46- Kangen

760 137 7
                                    

Budayakan vote sebelum baca, jangan lupa tinggalin jejak kalian!! Makasih😽

                               Happy reading.

Suara mobil terdengar dari luar, Abel yang sedang di ruang tamu pun buru-buru berlari ke arah jendela lalu mengintip siapa yang datang. Dan benar saja, itu mobil kedua orang tuanya.

"Bunda!"  Panggil Abel. Dia langsung masuk ke dalan pelukan sang Ibunda. Abel sangat rindu dengan Bundanya itu.

Siska membalas pelukkan putrinya. Ia sangat senang karena bisa melihat Abel lagi. Beberapa hari ini dia sangat sibuk di kantor, jadi belum ada waktu untuk mengunjungi putrinya itu.

"Aduh, anak Bunda yang paling cantik." Kata Siska sembari mengecup pipi Abel singkat.

"Bunda gak kangen sama Abel ya?" Kata Abel sembari cemberut.

"Hush Ngaco, mana ada. Bunda kangen banget sama princes Bunda satu ini ." Bujuk Siska. Dia tahu kalau Abel sedang merajuk padanya. Apalagi dia sudah melanggar janjinya.

"Tapi Bunda gak datang-datang ke rumah baru, Abel!"

"Maaf ya, Nak. Bunda masih sibuk sama kerjaan."

"Hm, gak papa, Bun." Sekarang dia lebih ngerti dengan kondisi orang tuanya. Abel juga tidak mau memperpanjangnya lagi." Yang penting sekarang Abel di sini." Siska lega yang mendengarkannya pun lega.

"Ehem! Gak kangen sama Ayah nih?"

"Eh, Abel hampir lupa kalau ada Ayah." Abel langsung pergi memeluk sang Ayah.

"Kamu sudah makan, Nak?" Tanya Abraham.

"Belum Yah, Abel nungguin kalian pulang."

"Ya udah, mari kita makan malam sama- sama." Kata Abraham langsung disetujui oleh mereka berdua.

Kini mereka bertiga sudah di meja makan. Bercanda gurau melepas rindu.

"Azka gak ikut kamu, Bel?" Tanya Siska.

"Kak Azka tadi ke sini, tapi udah pulang lagi, Bun."

"Berarti kamu mau nginep di sini, Nak?"

"Iya Yah. Boleh ya?"

"Boleh lah, masa gak boleh nginep di rumah sendiri ." Abel tersenyum lega mendengarnya.

"Azka gimana? Gak jahat sama kamu kan?" Abel diam sebentar berpikir. Abel juga jadi bingung harus menjawab apa. Terkadang sikap Azka membuatnya pusing.

"Baik, iya baik kok Bun." Ucap Abel sembari tersenyum kaku.

"Wah bagus dong, berarti bisa dimajuin tanggal nikah nya nih ." Goda Abraham.

"Ihh! Apaan sih, Yah. Aku masih mau sekolah dulu." Kata Abel cemberut.

"Mas, anaknya jangan digoda terus ah." Omel Siska. Pusing sekali melihat Abraham dan Abel yang terus berdebat. Mana mereka lagi di meja makan, kan gak enak.

Abraham terkekeh. "Bercanda sayang, jangan ngambek dong, hm?"

"Iya." Jawab Abel singkat, membuat kedua orang tuanya tertawa.

"Ouh iya, mumpung kamu ada di sini, kita berdua mau ngomong serius sama kamu." Abel mengerutkan dahinya bingung. Tumben-tumbenan sekali orang tuanya ini membahas yang serius.

"Kenapa, Bun?"

"Kita mau membawa kamu keluar negeri untuk pengotaban, kamu mau kan, sayang?" Tanya Siska dengan penuh harap. Sebenarnya dia sudah membuat rencana ini dari lama, tetapi baru kesampaiannya sekarang.

"Abel gak mau, Bun." Tolak Abel cepat. Ini adalah pertanyaan yang selama ini dia hindari. Bahkan Abel tidak pernah terpikir sedikit pun.

"Nak dengerin Ayah ya. Ini demi semua demi kamu juga. Kita semua ingin kamu sembuh, kayak dulu lagi. Kamu juga pasti ingin sembuh juga, kan?" Kata Abraham masih dengan sangat hati- hati.

"Hm, tapi kalau buat berobat di luar negeri, no!! Sampe kapan pun Abel gak mau." Kekeh Abel.

"Why? Apa kamu gak mau sembuh lagi?" Siska mencoba untuk menenangkan suaminya ini. Sudah tahu Abel keras kepala. "Bel, Ayah mau kamu sembuh. Pengobatan di sana jauh lebih baik."

"Tapi Abel tetep gak mau, Ayah." Dia masih tetap berdiri dengan pendirinya. Untuk kali ini Abel tidak akan mengikuti perintah orang tuanya. "Jangan maksa Abel gitu." Ucapnya dengan nada lumayan tinggi.

"Apa alasan kamu gak mau berobat di sana? Coba jelasin sama Ayah."

Abel menundukkan kepalanya enggan untuk melihat Abaraham. Matanya berkaca-kaca, ia terlalu takut untuk melihat Abraham saat ini.

"Tatap mata Ayah, Abel."  Dengan ragu- ragu Abel mendongkakkan kepalanya, sehingga ia bisa melihat sang Ayah.

"Abel gak mau sia- siain hidup Abel buat berbaring di rumah sakit. Abel mau habisin hidup Abel sama temen-temen Abel yang lainnya, Ayah. Sama kalian juga. Abel mau ngelakuin apa yang belum Abel lakuin, sebelum Abel pergi nantinya." Tangan Abel bergetar. Dia meremas kuat- kuat bajunya.

"Nak.."

"Sorry, tapi Abel gak bisa nurutin kemauan kalian satu ini."

"Sayang, kamu gak boleh ngomong gitu. Kamu bakal sembuh lagi, kamu harus percaya itu. Gak ada yang gak mungkin, kalau kamu mau berusaha."

"Yah, Bun. Satu kali ini aja ya? Abel mau di sini aja, gak usah pergi- pergi." Kata Abel dengan tatapan memohon.

Siska dan Abraham saling pandang, kalau sudah seperti ini mereka tidak bisa berbuat lebih. Mereka ingin melakukan yang terbaik untuk anak semata wayangnya ini, tetapi mereka juga tidak bisa untuk mendesak terus menerus.

"Kalau itu kemauan kamu, kita gak bisa apa- apa lagi."

"Jadi?" Siska dan Abraham menganggukkan kepala sembari tersenyum tulus kepada Abel. "Makasih, makasih banyak." Abel mengecup pipi kedua orang tua mereka secara bergantian.

"Abel janji bakal sembuh lagi. Dan kalau Abel udah sembuh seutuhnya, Abel bakalan nagih janji kalian buat ajak Abel liburan." Katanya dengan penuh semangat.

"Iya sayang, makannya kamu harus sembuh dulu, oke?"

"Oke Yah, kalau gitu Abel istirahat dulu. Good night semuanya."

"Good night." Kata Siska dan Abraham barengan.

                                   ****

Abel baru bangun, betapa terkejutnya dia ketika mendapatkan pesan dari Bi Siti. Dari pesan itu, Bi Siti mengatakan kalau Azka sedang demam, dan sedari tadi juga Azka meracau tidak jelas.

Bi Siti tidak tahu harus mengabari apa, jadi dia memutuskan untuk mengabari Abel saja.

Saat membawa pesan dari Bi Siti, tadi Abel sudah memakai seragamnya rapih. Dia langsung turun ke bawah dengan tergesa- gesa.

Di bawah ternyata sudah ada ada Siska dan Abraham yang sedang duduk di meja makan, menunggu Abel untuk sarapan bersama. Mereka sangat heran dengan Abel yang terlihat seperti orang kebingungan. 

"Bun, Abel pergi dulu ya?!" Kata Abel sambil lari memakai sepatunya.

"Kamu mau ke mana? gak sarapan dulu?"

"Nanti aja, Bun. Abel mau pulang, Kak Azka deman."

"Aduh, kok bisa Nak?" Tanya Siska sama paniknya.

"Gak tahu Bun, ini aja Abel baru mau berangkat."

Abraham langsung menghampiri Abel. Abraham sangat khawatir kalau Abel pergi sendiri, apalagi sekarang dia sedang dalam keadaan panik. Jadi, dia memutuskan untuk mengantarnya. Abel setuju dengan pendapat Ayahnya itu. Dia jadi bakalan hemat waktu.

Mereka berpamitan kepada Siska lalu pergi menggunakan mobil Abraham.
























AZKA MAHESPATIH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang