Satu minggu di kota yang menurut sumpahnya takkan pernah dilihatnya lagi.
Mampukah ia bertahan?
Mungkin. Tapi tidak tanpa kompensasi.
Kompensasi seperti menuruti dorongan kuat sekali atau dua kali, pikirnya sambil mengamati deretan hidangan penutup di ujung meja buffet. Dosa kecil seperti itu akan membantu menjaga kewarasannya.
Aku layak mendapat hadiah, kan? Bagaimana mungkin aku bisa menawarkan dukungan moral pada Yuri kalau aku tidak menguatkan diri dengan makanan-makanan kecil? batin Yoona.
Sebelum sempat menahan diri, Yoona mengambil dua stroberi-bersalut-cokelat-tiga-lapis dari nampan perak dan menemukan pojok yang sepi untuk memakannya.
Itu benar-benar buah terlarang bagi wanita yang ingin mempertahankan kerampingan tubuhnya.
Tapi buah terlarang adalah hal yang dibutuhkan Yoona saat ini. Yoona tak peduli.
Memegang tangkai hijau kecil itu di antara ibu jari dan telunjuknya, Yoona menggigit stroberi pertama. Lapisan cokelat gelap paling luar terasa manis-pahit di lidah. Lalu cokelat susu menyalut langit-langit mulutnya dengan teksturnya yang kaya dan sehalus beledu.
Berikutnya, nyaris seperti anugerah, cokelat putih yang lembut menenangkan dan mempersiapkan indranya untuk menggigit buah merah menggiurkan itu.
Yoona mengunyah dengan pelan, kenikmatan penuh dosa, membiarkan tiap lapisan cokelat meleleh dan memenuhi mulutnya dengan rasa manisnya yang khas.
Itu pengalaman sensual, bukan cuma untuk Yoona.
Tapi juga untuk laki-laki yang mengawasinya dari seberang ruangan.
Bersandar santai ke dinding, dengan pergelangan kaki disilangkan, kaki-kaki panjang tertekuk, kedua lengan dimasukan ke saku celana beludrunya. Ia mengawasi gigi Im Yoona melumat dua stroberi berlapis cokelat.
Gadis itu membuat melahap stroberi terlihat seperti aktivitas erotis hingga mulutnya sendiri berliur, lebih karena ingin mencicipi bibir dan lidah yang tampak begitu menggiurkan dibanding stroberinya.
“Kulihat kau masih memperhatikan wanita itu.”
Laki-laki itu memindahkan bobot tubuhnya, tapi tidak mengalihkan perhatiannya dari wanita itu.
“Im Yoona sangat enak dilihat,” akunya pada pria yang kembali bergabung dengannya.
“Dari dulu. Salah satu gadis tercantik di sekolah. Berkelas, mahal, kau tahu”
“Apa yang dilakukannya sebelum dia pergi tidak bisa dianggap berkelas. Kenapa dia melakukannya”
“Yah, kalau aku tahu, berarti cuma aku satu-satunya yang tahu.”
Pria yang lebih tinggi menunduk pada teman-nya. “Oh ya? Dia melakukannya lalu pergi begitu saja?”
“Begitu saja.” Temannya menjentikkan jari.
“Meninggalkan mempelai pria— Kim Seokjin, kau tahu dia—tak berdaya.”
Ia menyikut rusuk pria satunya.
“Tidak bermaksud menyindir.
Mereka berdua tertawa, tapi tidak cukup keras untuk merebut perhatian dari mempelai pria dan wanita, yang tengah sibuk membuka kado-kado pernikahan di tengah seruan oooh dan aaah yang sarat kekaguman.
“Jadi dia seharusnya menikah dengan Kim Seokjin?”
“He-eh. Tentu saja orang-orang berspekulasi.”
Yang diperlukan hanyalah bertanya, menaikkan alis, maka pria kedua dengan segala senang hati menceritakan kemungkinan pertama dan serangkaian kemungkinan yang digosipkan di meja permainan kartu dan di tempat jemuran.
Laki-laki itu mengawasi Yoona sambil merenung beberapa saat lamanya, mengamati wanita itu menghentikan pelayan yang lewat dan memberikan piring kosongnya.
“Kurasa aku akan mengajaknya berdansa.”
Ia menghela tubuh atasnya dari dinding, tapi suara tawa temannya menghentikannya.
“Semoga beruntung, Bung.”
“Kedengarannya menurutmu aku membutuhkan itu.”
“Kau takkan bisa menyentuhnya dengan tongkat sepanjang tiga meter sekalipun.”
“Aku tidak ingin menyentuhnya dengan tongkat sepanjang tiga meter. Aku ingin menidurinya.”
Pria satunya berhenti tertawa dan melongo. Ia tidak pernah mendengar temannya berbicara selancang itu.
Oh, dia selalu berbicara seperti layaknya laki-laki, bertukar lelucon kasar. Tapi cerita-ceritanya selalu tentang orang lain. Dia tidak pernah menceritakan kehidupan pribadinya. Dia tidak perlu membual.
Kehebatannya sudah tersohor di seantero kota.
Pria itu tersadar dari keterkejutannya “Aku tahu rekam jejakmu dengan wanita sangat mengesankan. Tapi itu tidak bakal terjadi kali ini.”
“Kenapa kau berpikir begitu?”
“Dari apa yang kudengar, Yoona benar-benar anti laki-laki. Dia tidak mau berurusan dalam hal apa pun yang berkaitan dengan laki-laki. Mengubah laki-laki jadi batu seperti wanita di mitologi Yunani itu.”
Alih-alih menciutkan nyali si pria tinggi, potongan informasi itu semakin membangkitkan rasa ingin tahunya. Ia selalu menyukai tantangan. Matanya menyipit seraya terus mengawasi Yoona.
Temannya mengenali tatapan menilai itu.
“Aku tahu apa yang kaupikirkan. Tapi kau takkan bisa menjinakkan yang satu itu.”
“Kau meragukan kemampuanku?”
“Sejauh menyangkut Yoona Im, ya.”
Seringai culas itu tersungging pelan.
“Taruhan?”
______
To be continued
ESTÁS LEYENDO
Yoona's Return - Taehyung Yoona Version
RomanceRemake Story Taehyung-Yoona Version Original Story by Sandra Brown credits by readnovelsblog.wordpress.com Don't forget to vote and comment✨
Part 2
Comenzar desde el principio
