Ngedate ????

64 20 2
                                    

“Enggak !!! Pokoknya Markus nggak mau !!! Granny aja yang temenin cewek aneh itu… Kan Granny yang nyuruh Markus nikahin dia, jadi Granny lah yang urus semuanya. Jangan bawa-bawa Markus….” Markus bersedekap sambil merengut kesal menatap wajah Annelise yang baru saja meminta-setengah memerintah sebenarnya- Markus untuk menemani Rosa mempersiapkan perintilan acara pernikahan mereka.


“Mark…. Ayolah…. Kasihan itu Rosa sudah datang sejak pagi ke sini….” bujuk Annelise.


“Siapa yang suruh dia datang pagi-pagi ke rumah ini ? Granny kan ? Ya udah…. Granny dong yang tanggung jawab. Bukannya itu yang selalu Granny ajarin ya. Bertanggung jawab sama omongan kita sendiri. Eh, malah Granny lempar tanggung jawab begitu….”


Kepala Annelise langsung berdenyut nyeri. Setiap kali berhadapan dengan Markus, Annelise harus benar-benar mempersiapkan diri dengan balasan-balasan pemuda itu. Sudah mirip pengacara yang suka nongkrong di warkop saja si Markus itu. Selalu saja mendebat semua ucapan Annelise.


Tapi Annelise juga tidak bisa kalah begitu saja dari cucu keras kepalanya itu. Membesarkan Markus selama belasan tahun membuat Annelise tahu titik lemah cucunya itu. Titik lemah yang bisa dia manfaatkan di saat-saat genting seperti ini.


“Markus Oetama…. Uhuk….uhuk….” Annelise memasang raut wajah memelas ditambah dengan akting berpura-pura sakit di depan cucunya itu.


“Tolong Nenek ya…. Sekali ini saja…. Badan Nenek sakit semua…. Nenek sudah tua, Mark. Uhuk…. Uhuk….. Nenek tidak akan kuat berjalan seharian untuk mencari semua kebutuhan pernikahan kalian…..” kilah Annelise.


Markus memainkan bibirnya. Annelise berusaha sebisa mungkin mempertahankan aktingnya. Dia tahu cucunya itu sedang goyah. Sebengal dan senakal apapun Markus Oetama, dia tetap tidak akan tega melihat Annelise memohon seperti itu.


“Biar Rosa pergi dengan Om Suneo aja kalo gitu….”


“Kan yang mau menikah dengan Rosa itu kamu, bukannya Seno. Nanti Seno dikira sugar daddy kalau menemani Rosa fitting baju pengantin di butiknya Norma Jean.”


Markus menghentak-hentakkan kakinya. Dia benci berada di dalam keadaan dilema seperti ini. Di satu sisi dia tidak ingin berlama-lama berada di suatu ruangan dengan Rosa, cewek aneh yang selalu memanggilnya dengan sebutan pangeran. Markus tahu kalau wajahnya itu tampan. Buktinya banyak teman sekolah dan teman kampus sampai ke kakak-kakak tingkat yang jatuh ke dalam pelukan Markus. Tapi kan, si Rosa nggak perlu terang-terangan memanggil Markus dengan sebutan pangeran di depan umum.


Geli-geli anjay gitu Markus dengernya.


Belum lagi tingkah polah si Rosa yang absurd dan tidak bisa ditebak. Mungkin Markus harus selalu mengenakan face shield setiap kali bertemu Rosa. Sekedar jaga-jaga seandainya si cewek aneh itu tiba-tiba mencium Markus tanpa ada peringatan sebelumnya.



“Markus……” panggil Annelise.


“Baiklah…. Okay…. You win …. Tapi, aktifkan kartu Mark yang satu lagi. Granny nggak mau tiba-tiba ada tulisan declined pas Markus transaksi di butik Tante Norma kan?”


Annelise menarik napas panjang. Bargaining yang diajukan oleh Mark barusan sebenarnya lebih banyak menguntungkan Markus daripada Annelise. Daniel memang sudah mengaktifkan kembali salah satu black card Markus. Tapi, tidak ada yang tahu apa saja yang sudah dibeli oleh anak itu dengan menggunakan satu-satunya black card yang diberikan kepadanya. Informasi dari Suneo,eh Seno, Markus menambah koleksi motor sportnya yang sekarang terparkir rapih di garasi kediaman mereka. Annelise tidak mau nama besar Oetama tercoret dan menjadi bulan-bulanan wartawan hanya karena kartunya ditolak saat melakukan transaksi di butik milik Norma Jean.


HibiscusWhere stories live. Discover now