18- Marah

794 142 9
                                    

Budayakan vote sebelum baca, jangan lupa tinggalin jejak kalian! Makasih😽

                             Happy reading.

Arun yang sedari tadi menunggu Abel di kantin mulai merasa cemas. Katanya Abel cuman sebentar, tapi sudah ditunggu beberapa menit, Abel belum datang juga. Aruna takut Abel kenapa- napa.

Arun tidak sengaja melihat Candra, dia langsung berlari menyusul Candra yang baru masuk ke kantin. Semoga saja Candra tadi masih ada di kelas, jadi bakalan tahu keberadaan Abel sekarang.

Setelah menanyakan Abel kepada Candra, Aruna langsung menyusul Abel ke taman belakang sekolah. Ia bisa melihat Abel yang sedang duduk sendirian dengan air mata yang terus keluar.

"Abel!" Tariak Arun. Ia duduk di samping Abel.

"Lo kenapa? kok nangis? Cerita sama gue." Tanya Arun pada Abel.

"Huaaa Kak Azka,  jahat hiks ... " Tangisan Abel malah semakin keras. Padahal dulu Abel jarang tuh nangis di depan orang, tapi semenjak kenal Azka, Abel jadi sering menangis." Kalau ... hiks gak mau terima hiks ... gak usah dilempar .. hikss ... bikinnya cape!!"

Arun menepuk- nepuk rambut Abel mencoba untuk menenangkannya. "Udah gak papa, nanti biar gue marahin Kak Azkanya." Kata Aruna, Abel mengangguk sembari sesegukkan.

"Udahan dong, nanti lo serek. Gimana kalau baliknya shoping aja, mau gak?" Bujuk Aruna.

Abel menoleh ke Aruna dengan mata yang sedikit merah karena habis nangis."Lo traktir tapi, hiks ... "

Aruna hanya mengangguk, cuman dengan cara ini agar Abel berhenti menangis. Untung saja hari ini Aruna membawa uang lebih, biar sekalian dia akan membeli barang yang dia butuhkan.

"Iya, udah hapus dulu ingus lo!!" Ucapnya sembari terkekeh.

"Ish! Nyebelin!!" Kata Abel cemberut.

"Lo kalau lagi nangis gini lucu juga, Bel. Tapi, kalau lo udah berulah pasti mirip reog." Sindir Arun. Abel hanya menatap Arun tajam dengan mata yang sembab.

.
.
.
.

Sepulangnya sekolah, Abel dan Aruna berniat untuk menonton film yang sedang trend dan mengelilingi mall sebentar. Tadi juga Abel sudah izin kepada Siska untuk pulang telat, dan syukurnya Siska mengizinkannya.

Kecuali Azka. Abel tidak memberitahu Azka kalau dirinya akan pulang terlebih dahulu. Lagian Abel masih kesal sama Azka, siapa suruh tidak pernah menghargai pemberian orang lain.

Mereka berdua terlihat sangat senang sekali sekarang, sudah sangat bagi Abel dan Aruna untuk jalan bareng. Setiap harinya selalu bucin Azka, jadi tidak memiliki waktu untuk Aruna.

Aruna mengerti dengan Abel, lagian baru kali ini Abel bucin sama orang, ya meski Abel datangnya kalau lagi galau saja. Dulu mah boro- boro, ada yang mendekati saja Abel langsung kabur.

Setelah beres menonton, mareka pergi ke restorant untuk mengisi perut mereka yang sedari tadi sudah meminta untuk diisi.

Abel memesan makanan sangat banyak. Apa saja yang menurut Abel enak, pasti akan dia pesan.

Aruna menggeleng melihat kelakuan Abel. Galau sih boleh, tapi gak usah ngabisin duit orang juga!! Untung saja Arun membawa uang lebih, kalau tidak, entah bagaimana nasib mereka nanti.

"Lo udah ngabarin Kak Azka, Bel?" Tanya Aruna.

Abel menggeleng. "Belom." Kata Abel sambil terus mengunyah makanannya.

"Loh, kok? nanti kalau nyariin gimana?" Abel mengangkat bahunya acuh. Arun tidak habis pikir dengan jalan pikir Abel. Kalau Azka pusing mencarinya bagaimana?

"Wah, lo udah gila? Kalau Kak Azka khawatir gimana? Udah cepet kabarin sekarang." Perintah Arun. Abel berpikir sebentar, tidak mungkin kalau Azka mengkhawatirkannya.

"Gak mungkin lah, lag–"

"Tapi tetep aja, Anabel! Mau lo semarah apapun pun itu, lo harus tetep ngabarin. Kasian Kak Azka nyariin lo."

Abel berdecak malas. "Udahlah, gak usah dipikirin." Abel kembali menyantap makanannya.

Aruna membuang nafas lelah, Abel ini sangat keras kepala. Biar mereka saja lah yang menyelesaikannya, lagian kalau Abel galau lagi, pasti bakalan balik kepadanya lagi.

Tidak terasa hari sudah mulai gelap, mereka memutuskan untung pulang saja. Abel juga sudah merasa lelah untuk berjalan lagi.

Mau pulang pun Abel tidak mengabari Azka, malahan Abel terlihat acuh.

BRUM!!

BRUMM!!

Cowok yang berada di belakang Abel dan Aruna melepaskan helm miliknya, berjalan mendekat ke arah mereka berdua.

Aruna yang sadar kalau ada yang mendekat ke arahnya pun langsung menoleh. Ia terkejut ketika melihat ada Azka yang kini sudah berada di hadapannya. Aruna sudah memberi tahu Abel, tapi Abel tidak mengerti sama sekali.

"Apa sih, Run?! Yang jelas kalau ngom—" Omongan Abel terhenti karena ada tangan yang mencengkram tangannya dari samping.

Abel menoleh ke orang itu, dari asalnya mau marah jadi tidak jadi. Orang yang Abel lihat adalah wajah Azka yang terlihat murka.

"Lo ngapain di sini, hah?! Gue pusing- pusing nyariin lo, sedangkan lo malah asik- asikkan belanja, iya?!" Abel kaget karena dibentak oleh Azka.

Abel mencoba melepaskan tangannya Azka cekalan Azka, tapi tenagan Abel tidak sekuat itu." S-sakit."

"Lo nyusahin tau gak?" Mata Abel sudah merah menahan tangisan. " Setidaknya lo kasih gue kabar, jangan bikin khawatir gini."

PLAK!

Aruna menampar wajah Azka.

Azka menunjukkan smiriknya, lalu menatap Arun dengan sangat tajam. Arun bukannya takut malah semakin berani.

"Lo apaan sih, Kak?! Lo bisa halus dikit gak? Gak usah kasar- kasar gitu?! Omongan lo itu bikin Abel sakit hati, babi!!"

Azka tidak mempedulikan Arun, dia malah menarik Abel agar ikut bersamanya.

Aruna menahan tangan Abel. "Abel biar gue yang anter." Tegasnya.

"Gak usah!" Azka manghempaskan tangan Arun dari tangan Abel. Abel melihat Arun seolah berkata. ' Gak papa'

"Naik."  Kata Azka ketus.

Abel masih tetap diam.

"Gue bilang naik!" Abel tersentak. Dengan terpaksa Abel langsung naik ke atas motor Azka, Abel berpegangan ke jok belakang motor. Kalau berpegangan ke Azka, Abel masih takut.

Motor Azka melesat pergi dengan kecepatan sangat tinggi. Tiba-tiba saja Azka mengerem motornya dengan mendadak, membuat Abel refleks memegang pinggangnya.

Dari balik helmnya, Azka tersenyum tipis, sangat tipis.


.

AZKA MAHESPATIH [END]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu