Ide Om Suneo

88 17 3
                                    

Di dalam ruang kerjanya, Annelise Oetama meluruskan badannya setelah pertemuan dengan beberapa pemegang saham. Staminanya tidak sekuat dulu saat dia masih berusia tiga puluhan. Annelise bermaksud untuk memejamkan matanya sejenak untuk mengistirahatkan pikirannya saat dia mendengar langkah kaki berderap masuk ke dalam ruangannya.

" Nyonya Annelise !!!"


Annelise membuka matanya dan menemukan salah satu asisten kepercayaannya, Seno, berjalan menuju ke arahnya sambil membawa beberapa dokumen yang sepertinya terlihat sangat penting.

" Dokumen apa lagi yang harus aku baca sekarang ? Tidak bisakah kalian membiarkan orang tua sepertiku beristirahat sebentar ?" Keluh Annelise.

Seno berhenti di depan meja kerja Annelise kemudian meletakkan tumpukan dokumen yanh tadi dia bawa ke atas meja Annelise. Sementara menunggu Annelise selesai membaca semua dokumen tersebut, Seno memilih berjalan menuju mini bar di dalam ruangan kerja Annelise kemudian membuatkan secangkir teh herbal untuk Nyonya besar keluarga Oetama itu.

" Terima kasih, Seno....." ucap Annelise tanpa menoleh saat Seno mengulurkan teh herbal buatannya. Setelah meletakkan teh, Seno membungkuk sekilas lalu mundur selangkah dan berdiri di depan meja kerja Annelise.

"Apa kau tidak lelah menungguku seperti itu ? Kembalilah ke ruanganmu...." usul Annelise.

" Tidak apa-apa Nyonya. Saya akan menunggu di sini sampai Nyonya selesai memeriksa semua dokumen itu" tolak Seno sopan. Ini adalah pekerjaan yang selalu dia lakukan selama bertahun-tahun.

"Sudah berapa tahun kau bekerja untuk keluargaku, Seno ?" tanya Annelise tiba-tiba. Dia membuka kacamata baca yang dia kenakan lalu menatap wajah Seno.

Seno mengernyitkan dahinya. "Kurang lebih tiga puluh tahun Nyonya...." jawab Seno.

"Banyak yang bilang kalau usia manusia itu paling lama tujuh puluh tahun. Jika kau sudah tiga puluh tahun bekerja di sini, bukankah itu berarti hampir separuh hidupmu kau habiskan di perusahaan ini, Seno ? Apa kau tidak bosan ?"

"Saya sudah berjanji pada mendiang Tuan Besar akan terus mengabdi di keluarga Anda, Nyonya. Ada apa ? Apakah saya membuat kesalahan ?"

Annelise tertawa pelan melihat perubahan wajah asistennya itu yang tiba-tiba terlihat pucat.

"Tenang saja Seno. Aku tidak mungkin memecatmu. Siapa lagi komplotanku yang bisa membantuku menghadapi kenakalan seorang Markus Oetama selain dirimu."

"Lalu, kenapa Anda tiba-tiba menyinggung berapa lama Saya sudah bekerja dengan Anda, Nyonya?"

"Kau masih ingat dengan keluarga Adhitama ?"

"Maksud Nyonya, keluarga dari Profesor Daru Adhitama ?"

Annelise mengangguk.

"Tentu saja Nyonya. Setiap kali saya menemani Tuan dan Nyonya berkunjung ke kediaman mereka di Bogor, saya selalu diberikan makanan yang luar biasa enak oleh istri Profesor Adhitama." jawab Seno. Dia memiringkan kepalanya sedikit. "Ada apa dengan keluarga Adhitama, Nyonya ? Ada yang harus saya kerjakan? "

Annelise menarik napas panjang.

"Puspa sudah menyusul suaminya. Seminggu yang lalu...." desah Annelise.

"Puspa ? Maksud Nyonya, istri dari mendiang Profesor Adhitama ?"

"Benar, Seno. Menantunya menemuiku tadi siang. Sepertinya, tinggal aku sendiri yang tersisa di sini. Waktu cepat sekali berlalu. Terakhir kali aku bertemu Puspa saat suaminya meninggal dunia. Setelah itu, aku tidak pernah lagi menemuinya. Padahal, kami sama-sama ditinggalkan."

HibiscusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang