Penyesalan

70 14 5
                                    

Markus terpekur di meja makan apartemennya. Setelah kepergian Rosa, suasana apartemen terasa sangat sepi bagi Mark. Meskipun hanya sebentar, namun kehadiran Rosa cukup membekas di setiap sudut apartemen mereka.

Di dapur


Di meja makan


Di ruang TV


Mark rindu celotehan Rosa yang dulu dia anggap sangat mengganggu. Anggap saja dia mulai tidak waras, tapi Mark jadi suka bicara sendiri untuk mengatasi rasa sepi yang mulai mencekiknya ini.


Mark menghela napas panjang. Ingatan samar tentang masa kecilnya perlahan-lahan mulai tercetak jelas di kepalanya setelah pembicaraan terakhirnya dengan Daniel dua hari yang lalu.


Takdir yang menggelikan menghubungkan dirinya, Daniel dan Rosa.


Dia adalah anak kecil yang selalu mengintip dengan penuh rasa iri setiap kali Daniel kecil bermain dengan Rosa. Mark selalu ingin diajak bermain bersama dengan Daniel dan Rosa.



Rosa adalah cinta pertama Daniel yang kakaknya itu cari setengah mati.



Dia mencintai cinta pertama kakaknya sendiri.


Suara pintu apartement dibuka dari luar tidak membuat Mark beranjak dari tempatnya. Dia tahu siapa yang datang. Hanya teman-temannya yang Mark berikan akses masuk ke dalam apartementnya sejak Rosa pergi.



Pergi karena kesalahan bodoh Mark yang terlambat menyadari perasaannya.


“Lembek banget kayak pisang kelewat mateng, Bray….” ucap Hendery. Mengganti sapaan ‘Halo’ atau ‘Selamat Siang, Sore, Malam’ yang lazimnya diucapkan sebagai salam.


“Udah kayak perawan ditinggal kawin Lo….” sambung Luke di belakang Hendery.


“Kalau kalian berdua masih mau hidup seribu tahun lagi, mending buruan mingkem deh sekarang. Jangan ganggu macan tidur…” tegur Jeremy.


“Macan melempem…. Kayak kerupuk….” sambar Luke lagi.


PLAK !!!!


“Mending mulut lo sekolahin yang bener dulu sana…. Jangan ngewe mulu aja kerjaan…. Sedih nanti para Founding Fathers ngelihat kelakuan generasi muda macam kalian ini….” Reza yang menggeplak belakang kepala Luke dan Hendery. Memperingatkan agar mereka tidak menjadikan situasi Mark sebagai bahan candaan tidak bermutu mereka berdua.


“Heh Reza !!! Kepala gue nggak dijual terpisah tahu !!!!” sungut Luke.


“Bagus deh…. Biar otak lo nggak gue ganti sama otak-otak ikan tenggiri….” balas Jeremy.


Hendery dan Luke mendengus sebal. Mereka berdua berjalan masuk ke dalam apartement sambil menghentak-hentakkan kaki mereka dan memilih untuk duduk di atas sofa yang ada di depan TV. Sementara Reza dan Jeremy memilih duduk di depan Markus.


“Makan Mark… Lo baru aja kecelakaan kalo lo nggak lupa….” Reza menyorongkan sekotak makanan siap saji kesukaan Markus.


“Atau lo makan ini deh. Ini dessert terbaru rasa semangka.” ganti Jeremy yang berusaha membujuk Markus untuk makan.


No, thanks Bro….” lirih Mark.


Jeremy berdecak pelan. Dia menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi, menatap Mark tajam sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.


HibiscusWhere stories live. Discover now