Yoona berusaha memunggungi laki-laki itu, tapi kemudian sikunya disentuh. "Please?"
"Tidak, Terima kasih." Yoona menekankan tiap katanya supaya laki-laki itu tidak bisa menyalah artikan tekad kuat di balik kata-kata itu.
"Kenapa?"
Yoona tidak ingin membuat malu Yuri dan Siwon. Kalau tidak ia bakal mengingatkan laki-laki licik berambut pirang, bermata biru, dengan tubuh menggiurkan dan senyum buaya itu bahwa ia tidak perlu menjelaskan apa pun pada pria itu karena telah menolak ajakan berdansa laki-laki itu.
Mencari alasan yang bagus.
Akhirnya Yoona cuma berkata, "Aku terlalu banyak berdansa dan kakiku sakit. Nah, maafkan aku, tapi aku harus pergi."
Yoona melangkah pergi, terus memunggungi laki-laki itu. Ia melangkah mengitari meja buffet menuju meja bundar di tengah-tengah ruangan, tempat terdapat air mancur sampanye. Ia menadahkan gelas tulip di bawah salah satu pancuran dan mengisinya.
"Di Sekolah Minggu aku diajari bahwa berbohong itu dosa."
Sampanye memercik ke tangannya ketika Yoona berbalik, matanya kembali tertumbuk ke dada bidang tadi. Ia sangat meragukan laki-laki ini pernah mengikuti Sekolah Minggu. Dan ia yakin bahwa satu-satunya pikiran laki-laki itu tentang dosa adalah dosa apa yang akan dia lakukan berikutnya.
"Aku diajari tidaklah sopan untuk terus-menerus mengganggu orang."
"Kau tidak perlu berbohong, kau tahu."
"Aku tidak berbohong."
Laki-laki itu berdecak. "Dengar, Miss Im, aku sudah mengawasimu satu jam lebih, dan kau belum berdansa sekali pun, walaupun kau sempat beberapa kali diajak."
Pipi Yoona merona, tapi ia lebih jengkel ketimbang malu. "Kalau begitu itu sudah bisa menjadi petunjuk pertama untukmu. Aku tidak mau berdansa."
"Kenapa tidak mengatakannya saja langsung?"
"Aku baru saja melakukannya."
Laki-laki itu tertawa lagi. "Aku suka selera humormu."
"Aku tidak mencoba melucu dan sama sekali tidak peduli apakah kau menyukaiku, selera humorku, caraku makan stroberi, caraku bernapas atau apa pun juga."
"Kau sudah membuat itu cukup jelas, tapi, kau tahu, itu membuat sedikit masalah bagi kita."
"Masalah apa?" Yoona dengan cepat kehilangan kesabaran dan capek meladeni permainan laki-laki ini.
Kalau bukan karena tatapan ingin tahu Mrs. Park, ia bakal meletakkan gelas sampanyenya dan melenggang pergi dari ruangan itu, meminta maaf pada Yuri dan Siwon nanti,
"Masalah apa yang mungkin sama-sama dialami kau dan aku?"
"Kaulihat laki-laki yang berdiri di sana, di dekat keranjang penuh mawar?"
"Siapa? Park Jimin?"
"Kau ingat dia?"
"Tentu saja." Yoona tersenyum dan melambaikan tangan. Merona sampai ke akar rambutnya yang mulai menipis, Jimin balas melambai.
"Yah," laki-laki asing itu melanjutkan, "Jimin dan aku baru saja membuat taruhan."
"Oh?"
"Dia bertaruh alat pancing baru melawan sekardus Wild Turkey bahwa aku takkan bisa tidur denganmu sampai akhir minggu depan. Nah, kalau kau tidak peduli sedikit pun apakah aku menyukaimu atau tidak, bakal sangat sulit bagiku untuk memenangkan sekardus wiski."
Dengan hati-hati laki-laki itu mengambil gelas sampanye yang miring dari jemari Yoona yang memucat dan lunglai sebelum isinya tumpah. Ia meletakkan gelas itu di meja, lalu menarik Yoona ke dalam dekapannya dan berkata,
"Dansa?"
Band sudah memainkan bait kedua lagunya sebelum Yoona sempat bicara.
"Kau bercanda, kan?"
Bahkan mentega pun bakal leleh di bawah senyuman laki-laki itu. "Menurutmu bagaimana?"
Yoona tidak bisa berpikir. Ia tidak pernah bertemu laki-laki yang bernyali besar untuk mengakui telah membuat taruhan macam itu, kalau ia punya cukup keberanian untuk membuat taruhan itu pada awalnya. Tentu saja laki-laki itu mengelabuinya! Hanya saja senyum laki-laki itu tidak membuatnya yakin.
Yoona tidak balas tersenyum. "Menurutku? Menurutku kau tidak bisa menerima kata tidak."
"Tidak ketika aku sangat menginginkan sesuatu."
"Dan kau sangat ingin berdansa denganku?"
"He-em."
"Kenapa?"
"Aku belum pernah bertemu wanita bermata emas."
Mata emas yang dimaksud mengerjap ke arahnya. "Warna mataku bukan emas, tapi cokelat muda."
"Menurutku itu emas." Sahut laki-laki itu keras kepala. "Sesuai dengan namamu. Kira-kira bagaimana ibumu tahu sebelum waktunya untuk menamaimu Yoona?"
Dengan cepat Yoona menyadari Park Jimin pasti memberitahukan namanya pada laki-laki ini. Tidak perlu terkejut. Tapi laki-laki itu tidak mungkin bisa melihat warna matanya dari seberang ruangan, dan Yoona mengutarakan keheranannya pada laki-laki itu.
"Jadi, kenapa kau ingin berdansa denganku?"
Laki-laki itu menariknya lebih dekat. "Seperti kubilang tadi, aku suka caramu makan stroberi berlapis cokelat itu." Mata sewarna laut di Skandinavia itu menunduk ke mulut Yoona lagi.
"Ada bercak cokelat di sudut kiri bibirmu."
Otomatis, Yoona menjulurkan ujung lidahnya dan meraba-raba bercak yang dimaksud. Ketika cokelat itu luruh di lidahnya, laki-laki itu berkata,
"Kena."
Yoona menyentakkan diri dari kerasukan sesaat yang secara ajaib ditimbulkan laki-laki itu.
"Kurasa Jimin sudah memberitahumu segalanya tentang aku."
"Cukup banyak. Tapi beberapa hal ingin kuketahui sendiri."
"Apa misalnya?"
"Apa yang ingin kuketahui tentang dirimu, Yoona, kurasa kau tidak ingin aku mengetahuinya di sini, di lantai dansa."
Yoona menggeliat menjauh dari laki-laki itu dan dengan dingin berkata, "Terima kasih atas dansanya, Mr.-"
"Taehyung, Kim Taehyung. Tapi kau tidak boleh berhenti berdansa sekarang. Mereka sudah memainkan lagu baru." Ia mengayun Yoona ke dalam pelukannya lagi.
_______
YOU ARE READING
Yoona's Return - Taehyung Yoona Version
RomanceRemake Story Taehyung-Yoona Version Original Story by Sandra Brown credits by readnovelsblog.wordpress.com Don't forget to vote and comment✨
Part 3
Start from the beginning
