Walaupun ketiga harimau dan pria berjubah merah tak henti-hentinya menyerang dan menghabisi mereka, tetapi sosok dengan penampilan yang mirip selalu muncul tak tau dari arah yang mana.

Pagar ghoib yang dipasang Putra pun tampak mulai bergetar dan goyah karena serangan bertubi-tubi yang mereka lancarkan. Melihat itu, ekspresi para sosok itu tampak semakin liar dan buas saat memandangi kami, bagaikan ingin menyantap kami hidup-hidup.

Sosok pendekar dengan wajah yang mirip dengan harimau loreng muncul di samping Putra secara tiba-tiba. Putra menatap sosok pendekar itu sesaat lalu dia mulai memejamkan matanya sambil berkomat-kamit dengan bahasa yang tak kumengerti.

Aku pun berpikir bahwa sepertinya Putra memanggil sosok pendekar itu untuk melindungi tubuhnya agar dia bisa fokus di saat sedang membaca mantra.

Hingga tak lama kemudian, pagar gaib yang dipasang oleh Putra akhirnya pecah dan berhasil ditembus oleh makhluk-makhluk itu. Tanpa basa-basi, ketiga harimau itu langsung melindungi tubuh Bu Nirma dengan sigap. Mereka mengelilingi tubuh bu Nirma tanpa membiarkan adanya celah.

Sementara itu, sebagian dari sosok itu dengan cepat berlari dan menerjang posisiku yang sedang duduk di kursi. Tetapi pria berjubah merah dengan sekejap mata langsung berubah menjadi ular raksasa yang menutupi sekujur tubuhku dengan tubuhnya, bagaikan sedang melilit.

Sosok-sosok itu pun langsung mencabik-cabik tubuh ular merah raksasa. Mereka berusaha sebisa mungkin untuk menggapai posisiku. Ular merah raksasa itu pun tak mau diam saja, dengan cepat dia langsung menerkam semua sosok yang menghinggapi dan menyerang tubuhnya.

Situasi kami pun semakin lama tampak semakin darurat. Aku juga semakin panik, sebab tak ada yang bisa kulakukan selain menunggu Putra. Saat kuperhatikan, ternyata Putra masih sibuk berkomat-kamit membacakan mantra. Sedangkan pendekar yang ada di sisinya sibuk melindunginya dari terjangan para sosok itu.

Hingga beberapa saat kemudian, tiba-tiba muncul energi yang terang dari tubuh Putra. Energi itu perlahan-lahan mulai membesar dan mengisi seluruh ruangan.

Semua sosok menyeramkan itu langsung terpental keluar dari area rumah Putra. Aku juga bisa mendengar suara ledakan keras yang muncul setelah para sosok itu terhempas keluar dari rumah.

Sepertinya Bu Nirma juga mendengar suara ledakan itu, sebab tampak ekspresi wajah Bu Nirma yang sangat kaget dan mengusap telinganya. Bu Nirma memandangku layaknya sedang bertanya apa yang sebenarnya sedang terjadi. Namun aku hanya diam dan memusatkan perhatianku kepada Putra.

Lalu tanpa basa-basi, Putra berjalan menuju pintu masuk rumahnya. Aku dan Bu Nirma pun spontan mengikutinya dari belakang. Persis di depan pintu rumahnya, Putra mulai kembali berkomat-kamit membacakan suatu rapalan.

Energi kuning emas kembali muncul dan mulai menyelimuti keseluruhan rumah Putra. Makhluk-makhluk yang tadinya terhempas itu pun tiba-tiba hilang seketika entah kemana.

"Atas izin dan kuasa-Nya, semua makhluk yang berniat jahat tak akan bisa memasuki dan menembus pagar gaib rumah ini," ucap Putra perlahan.

"Terjadilah ... terjadilah ... terjadilah ...," ucap Putra tiga kali.

Energi yang menjadi pagar gaib rumah Putra tiba-tiba bersinar semakin terang benderang, layaknya seperti ditambahkan efek kilauan emas. Aku merasa pagar ghoib yang dipasang Putra barusan lebih kuat berkali-kali lipat dari sebelumnya. Sebab aku melihat energi pagar ghoib itu tampak semakin tebal dan mencolok.

Putra menghela nafas dalam-dalam, lalu menatapku dan Bu Nirma.

"Kita lanjutin bicara di ruang tengah lagi yuk," ucap Putra pelan.

Sesampainya di ruang tamu, kami kembali ke posisi semula. Putra mendeham, lalu perlahan memulai berbicara.

"Yang barusan terjadi itu salah satu dari ulah makhluk pesugihan yang Ibu lihat sebelumnya. Dia gak terima kalau Ibu mau membatalkan perjanjian," ucap Putra pelan.

Awakening - Sixth SenseWhere stories live. Discover now