Pangeran KW super

76 16 3
                                    

Annelise tidak kunjung berhenti tertawa bahkan setelah mereka (baca : Annelise, Markus, Anyelir dan Rosa) harus buru-buru menyelesaikan acara makan malam mereka setelah satu kejadian memalukan, setidaknya itu menurut Anyelir, terjadi antara Rosa dan Markus.

Entah mendapatkan keberanian dari mana, Rosa tiba-tiba mencium pipi Markus di hadapan Annelise dan Anyelir. Mengingat kembali bagaimana wajah terkejut Markus saat Rosa dengan berani menciumnya membuat Annelise tidak bisa menahan tawanya.

“Maaf Nyonya…. Apa Nyonya tidak apa-apa? Atau, apa tadi Tuan Markus membuat masalah?” tanya Seno dengan nada cemas. Tidak biasanya dia melihat Nyonya besarnya itu bertingkah tanpa kendali seperti malam ini.

Annelise masih saja tertawa sambil sesekali mengusap air mata yang jatuh dari kelopak matanya. Mata Seno menangkap gerakan Annelise lewat mirror view yang ada di bagian tengah mobil.

“Nyonya menangis ? Apa saya perlu membelikan Nyonya sesuatu ?”

“Tidak…. Tidak perlu…. Saya tidak apa-apa Seno… Saya hanya tertawa… Apa itu salah ?” ucap Annelise di sela-sela tawanya.

“Euhmm… Tidak apa-apa sih Nyonya… Hanya saja, Nyonya tertawa lalu menangis. Lalu tertawa lagi. Jujur saja, saya jadi mengkhawatirkan Nyonya. Apa ini karena ide saya yang mengusulkan agar Tuan Markus menikah? Apakah saya harus menghubungi Tuan Daniel ?”

Tawa Annelise semakin menjadi-jadi. Seno pun akhirnya memilih untuk diam saja dan membiarkan Nyonya besar Oetama itu untuk memuaskan keinginannya untuk tertawa.

Tawa Annelise terjeda saat dia merasakan getaran dari dalam tas tangannya. Annelise berdeham pelan untuk mengatur emosinya, membuka tas tangan dengan hiasan kristal swarovsky pada bagian depannya lalu meraih ponselnya yang sejak sore dia biarkan di dalam sana.

Ternyata Daniel sudah beberapa kali mencoba menghubunginya. Hati Annelise menghangat. Tidak perduli seberapa sibuk Daniel dengan urusan perusahaan, dia akan menyempatkan diri, meskipun hanya untuk percakapan singkat selama tiga menit, menghubungi Annelise dan menanyakan kabarnya.

“Hallo Daniel….”

“Nenek…. Apa Nenek baik-baik saja ? Kenapa Nenek tidak menjawab teleponku?” suara Daniel terdengar khawatir.

“Astaga…. Daniel…. Apa kamu juga seposesif ini dengan pacarmu?”

“Nenek…. Jangan mengalihkan pertanyaanku dengan pertanyaan yang lain….”

“Baiklah… baiklah… Nenek tidak akan melakukannya…. Maafkan Nenek karena terlambat menjawab teleponmu, Dan. Nenek sedang makan malam dengan kenalan lama Nenek. Bersama Markus juga.”

“Markus ? Makan malam dengan Nenek ? Astaga…. Apa yang kalian bicarakan saat itu ?”

“Nanti Daniel. Nenek akan menceritakan semuanya nanti. Sekarang, fokus saja dengan pekerjaanmu di Jepang. Nenek tunggu tiga hari lagi. Kita makan siang bersama dengan pacarmu, bagaimana ?”

“Baiklah… Nenek jaga kesehatan ya… Kalau Markus membuat masalah, segera hubungi aku.”

Mendengar nama Markus disebut, kilsan kejadian saat makan malam tadi kembali muncul di kepala Annelise. Membuat wanita paruh baya itu kembali mendengus kecil sambil tertawa.“Tidak…. Markus tidak akan membuat masalah lagi….”

“Eiyyy….. Ada apa ini ? Sejak kapan Nenek mulai bermain rahasia denganku ??? Ah, sebentar Nek…”

Daniel menjeda panggilannya. Sepertinya dia sedang bicara dengan seseorang dengan menggunakan bahasa Jepang. Annelise jadi tidak sampai hati membuat Daniel menunda urusannya lebih lama.

HibiscusUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum