54- Keras kepala

658 149 51
                                    

                                Happy reading.

Hampir setiap pulang sekolah, Abel selalu menyimpang terlebih dahulu untuk menengok Azka. Kadang juga dia suka pulang tengah malam. Sebenarnya Azka sudah melarang Abel untuk datang, tetapi Abel malah tidak mau mendengarkannya.

Dia masuk ke dalam ruangan Azka. Ternyata pria itu sedang memainkan game di handphone miliknya.

"Hai Kak Azka." Sapa Abel. Abel duduk di kursi sebelah tempat Azka. Azka hanya melirik sekilas, lalu kembali fokus pada gamenya.

"Kata Dokter, besok Kak Azka udah boleh pulang."

"Hm." Jawab Azka tanpa menoleh sedikit pun. Lagi pula dia sudah diberitahu lebih dulu sebelum Abel. Dia juga ingin cepat- capet pulang, di sini sangat membosankan.

"Aku seneng deh, akhirnya Kak Azka udah boleh pulang. Tau gak sih? sekolah kalau gak ada Kakak jadi sepi. Aku juga jadi makan sendirian karena gak ada Kak Azka." Katanya sedikit curhat. Memang benar, semenjak Azka dirawat, Abel jadi tinggal berdua, bersama Bi Siti.

Azka menghela nafas panjang. Dia mematikan gamenya. "Bisa diem gak sih?"  Ketus Azka. Telinganya sakit mendengar Abel yang sangat bawel.

"Maaf." Katanya merasa bersalah karena telah mengganggu Azka.

Tak sengaja, mata Azka melirik tangan Abel yang terbungkus perban. Cukup lama dia menatap tangan Abel. Dia jadi khawatir, takut kalau ada hal yang terjadi kepada wanitanya.

Rasanya mulut Azka pengen menguntap dan menanyakan soal keadaan Abel. Ah, tetapi itu sangat susah untuk dilakukan oleh pria keras kepala seperti Azka. Setelah pulang dari rumah sakit, Azka akan mencari tahu sendiri.

Abel yang merasa kalau Azka sedang menatap pun jadi gugup. Merasa malu sendiri, takut jika ada yang aneh dengannya.

"K- kak Azka, butuh sesuatu?" Tanya Abel dengan jantung yang masih berdetak cepat.

Azka yang ditanya seperti itu dengan cepat menggelengkan kepalanya, memalingkan wajahnya dengan Abel. Suasana menjadi sangat camggung, tidak ada orang lain selain mereka berdua.

CEKLEK

Seorang pria paruh baya masuk ke dalam ruangan, membuat Azka dan Abel yang sedang membelakanginya langsung menoleh secara bersamaan. Ketika tahu orang yang masuk tadi, Abel langsung bangkit dari duduknya, berjalan mendekati pria itu.

"O-om?" Dia sangat terkejut dengan kehadiran Herman. Kenapa dia bisa sampe sini, apa ada yang memberitahu pria itu.

"Hai Bel, apa kabar?" Ucap Herman.  Entah tahu dari mana beliau kalau Azka sedang dirawat di rumah sakit. Mengingat kalau Azka sudah mewanti- wanti kepada teman- temannya untuk tidak memberi tahu kepada Papahnya itu.

Tapi kalian jangan lupa juga, kalau Herman adalah seorang Dokter. Jadi ada besar kemungkinan dia memiliki teman yang bekerja di sini (?)

"Baik, Om." Herman tersenyum lega mendengarnya. Dia melirik putranya yang terlihat sangat jelas kalau Azka tidak suka akan kehadirannya.

"Ka–"  Berjalan menghampiri Azka yang kini sedang menatapnya.

Azka tidak tahu kenapa Papahnya itu bisa tahu keberadaannya. Kalau sudah seperti ini, Azka harus siap dengan omel sang Papah.

Azka membuang muka tak suka. "Kalau Papah cuman mau ngomel doang, mending pergi aja." Katanya dengan nada sedikit kasar. Malah untuk bertengkar lagi, lebih baik mengalah.

Herman menarik nafas kasar. Setelah kepergian sang istri, Azka jadi banyak berubah. Dia menjadi anak tertutup dan keras kepala. Tidak ada lagi Azka yang ceria di dalam dirinya.

AZKA MAHESPATIH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang