Walau wajahnya tampak tidak terlalu tua, aku melihat ada beberapa bagian rambutnya yang sudah tampak memutih. Dia mengenakan kaos berwarna hitam dan celana jeans biru panjang.

Saat melihatnya, aku merasakan suatu keanehan yang sebelumnya tak pernah kualami. Biasanya setiap kali aku melihat dan berdekatan dengan seseorang ataupun makhluk halus, aku bisa merasakan energi dan hawa dari mereka. Tetapi kali ini, walau dia jelas-jelas berada di depan mataku, aku tidak bisa merasakan energi dan hawa yang memancar darinya.

Saat pertama kali melihatnya, firasatku mengatakan bahwa dia bukanlah orang biasa. Ada sesuatu yang spesial dari pria itu, tapi aku tak tahu itu sebenarnya apa.

Pria itu memulai pembicaraan dengan bertanya ramah, "Bagaimana kabarnya? Apa sudah membaik?"

Aku terkesan dengan suara kharismatik dari pria itu. Baru kali ini aku mendengarkan seseorang yang memiliki suara sedalam itu.

Aku mengangguk pelan lalu bertanya, "Ada urusan apa dengan saya, Pak?"

"Saya mau mendengar langsung dari kamu, bagaimana kejadian sebenarnya," jawabnya.

"Maaf, Pak. Daya tidak ingin mengingatnya lagi," balasku menolak.

"Kenapa? Karena kamu merasa bersalah?" tanya pria itu.

Aku diam sejenak lalu menatapnya dengan serius.

"Apa kamu pikir dengan sibuk menyalahkan diri, masalah ini akan selesai?"

"Apa Putra gak bilang sama kamu? Saat kamu ingin ikut campur dalam masalah gaib, artinya kamu harus siap untuk bertaruh nyawa," ucap pria itu dengan datar.

Aku pun jadi teringat ucapan Putra, tentang mengapa dia tidak sembarang menerima pasien, sebab dia harus bekerja secara totalitas dan apabila ada sesuatu yang salah, nyawa adalah taruhannya. Namun aku merasa, sesuatu yang menjadi kesalahan itu adalah diriku. Aku adalah penyebab mengapa nyawanya menghilang.

"Mungkin kelelawar itu lagi tertawa terbahak-bahak sekarang," celetuk pria itu dengan santai.

Aku terkejut dan seketika terbangun dari lamunanku.

Spontan aku bertanya dalam hati, "Kenapa dia bisa tahu tentang si kelelawar?"

Sejenak kemudian, dengan nada yang dingin, terucap sebuah pertanyaan dari mulutku, "Bapak tahu itu dari mana?"

"Saya sudah mengecek sendiri ke alam mereka. Makanya sekarang tergantung pilihan kamu saja. Antara kamu ingin tetap diam di sini saja, atau kamu ingin ikut dengan saya untuk melihat akhir dari masalah ini," jelasnya.

Ternyata sesuai dugaanku, pria ini bukanlah orang biasa. Dari cara bicara dan gelagatnya yang santai, tampaknya dia merupakan orang yang sudah biasa berurusan dengan alam gaib. Namun aku juga sebenarnya bingung, akan apa hubungan pria ini dengan Putra.

"Bagaimana caranya saya bisa ikut dengan Bapak, kalau kondisi saya saja masih seperti ini," balasku dengan pesimis.

"Saya hanya butuh jawaban kamu. Ingin ikut atau tidak," ucapnya dengan tegas.

Aku kembali diam sejenak, lalu bertanya dalam batinku. Kalau aku memilih untuk tidak ikut, sepertinya aku akan menyesal karena tak bisa melihat akhir dari masalah ini. Tetapi kalau aku ikut, bukannya aku sudah berjanji untuk tidak berurusan dengan kelelawar itu lagi? Aku mulai merasakan dilema, aku tak tahu harus menjawab dan memilih apa untuk saat ini.

"Apa yang membuat kamu ragu?" tanya pria itu.

"Sebelumnya aku telah berjanji untuk tidak berurusan dengan makhluk itu lagi," jawabku.

"Kamu tidak perlu turun tangan dan ikut campur. Kamu cukup diam dan ikut menyaksikan saja," balasnya dengan percaya diri.

Entah kenapa aku merasa apa yang diucapkannya bukan cuma omong kosong belaka. Walau belum melihat kemampuan aslinya, entah kenapa aku bisa merasa percaya akan ucapannya.

"Ok, Saya ikut. Tapi sekarang saya harus ngapain?" tanyaku bingung.

"Pejamkan kedua matamu," perintahnya.

"Pelan-pelan, mulai rilekskan seluruh tubuhmu."

"Biarkan saja perkataan-perkataan di pikiranmu datang. Biarkan mereka datang hingga pergi dengan sendirinya. Jangan berusaha menghilangkannya. Biarkan semuanya mengalir dengan natural."

Aku pun mencoba mengikuti setiap instruksinya dengan sungguh-sungguh. Beberapa saat kemudian, saat diriku sudah merasakan ketenangan, tiba-tiba aku merasakan ada energi besar yang muncul dan mengalir dari ujung kaki sampai ujung kepalaku.

"Jangan panik, nikmati dan perhatikan saja aliran energi yang muncul."

Mendengar ucapan itu membuatku kembali tenang dan mulai fokus memperhatikan energi yang bergetar. Perlahan demi perlahan, aku mulai merasa ada sesuatu dari tubuhku yang seperti ingin ditarik keluar.

"Jangan dilawan, pasrahkan saja."

Aku mencoba mengikuti instruksinya dan seketika tarikan itu pun terasa semakin kuat. Spontan ada keraguan di dalam batinku, seperti ada reaksi perlawanan dari naluriku, yang otomatis aktif jika merasakan bahaya.

"Jangan takut dan ragu. Tidak akan terjadi apa-apa denganmu."

Anehnya, pria itu mengerti akan setiap situasi dan apa yang sedang kurasakan. Karena itu, aku pun memutuskan untuk mempercayai dan mengikuti setiap instruksinya.

Sesuai instruksinya, saat baru saja aku berniat dan memulai untuk berpasrah, getaran itu seketika menghilang. Penglihatanku yang tadinya gelap gulita karena memejamkan mata, tiba-tiba berubah menjadi pemandangan yang familiar.

Aku melihat interior rumah sakit yang selama ini menjadi pemandangan sehari-hari bagiku. Aku pun menyadari, bahwa inilah yang dinamakan raga sukma.

Saat aku menoleh, aku melihat pria itu sedang memandangku dengan santai. Dia mengangguk pelan lalu menunjuk jarinya ke arah belakangku. Spontan aku berbalik dan melihat sudah ada sebuah portal yang memancarkan sinar ungu terang di sana.

"Ayo masuk."

Aku spontan menoleh ke arah asal suara itu berada, yaitu tepat berada di sebelah kiriku. Saat aku menoleh, ternyata pria itu telah berdiri tegap di sampingku. Aku penasaran dan kembali melihat ke arah belakang lagi.

Aku bisa melihat tubuhku yang tampak tertidur dan di sebelahnya ada pria itu yang sedang diam dengan tatapan mata yang tampak kosong.

"Tunggu apa lagi, ayo pergi," ucap pria itu.

Tanpa sempat merespon ucapannya, aku beserta pria itu pun bergerak dan masuk ke dalam portal itu secara bersamaan.

Dalam sekejap mata, apa yang ada di pandanganku telah berubah. Apa yang di pandanganku adalah serba emas. Baik itu, dinding, pilar, aksesoris dan bahkan lantainya serba emas.

Namun dari semua itu, ada pemandangan yang lebih mencolok lagi. Sosok kelelawar bernama Jatuhu yang sebelumnya sudah kukalahkan, sedang berlutut dan memohon ampun kepada dua orang yang sedang berdiri di depannya. Aku tidak bisa melihat wajah dari kedua sosok itu, sebab mereka berposisi membelakangiku.

"Ampun, aku bersumpah untuk menjadi pengikut setia kalian selamanya," ucap Jatuhu sembari mengetuk-ngetukkan kepalanya ke lantai.

Kedua sosok itu tidak memperdulikan sama sekali ucapan dari Jatuhu. Mereka berbalik badan dan seketika membuatku memerhatikan mereka dengan seksama. Dari kedua sosok pria itu, aku merasakan suatu kejanggalan dari mereka berdua. Aku merasakan penampilan dan energi mereka yang sangat kontras.

Di satu sisi, pria yang berwajah oriental dengan memasang ekspresi kaku itu memiliki energi yang sangat tenang. Dia ibarat gunung yang berdiri tegap yang apabila murka akan meledak dengan dashyat.

Pria itu mengenakan pakaian serba kuning, mirip dengan sosok praktisi pembasmi vampire di film tiongkok zaman dulu. Tampak logo yin-yang di beberapa bagian pakaiannya.

Sedangkan di sebelahnya, ada pria dengan wajah yang tampan sedang tersenyum. Jika di dunia nyata, bisa dibilang penampilannya akan menarik setiap perhatian dan pandangan mata dari kaum hawa.

Dia mengenakan pakaian, aksesoris dan jubah yang serba hitam di tubuhnya. Pandangan matanya yang tajam dan menarik seakan-akan bisa menghipnotis. Dari pria itu, aku merasakan hawa dan energi gelap yang sangat liar.

"Mereka berdua akan menjadi gurumu," ucap pria yang berada di sampingku.

Bersambung ...

Awakening - Sixth SenseWhere stories live. Discover now