Yoona merenggut sketsa tersebut dari tangan Taehyung dan menaruhnya kembali ke meja.

“Dan kau bukan sherif yang hebat. Kau bahkan tidak pakai seragam.”

Taehyung mengenakan celana jins dan kemeja putih biasa, yang sama sekali tidak kelihatan “biasa” di tubuhnya. Lengan kemeja itu digulung hingga sedikit di bawah siku. Bahan katun putih itu membuat kulitnya yang kecokelatan dan matanya yang biru tajam tampak mencolok. Bahan itu bahkan mengimbangi senyum yang disunggingkan laki-laki itu pada Yoona.

“Tapi aku punya lencana perak dan mobil patroli lengkap dengan lampu sirenenya. Kalau kau bersikap manis, aku akan mengajakmu jalan-jalan dengan mobil itu kapan-kapan.”

“Aku ragu sikap manis bisa membuat wanita manapun mendapatkan poin positif darimu, Mr. Kim.”

Taehyung memiringkan kepalanya ke arah Yoona seolah berkata, “Satu poin untukmu.”

Namun, senyumnya sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah. Ia sudah hampir tiba di pintu ketika ia mendadak berhenti, menjentikkan jari, lalu berkata, “Ups, senterku ketinggalan.” Ia berjalan kembali ke dapur.

Yoona menunggu di pintu depan. Kenapa dia lama sekali pikirnya ketika semenit berlalu dan Taehyung belum muncul. “Mr. Kim?” panggilnya. Tak ada jawaban. Dengan tidak sabar, ia mengetuk-ngetukkan kakinya ke lantai.

Menit berikutnya berlalu dan laki-laki itu masih belum kembali. Penasaran sekaligus jengkel, Yoona menyusulnya ke dapur. Ia mendapati Taehyung tengah bersandar ke meja dapur dan mengamati arlojinya.

“Apa yang sedang kaulakukan?”

“Kemarilah,” kata Taehyung, dengan mata masih tertuju ke arlojinya.

Ingin tahu, Yoona berjalan ke meja dapur, bergabung dengan Taehyung dan mengamati arloji laki-laki itu. Tidak ada yang tidak biasa dari arloji itu, yang pasti tidak ada yang menakjubkan hingga bisa menyerap perhatian Taehyung seperti ini. Jarum detiknya berjalan lambat menuju angka dua belas.

“Lima, empat, tiga, dua, satu,” Taehyung menghitung mundur.

“Lalu? Apa itu artinya?”

“Itu berarti, Yoona Im, kau berada dalam masalah besar.”

Taehyung berbalik, dan karenanya, mengimpit Yoona ke sudut tempat lemari bersatu dan menutup jalan keluar Yoona dengan tubuhnya. Taehyung meletakkan tangannya ke kedua sisi pinggang Yoona dan mencondongkan tubuh.

“Ini tengah malam.”

“Apakah ini waktunya kau berubah kembali menjadi tikus?”

Taehyung tertawa. “Bisa dibilang begitu. Aku resmi bebas tugas.”

Yoona mendelik melihat seringaian di wajah Taehyung.

“Menjauhlah dariku.”

“Ah, ayolah, Yoona. Santailah sedikit.” Taehyung meraih sejumput rambut Yoona di sela-sela jemarinya dan menyapukannya bolak-balik di leher Yoona. “Aku baru saja selesai bertugas setelah hari yang berat. Aku melerai pertikaian dua ayah dalam pertandingan bisbol Little League, menemukan anak yang hilang, dan menangkap seorang pria karena menyetir dalam keadaan mabuk. Belum lagi berpatroli di jalan-jalan Latham Green yang ricuh, dan menyelamatkan seorang wanita histeris dari segerombolan rakun. Atau sekelompok rakun ya?” Ia mengangkat bahu. “Yah, kau mengerti maksudku. Waktunya bermain, Apa kau tidak mau bermain bersamaku?”

“Tidak, Dan bisakah kau—” Kata-kata Yoona berakhir dengan sentakan napas kaget. “Apa yang kaulakukan?”

“Merasakan jantungmu.” Taehyung meletakkan tangan di lekuk atas payudara Yoona. “Waktu aku datang, aku bisa melihat nadimu berdebar keras. Di sini.” Ia menekan payudara Yoona. “Dan di sini.” Taehyung menunduk dan menempelkan bibirnya di dasar tenggorokan Yoona dan membubuhkan ciuman manis di sana. “Tahu tidak?” Ia menggeser tangannya sedikit ke balik tank top Yoona. “Kurasa sekarang jantungmu berdebar sekencang tadi.”

Bukan saja jantungnya berdebar, tapi napas Yoona mulai terengah-engah, mendorong payudaranya ke dalam lekuk telapak tangan laki-laki itu. Taehyung tidak menggerakkan tangannya, tidak menyentuh lebih dari lekuk atas tadi. Puncak payudara Yoona mengeras, mempersiapkan diri untuk sentuhan yang tak pernah datang. Rasanya ia nyaris gila.

“Tinggalkan aku.” Suara Yoona lemah dan kurang yakin.

Tapi bagaimana mungkin ia bisa mengeluarkan suara berwibawa ketika laki-laki itu menghujani lehernya dengan ciuman?

“Kau mau dengar rahasia?” Bibir Taehyung bergerak di balik rambut Yoona ke telinganya.

“Waktu aku melihatmu berdiri di ambang pintu hanya mengenakan gaun tidur itu, jantungku juga ikut berdebar. Rasakan.”

Dengan tangannya yang bebas, Taehyung mengangkat tangan Yoona. Ia menyelipkan tangan Yoona ke balik kemejanya, langsung di atas jantungnya. Detak pelan dan teratur memenuhi tangan Yoona. Kulit hangat itu senyaman perapian pada pagi yang sangat dingin. Bulu-bulu lebat itu membuat jemari Yoona gatal untuk mengeksplorasi lebih jauh.

Gigi Taehyung mengatup lembut di cuping telinga Yoona. Ia menyentuh dua anting-anting berlian dengan ujung lidahnya. “Setelah aku pergi sore tadi, apakah kau memikirkanku?”

“Tidak.”

“Pembohong.” Taehyung mendesak paha Yoona hingga membuka dan menyelipkan kakinya ke sana. “Kau memikirkanku. Tentang kita. Bersama. Kau memikirkan ciuman itu.”

“Tidak, aku tidak memikirkannya.”

Tawa Taehyung terdengar parau dan dalam. “Oh, ya, kau memikirkannya. Cuma itu satu-satunya yang bisa kupikirkan. Aku nyaris mengabaikan tugasku gara-gara memikirkan ciuman itu.” Bibirnya bergerak kembali ke bibir Yoona. Ia menggesekkan bibirnya di sana.

“Lidahku di dalam mulutmu. Bergerak ke dalam dan ke luar. Seperti bercinta.”

“Hentikan.” Protes itu terdengar pelan mengatasi napas tersengal.

“Tidak bisa, Yoona. Tidak sampai kau berada bersamaku. Telanjang. Penuh gairah.”

Taehyung mencium Yoona lagi. Seperti sebelumnya, dunia yang dikenal Yoona porak-poranda. Ia dibawa menuju dunia tempat segalanya beraroma, bercita rasa, dan terasa seperti Taehyung. Ini dunia Taehyung. Laki-laki itu mendominasinya, menguasainya.

Taehyung menggeser tangannya sedikit. Jemarinya bergerak di sepanjang lekuk payudara Yoona yang penuh, tapi tetap mengabaikan puncaknya, yang mendambakan dan merindukan sentuhannya.

Jemari Yoona terkepal di atas dada Taehyung yang keras. Mulutnya merespons desakan lidah Taehyung yang lihai. Tanpa sadar ia menggerakkan pinggangnya, membawa tubuh Taehyung lebih lekat padanya. Kontak tersebut mengagetkan mereka berdua.

Mata Taehyung gelap dan intens ketika kepalanya terangkat dan menunduk ke wajah Yoona. Bibir Yoona tampak merah dan basah. Yoona balas menatap Taehyung dengan mata berpendar lembut.

“Tapi seperti katamu tadi,” ujar Taehyung pelan, “Ini sudah larut.”

Yoona tidak bisa memercayainya!

Dengan tenang Taehyung melepaskannya dan meninggalkan dapur. Beberapa saat kemudian Yoona mendengar pintu depan ditutup, lalu mesin mobil dinyalakan. Ketika Yoona akhirnya sadar, Taehyung sudah pergi.

Im Yoona melempar cangkir yang tadi dipakai Taehyung ke dinding dapur dan memanggil semua setan di neraka untuk menguasai tubuh dan jiwa Kim Taehyung.

**

Yoona's Return - Taehyung Yoona VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang