelimpungan.”

“Apa yang dia katakan?”

Yoona mendesah dan mengangkat bahu, “Bahwa itu hanyalah salah satu hal yang terjadi begitu saja. Dia tidak punya alasan ataupun penjelasan untuk itu. Irene tidak berarti apa-apa baginya. Dia mencintaiku, ingin menikahiku. Dia membenci dirinya sendiri atas perbuatannya.” Lagi-lagi, ia mendesah, “Semacam itulah.”

“Dan kau percaya padanya?”

“Ya. Kurasa begitu. Entahlah.”

“Apakah dia dan Irene pernah bersama sebelum itu?”

“Seokjin bersumpah tidak, tapi itu tidak ada pengaruhnya, bukan? Mereka tetap sudah mengkhianatiku. Irene menelepon sambil berlinangan air mata, memohon dimaafkan.”

“Jadi kau memutuskan untuk tetap menikah.”

“Tadinya kukira aku tidak punya pilihan. Orangtuaku sudah menghabiskan begitu banyak uang untuk pernikahanku. Nyaris semua orang di kota ini diundang. Aku begitu bingung, dan tidak ada yang bisa kuajak bicara, karena aku tidak mau ada yang tahu. Aku jelas tidak punya beberapa minggu ataupun hari untuk membulatkan tekad. Aku harus memutuskan dalam hitungan jam apa yang akan kulakukan."

“Seokjin terus bilang bahwa aku bersikap tidak masuk akal dengan mempertimbangkan membatalkan pernikahan kami, bahwa satu malam kekhilafan dari seumur hidup yang akan kami jalani tidaklah berarti. Dia bilang sikapku tidak seperti orang modern, bahwa kalau aku mencintainya, aku akan memaafkannya. Dan aku mengira aku mencintainya. Rasanya mustahil untuk mundur.”

Yoona terdiam.

Ketika melanjutkan ceritanya, suaranya terdengar menerawang, seolah ia tengah mengalami kembali semua itu. “Rasanya mustahil sampai pendeta bertanya apakah aku bersedia mengikatkan diri seumur hidup pada Seokjin. Detik itu juga, aku tahu aku tidak sanggup. Kalau dia bisa meniduri wanita lain pada malam menjelang pernikahan kami, kemungkinan besar dia akan melakukannya lagi. Hal yang paling tidak diinginkan orang yang sudah menikah dari pasangannya adalah perselingkuhan, bukan?” Ia menarik napas gemetar. “Jadi ketika pendeta menanyakan hal itu, aku tahu sebesar apa pun rasa malu yang harus kutanggung, aku tidak bisa melanjutkan upacara pernikahan itu.”

Selama beberapa saat Yoona menatap lurus-lurus ke dalam kegelapan, tenggelam dalam kenangannya. Ketika ia kembali ke masa kini, ia menyadari Kim Taehyung tengah menopang tubuhnya dan mendekapnya erat. Dagu Taehyung disandarkan di puncak kepalanya. Ia bisa merasakan napas laki-laki itu meniup rambutnya. Jemari Taehyung mengusap-usap sisi lehernya.

Tiba-tiba konsekuensi mengejutkan atas apa yang baru saja dilakukannya menerpa Yoona. Taehyung menjebaknya untuk menceritakan rahasia yang telah ditutupnya rapat-rapat selama ini. Bahkan orangtuanya pun tidak tahu alasan Yoona meninggalkan gereja hari itu.

Sekarang setelah Taehyung tahu, laki-laki itu memiliki kekuasaan atas dirinya. Rahasianya jelas aman bersama Seokjin dan Irene.

Tapi sekarang, Taehyung tahu. Taehyung pasti akan mengasihaninya. Dan Yoona tidak menginginkan belas kasihan laki-laki itu!

***

To be continued

Yoona's Return - Taehyung Yoona VersionWhere stories live. Discover now