59- Egois

800 143 130
                                    

                                   Happy reading.

Abel kembali ke dalam kelas, berusaha dengan sekuat tenaga agar tidak menangis, tapi lain dengan hati paling dalamnya.  Bersikap seolah tidak ada hal yang terjadi adalah cara yang terbaik. Terkadang kita tidak perlu menunjukkan yang sebenarnya. Karena pada dasarnya mereka hanya ingin tahu kisah kita saja.

Abel kembali duduk di bangkunya, ia mengeluarkan buku pelajaran yang akan dibahas hari ini. Tangannya gemetaran bukan main. Sepertinya kalau dia tidak tahan diri, pasti sekarang dia bakalan menangis di sekolah. Abel tidak mau itu terjadi, sudah cukup untuk semalam.

Aruna terlihat terengah- engah karena sudah berlarian sepanjang jalannya. Ia bernafas lega ketika menemukan Abel yang berada di kelas. Dengan sangat perlahan, dia menghampiri Abel.

Abel sudah tahu kalau yang sekarang yang mendekat ke arahnya adalah sahabatnya. Ia menoleh, lalu dengan susah payah agar tersenyum kepada Aruna. Senyuman itu membuat hati Aruna terluka, kenapa sampai saat ini Abel selalu terlihat baik- baik saja di hadapannya. Aruna sangat tidak menyukai dengan sifat Abel ini.

"Sorry gue udah ninggalin lo. Gue suka iri kalau liat orang yang uwu- uwu." Abel sambil tersenyum getir. Meski pun tatapannya melihat Aruna, tetapi matanya terlihat kosong.

"Bel." Kata Aruna agar Abel tidak bicara lagi.

"Oh iya Run, hari ini ga ada PR, kan?" Tanyanya mengalihkan topik. Ia sudah tahu kalau Aruna pasti bakalan membahasnya lagi.

"Jangan gini." Ucapnya dengan suara yang lirih.

"Iya, gak ada ya? Syukurlah hahah."

"Abel!!" Teriak Aruna. Ia mengalihkan pandangan Abel agar melihatnya. "Lo punya gue!! Lo berhak cape. Udah ya, akhiri semuanya. Gue gak mau kalau lo gini terus, please." Pinta Aruna namun Abel mahal menggeleng.

"Nggak, Run. Gue gak bisa."

"Alasannya apa? Lo gak cape apa gini terus, Bel?"

"Gue cape. Banget malahan, tapi gue gak tau caranya berhenti. Kak Azka adalah obat sekaligus luka buat gue, Run."

"Kalau lo tetep mau lanjutin, silahkan! Tapi gue mohon, jangan apa- apa dipendem sendiri. Lo boleh cerita sama gue, gue dengan senang hati ngedengerinnya. Kita kenal bukan satu hari, dua hari, Bel. Apa sesusah itu buat cerita sama gue?" Katanya panjang lebar sembari menatap Abel.

"Kalau lo gini terus, gue serasa gak dihargai. Bukannya seharusnya teman saling membantu ya?"

"Maaf, maaf karena masih banyak yang gue sembunyiin dari lo. Makasih ya udah bertahan sama gue, Run. Gue seneng karena punya sahabat kayak lo."

"Harusnya gue yang bilang gitu. Makasih ya Bel, udah bertahan sampai sejauh ini. Gue beneran bangga sama lo." Katanya lalu langsung memeluk Abel erat. Mereka menangis sesegukkan dalam keadaan saling memeluk satu sama lain.

****

"Assalamualaikum." Sapa seseorang dari arah luar.

"Walaikumssalam, sini masuk- masuk." Katanya sembari menggeser tubuhnya agar Abel bisa masuk.

"Makasih, Bunda apa kabar?" Ucap Abel sembari salah kepada Karina. Tadi saat Abel akan pulang sekolah, tiba- tiba saja Karina meneleponenya dan memberitahu kalau Candra sedang sakit. Oleh sebab itu sekarang ia ada di sini.

"Seperti yang kamu lihat, Bunda baik. Maaf ya, Bunda malah nyuruh kamu ke sini."

"Gak papa Bunda. Oh iya, Kak candranya di mana,  Bund?"

AZKA MAHESPATIH [END]Where stories live. Discover now