53- Ancaman

734 143 89
                                    

                                 Happy reading.

Abel sedang duduk melamun di bangkunya sendiri. Dia orang pertama yang datang ke sekolah, karena tadi berangkartnya pagi- pagi sekali. Dari tadi juga Abel memikirkan Azka. Seharusnya tadi dia bolos saja, biar bisa menjaga Azka, pikirnya.

Suara hentakkan terdengar. Itu Aruna yang berjalan mendekat ke arah sahabatnya. "Abel!!" Teriaknya. Abel tidak menanggapi Aruna, dia malah mengeluarkan handphonenya.

Dia menatap sahabatnya aneh, baru kali ini melihat Abel yang berangkat sangat pagi. Bahkan di kelasnya pun belum ada siapa- siapa. Cuman mereka berdua.

Aruna menyenggol Abel menggunakan tangannya, lalu duduk bersebelahan. "Tumben pagi- pagi sekolah?" Abel hanya menggeleng lesu.

"Kenapa sih lo? Pagi- pagi tuh muka udah ditekuk aja."

Abel menoleh, menggelengkan kepalanya. "Gue lagi kepikiran Kak Azka aja. Apa gue bolos aja ya, Run? Mumpung masih sepi." Aruna yang mendengar itu langsung menggetok kepala Abel. Ternyata sahabatnya itu sedari tadi sedang memikirkan Azka, sungguh tidak berguna.

"Nggak usah ngada- ngada. Lagian dia udah gede ini, Bel. Bukan bayi yang harus dijaga dua puluh emat jam."

"Eh? Lo udah tau ya, Run?" Aruna mengangguk mengiyakan. Dia sudah tahu dengan keadaan Azka, tadi pagi diberitahu oleh Celvin. Dia juga sangat terkejut ketika melihat wajah kekasihnya yang babak belur.

"Ya iya, tadi pagi cowok gue bilang. Katanya semalam mereka berantem, terus mereka malah kecolongan karena Kak Jo bawa pisau." Kali ini Aruna memiliki dendam pribadi kepada Jo. Gara- gara pria itu, wajah kekasihnya jadi luka- luka.

Abel mengerutkan aslinya tidak mengerti. Tidak mungkin kalau Jonathan melakukan hal yang senekat itu. Waktu itu saja dia terlihat seperti pria baik- baik.

"Kak Jo?"  Tanya Abel ragu- ragu.

"Hooh, mereka berantem sama Kak Jo. Jangan- jangan lo gak tau?" Abel ngangguk. Dia masih belum percaya dengan apa yang telah Arun katakan.

"Gak mungkin, ah! Apalagi Kak Jo, gak mungkin banget kalau sampe nusuk- nusuk gitu.

Aruna menepuk punggung Abel cukup kencang, membuatnya meringis. Bisa- bisanya dia percaya kalau seorang Jonathan pria baik- baik. Malahan Jo lebih kejam dari Azka. Laki- laki itu berani mengambil resiko.

"Jangan liat orang dari luarnya aja. Mungkin dari luar keliatan baik, tapi dalam? Gak ada yang tau. Jangan terlalu percaya sama orang lo, Bel. Udah bener ada buktinya, masih aja gak percaya. " Cibirnya.

"Tapi be–" Omongan Abel malah terpotong karena suara bel yang berbunyi. Mereka terlalu asik mengobrol, hingga tidak sadar kalau kelas yang tadinya sepi kini sudah ramai. Guru yang akan mengajar pun telah masuk kelas. Siap memberi materi hari ini.

Dari tadi Abel tidak bisa fokus dengan materi pembelajaran. Matanya sangat kantuk sekarang, semalam dia tidur sangat larut. Tidak beristirahat dengan baik. Tidak mau ditegor oleh Guru lagi, Abel meminta izin untuk membasuh wajahnya ke toilet. Berharap rasa kantuk itu bakalan hilang.

Saat akan masuk ke dalam, dia mendengar suara tidak asing menurut telinganya. Dia sudah tahu pemilik suara itu. Mengambil nafas dalam- dalam, berusaha acuh dengan kehadiran Clara dan gengnya itu.

Untuk kali ini dia harus bisa mengontrol emosinya, agar tidak berakhir seperti kejadian dahulu.

Dia sempat melirik Clara sekilas, lalu dengan cepat berlalu pergi ke kamar mandi. Rasanya sangat pengap jika berada di dalam satu ruangan dengan musuhnya. Ingin cepat- cepat pergi dari sana, menghindar dengan masalah yang akan datang nantinya.

AZKA MAHESPATIH [END]Where stories live. Discover now