Meraba-raba dan menalikan tali leher bikininya akan membuatnya kelihatan seperti perawan tua gugup ketika didatangi tamu gentleman pertamanya.

Yah, aku bukan perawan tua, pikir Yoona.

Dan Taehyung jelas bukan gentleman.

Taehyung mengempaskan diri di lantai kosong di samping Yoona.

“Silakan duduk,” ujar Yoona manis. Menyindir tingkah Taehyung yang langsung duduk disampingnya tanpa izin.

Taehyung menyeringai lagi. “Terimakasih.”

Untuk memberinya kegiatan selain menatap kacamata hitam Taehyung yang memantul dan mengira-ngira bagian tubuhnya yang terpapar mana yang sedang diamati laki-laki itu. Yoona melepaskan kacamata hitam nya dan pura-pura membersihkan lensanya yang ternoda dengan sudut handuknya.

“Apa yang kaulakukan di sini?”

“Aku sedang memancing di danau dan kebetulan melihatmu berbaring di sini, setengah telanjang. Itulah sebabnya aku bilang berani sekali kau. Kau melempar undangan pada maniak seks mana pun di danau untuk datang kemari dan melihat, mungkin menyakitimu secara fisik.”

“Aku sudah berjemur di dermaga ini nyaris sepanjang hidupku, dan tak pernah diganggu orang. Bahkan, kau tidak bisa melihat dermaga ini dari arah danau. Kau perlu datang ke teluk. Dan sejauh yang kutahu, belum pernah ada maniak seks di Danau Latham… sampai sekarang.”

Tawa Taehyung terdengar rendah dan sangat maskulin.

“Yah, aku mengaku sangat tertarik pada tubuhmu, tapi aku tidak akan melakukan apa pun yang dilakukan maniak seks.” Ia terdiam selama beberapa detik, “Kecuali kau suka yang seperti itu.”

Yoona mendapat kesan Taehyung mengedipkan sebelah mata di balik kacamata hitam itu. Ia buru-buru mulai melemparkan barang-barangnya ke dalam tas pantainya yang besar. Buku. Sun visor. Radio transistor. Ia memutuskan meninggalkan handuknya di tempat, lalu berdiri dan mulai berjalan bertelanjang kaki di sepanjang lantai papan itu.

“Mau ke mana kau?”
Tangan Taehyung terulur. Yoona terkesiap.

Jemari keras laki-laki itu mencengkeram salah satu pergelangan kakinya. Taehyung tidak membuatnya terjerembap, tapi menghentikan langkahnya dengan efektif.

“Ke dalam rumah. Aku lebih suka berjemur secara pribadi. Lebih daripada itu, aku tidak mau bertukar lelucon seksual denganmu, Mr. Kim.”

“Takut?”

“Tidak!”

“Kalau begitu kembalilah.”

Itu tantangan yang terpaksa Yoona terima. Tapi ia akan menyetujui apa pun demi menyingkirkan jemari kuat laki-laki itu dari pergelangan kakinya. Kontak itu meluncurkan sensasi mengejutkan di sepanjang kakinya dan ke pahanya. Ia melepaskan pergelangan kakinya dari cengkeraman kuat Taehyung dan duduk kembali di atas handuk, dengan ekspresi memberontak.

“Aku hanya bersikap layaknya tetangga.” Yoona meliriknya tak percaya. “Sungguh,” kata Taehyung defensif. “Aku hanya berusaha membuatmu merasa diterima.”

“Aku tidak butuh disambut, Aku dibesarkan di sini, ingat?”

“Kalau begitu itu membuatku sebagai pendatang baru. Mestinya kau bersikap ramah padaku.”

Yoona menahan senyum tepat sebelum tersungging di bibirnya. Beri laki-laki ini hati, dia akan merogoh semua ampela yang ada. Laki-laki itu tidak perlu diberi dorongan, seulas senyum sekalipun. Yoona hanya berharap pesona laki-laki itu lebih mudah ditampik.

Taehyung memakai celana jins yang dipotong pendek, kemeja belel tanpa lengan yang terbuka nyaris sampai ke pinggang. Yoona tak bisa tidak melihat dada laki-laki itu berotot dan dilapisi bulu-bulu pirang gelap yang lebat, mengikal, dan berkeringat. Kakinya juga bagus, kalau kau suka otot-otot keras dan kekar, kulit kecokelatan, dan bulu-bulu sewarna matahari. Laki-laki itu tidak memakai kaus kaki di balik sepatu tenisnya. Dan ia memakai topi bisbol.
Topi bisbol mengingatkan Yoona pada pemain bisbol dan petani di Selatan dengan stiker “Klakson kalau kau kangen” di bumper truk pickup mereka yang berlumpur.

Dua-duanya tidak menarik baginya. Tapi Kim Taehyung yang memakai topi bisbol sama sekali tidak jelek. Mungkin karena rambut pirang yang mengikal di sisi-sisi topi, dan cara laki-laki itu memakai topinya dengan rendah sampai menutupi alis tepat di atas kacamata hitamnya yang tak tembus pandang. Ketika ia tersenyum, giginya bersinar putih di wajahnya yang berwarna tembaga.

Kemejanya menempel lembap. Butiran-butiran keringat bergulir menuruni leher dan membasahi ujung-ujung helai rambutnya. Yoona jarang melihat pria berkeringat. Para pria yang ia temui biasanya berada di dalam gedung ber-AC. Mereka mengenakan setelan kerja dan dasi. Mereka selalu pakai kaus kaki.
Kim membuatnya shock, itu saja. Bau keringat, matahari, dan air danau di tubuh laki-laki itu baru bagi Yoona.

Itu satu-satunya cara Yoona menjelaskan denyut nadinya yang memburu dan fakta bahwa celana bikininya mulai terlepas dari perutnya. Ia ingin berlari secepat mungkin kembali ke kabinnya yang aman. Tapi ia tidak mungkin mundur tanpa kehilangan muka.
Jadi, ia akan tetap di sini dan bersikap “baik” pada laki-laki ini sekalipun ia bisa mati karenanya.

Yoona's Return - Taehyung Yoona VersionWhere stories live. Discover now