23- Satu persatu terungkap

848 119 5
                                    

Budayakan vote sebelum baca, jangan lupa tinggalin jejak kalian!! Makasi😽

                            Happy reading.

Abel terus berjalan menjauh dari tempat markas Azka, dengan air mata yang terus berlinang. Mati-matian Abel menahan air matanya, tetapi tetap saja. Air mata itu tetap keluar tanpa seizinnya.

Abel benci dengan dirinya yang sekarang. Abel tidak tahu kenapa sekarang dia jadi sangat cengeng, terutama masalah Azka. Mau sekecil apa pun itu masalah, kalau tentang Azka pasti Abel bakalan nangis.

Meski sudah diperlakukan seperti itu, Abel bakalan tetap balik kepada Azka. Berharap Azka yang dulu akan kembali, meski nyatanya itu sangat mustahil untuk terwujud.

Suara petir bergerumuh, ternyata cuacanya sedang tidak baik sekarang, sama seperti Abel. Abel terus jalan   tanpa mempedulikan suara petir itu. Padahal Abel sangat takut pada petir, tapi tidak tahu kenapa dia jadi lebih berani sekarang.

Dari yang awalnya hujan rintik- rintik berubah menjadi hujan yang sangat deras. Abel langsung berlari mencari tempat untuk berteduh. Abel sangat kedinginan sekarang, dirinya hanya memakai kaos pendek saja.

Abel tidak tahu dirinya sedang di mana, Abel benar- benar lupa dengan jalanan yang sudah dia lewati bersama Haikal tadi.

Abel terus menangis, sendirian. "Kenapa lo jahat banget sih, Kak?" Abel memukul- mukul dadanya yang terasa begitu sangat sesak.

Kepala Abel terasa berat dan sakit. wajahnya berubah menjadi sangat pucat, dia memegang kepalanya yang sepertinya sebentar lagi akan pecah. Abel berharap kalau ada orang yang bisa menolongnya.

"Shit! Kenapa harus sekarang?"

Penglihatan Abel perlahan mulai kabur, samar- samar dia melihat sebuah motor menghampirinya. Abel tidak tahu siapa orang itu, Abel berharap kalau orang itu orang baik.

TIT-TITTT!!

Cowok itu melepaskan helmnya berlari ke arah Abel dengan wajah yang terlihat panik. "Lo kok bisa gini?" Khawatir Candra." Astaga, lo demam?!"

"Gue—" Belum beres Abel menyelesaikan ucapannya, tubuhnya sudah terlanjur jatuh tidak sadarkan diri. Untung saja ada Candra yang dengan sigap menangkap tubuh Abel.

Candra benar- benar panik sekarang, dia tidak tahu harus berbuat apa. Tidak mungkin kalau Candra membawa Abel sendirian menggunakan motornya ke rumah sakit sekarang.

Ah benar juga, Candra baru teringat, kalau ada satu mobil di bagasi markas. Dia langsung menelepon Azka dengan cepat, meminta Azka untuk datang dengan segera mungkin.

Sebenarnya Candra sangat malas untuk menelepon Azka, teringat kalau Azka memperlakukan Abel dengan sangat tidak baik. Tapi mau dengan cara apalagi, hanya itu satu- satunya jalan keluar.

Tidak butuh lama bagi Azka untuk samape di tempat yang Candra kasih. Untung saja jarak Abel masih belum terlalu jauh dari markasnya.

Azka terlihat panik ketika melihat Abel yang sudah tergeletak tidak sadarkan diri. Ia langsung membopong tubuh Abel masuk ke dalam mobil, diikuti dengan Candra di belakang.

Azka membawa mobil dengan sangat hati- hati karena takut licin akibat hujan, ia membawa Abel ke rumah sakit terdekat.

Rasa itu muncul kembali. Rasa bersalah yang selama ini selalu menghantui Azka. Azka takut, sangat takut.

Sesampainya di rumah sakit, Azka langsung memanggil-manggil nama Dokter untuk segera membawa Abel ke ruangan periksa.

Azka mondar-mandir tidak jelas di depan pintu, sembari menunggu hasil dari sang Dokter. Sudah cukup lama Dokter menangani Abel di dalam, tetapi Dokter itu belum keluar juga.

"Gimana Ka? Apa kata dokter?" Ucap Candra. Azka menggelengkan kepalanya tidak tahu.

Candra juga sama cemas, sama seperti Azka. Tapi Candra tidak terlalu memperlihatkannya, dia jauh lebih tenang dari pada Azka.

CEKLEK!

Candra dan Azka menghela nafas lega ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Mereka berdua sama- sama menghampiri sang Dokter.

"Di sini siapa yang wali pasien?" Ucap Dokter tersebut.

"Saya Dok."  Kata mereka berdua bersamaan.

"Baiklah, saya akan memberi tahu di sini saja." Mereka berdua mengangguk setuju." Kondisi pasien semakin hari, semakin memburuk. Lebih baik kalian segara menindak lanjutin penyakit pasien." Jelas Dokter itu.

"Hah? Penyakit?" Tanya Candra bingung. "Kalau boleh tahu, penyakit apa ya, Dok?" Tanyanya.

"Pasien mengidap penyakit Kanker otak."

Candra mematung mendengar penjelasaan sang Dokter. Dia sangat bingung, apakah ini nyata? Kenapa hanya dia yang tidak tahu? Candra melihat ke arah Azka yang masih tetap diam enggan untuk menjelaskannya.

"Boleh saya masuk?" Tanya Candra dengan suara gemetar.

"Boleh, tapi saya harap kalian bergiriran supaya tidak mengganggu pasien untuk istirahat." Candra hanya mengangguk.

"Kalau gitu saya permisi dulu."

Dokter tersebut pergi meninggalkan mereka berdua. Tanpa pikir panjang lagi, Candra langsung masuk terlebih dahulu untuk melihat keadaan Abel, meninggalkan Azka yang masih mematung berdiri di ambang pintu.

"Maaf." Batin Azka.






AZKA MAHESPATIH [END]Kde žijí příběhy. Začni objevovat