33- Banyak kesamaan

692 107 4
                                    

Budayakan vote sebelum baca, jangan lupa tinggalin jejak kalian!! Makasih😽

                              Happy reading.

Abel memilih pergi ke taman untuk menenangkan dirinya. Meski sudah pergi, Abel tetap saja menangis. Emosinya sedang naik turun sekarang. Abel sadar selama ini dia selalu merepotkan, tetapi apakah harus dengan cara seperti ini.

"Hapus tuh ingus lo." Kata seorang lelaki lalu duduk di samping Abel. Abel melihat laki-laki itu sekilas lalu menghapus air matanya.

Abel menghela nafas panjang. "Ngapain di sini?" Kata Abel ketus. Abel sedang tidak mood untuk berdebat dengan Azka.

Azka tidak menjawab pertanyaan Abel, dia memilih untuk duduk. Membuat Abel yang berada di sampingnya mendengus ke arahnya karena tidak dihiraukan.

Ternyata Abel dan Azka memiliki kesamaan yang banyak. Bahkan nasib mereka berdua hampir mirip. Mungkin bedanya Abel masih memiliki kedua orang tua yang lengkap.

Kejadian hari ini mengingatkannya dengan kejadian dulu, di mana ketika dirinya masih kanak- kanak. Bahkan setiap harinya Azka selalu bermain sendiri, diacuhkan oleh sang Papah. Itulah alasan yang membuat dirinya tumbuh dewasa seperti sekarang ini.

Semenjak sang Ibunda meninggal dunia, setiap malamnya Azka selalu berdoa agar Bundanya itu muncul dalam mampi. Namun, sampe sekarang Ratih tidak pernah muncul dalam mimpinya.

Azka menatap langit- langit, berharap Ratih akan muncul kehadapannya.

"Malah diem." Cibir Abel. Dia akan pergi, tetapi Azka malah menahannya.

"Duduk!" Perintah Azka, Abel nurut lalu kembali duduk.

Tidak ada yang bicara. Mereka berdua sibuk dengan pikiran yang ada dibenak mereka. Mungkin mereka saling diam, tetapi ada kenyamanan di hati mereka. Rasa nyaman yang selama ini mereka rindukan, tetapi mereka juga tidak tahu rasa nyaman itu untuk apa.

"Lain kali jangan mikir yang enggak- enggak." Kata Azka tanpa menoleh kepada Abel. "Harusnya lo bersyukur punya orang tua yang masih lengkap." Kali ini Azka menoleh ke arah Abel.

"Maaf, Aku gak ada mak–" Belum selesai Abel berbicara, Azka malah memotongnya.

"Gak usah minta maaf, gue gak perlu dikasihanin." Kata Azka sembari terkekeh kecil.

"Mungkin benar, lo gak butuh uang orang tua lo. Gue juga sama. Tetapi, mereka beda, Bel. Mereka mau yang terbaik buat kita, tapi cara mereka lah yang beda- beda."

Lidah Abel menjadi kilu, Abel bingung untuk menjawab semua perkataan Azka. Ternyata tidak hanya Abel yang merasakan ini juga, Azka juga.

"Kak Azka, sikap Aku keterlaluan ya? Aku jahat! Aku anak gak tahu diri. Harusnya Aku sadar. Huaa Aku bodoh! Abel bodoh!!" Abel memukul-mukul kepalanya.

Azka tidak tahan dengan Abel yang terus-terusan memukul kepalanya, dia langsung menarik Abel ke dalam pelukanya. Dia menenangkan Abel sembari mengelus rambut Abel halus.

"Gue baru sadar, ternyata lo adalah orang yang selama ini gue cari. Orang yang selama ini gue rindukan. Tapi maaf, gue gak bisa memulai semuanya sama seperti dulu. Gue udah ngubur semua kenang- kenangan itu, Bel. Gue gak mau membuka lembaran pahit itu lagi."

.
.
.
.

Sedari tadi hati Siska tidak bisa untuk tenang. Ia terus mondar- mandir tidak jelas. Sekarang yang ada dipikiran Siska hanya Abel. Dia benar- benar tidak berguna menjadi seorang ibu. Dia sangat marah, marah karena tidak bisa menjaga Abel dengan baik.

Abraham sudah mencoba untuk menenangkan Siska, tetapi tidak bisa. Siska tidak bisa tenang sebelum bertemu Abel.

Siska bernafas lega ketika Azka berhasil untuk membujuk Abel. Dengan perasaan yang campur aduk, Siska berjalan perlahan menghampiri Abel.

Dialangsung memeluk tubuh Abel erat, serta seribu kata maaf dia lontarkan. Dengan perlahan Abel membalas pelukan sang Bunda. Tangisan mereka berdua pecah.

Abel melonggarkan pelukannya lalu melihat Siska dengan mata yang sembab. "Bun, Abel minta maaf. Harusnya Abel gak ngomong kayak tadi, Maaf. Maaf Abel udah keterlaluan hiks..." Abel menundukkan kepalanya tidak berani untuk menatap Siska.

Siska mengangkat dagu Abel. "No, sayang ... kamu jangan minta maaf. Bunda yang harusnya minta maaf. Seharusnya Bunda selalu ada sisi kamu." Abel menggelengkan kepalanya. "Kamu kalau gak mau tinggal sama Azka gak papa kok, jangan dipaksain. Terus kalau perlu Bunda berhenti kerja, nanti Bunda  bisa nemenin kamu kapan aja ya." Siska mengelus rambut Abel.

"Enggak! Abel mau kok tinggal sama Kak Azka. Terus  kalau Bunda mau lanjut bekerja, gak papa. Maaf selama ini Abel tidak pernah ngertiin kalian." Siska tersenyum lalu kembali memeluk Abel erat.

Malam ini berakhir menjadi malam yang sangat haru. Seharusnya mereka saling ngobrol satu sama lain, bukan membatin setiap harinya, hingga terjadi kesalah pahaman di antara mereka.

Semua masalah bakalan terselesaikan kalau ada komunikasi di antara pihak.












AZKA MAHESPATIH [END]Where stories live. Discover now