"Sorry, Ram. Gua niat bercanda doang," ucap Putra merasa bersalah.

"Gapapa, Put. Santai aja," balasku.

Setelahnya kami hanya berbincang-bincang santai, hingga tak lama kemudian, akhirnya kami sampai di depan rumah Putra. Di depan sana, ternyata sudah ada seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri sambil memandang ke arah kami. Sepertinya wanita itu adalah klien yang dimaksud Putra.

"Maaf, Bu. Udah lama nunggu, ya?" tanya Putra dengan ramah.

"Nggak kok, Mas. Saya baru sampai juga," jawab wanita itu.

Setelah itu Putra langsung mempersilakan wanita itu masuk dan duduk di ruang tamunya. Begitu juga Aku dan Putra, duduk di kursi yang berseberangan dengan wanita itu.

Saat memandang wanita itu, aku bisa merasakan hawa dan aura yang sangat negatif dari tubuhnya. Berbeda dengan hawa negatif biasanya, aura gelap yang dipancarkannya tampak redup, tetapi entah kenapa terasa mengerikan bagiku.

"Nama saya Nirma," ucap wanita itu dengan pelan sambil mengulurkan tangannya.

Putra membalas salaman tangannya seraya berkata, "Saya Putra, Bu. Temen yang di sebelah saya ini namanya Rama."

Bu Nirma hanya mengangguk pelan. Melihat Bu Nirma yang tampak lesu, aku jadi berpikir, apa dia sebenarnya memang pemalu atau menjadi murung karena sedang dilanda banyak masalah.

"Jadi Ibu punya keluhan apa, ya? Boleh pelan-pelan diceritakan ke saya," ucap Putra dengan ramah.

"Saya pakai pesugihan, Mas." Bu Nirma berkata secara blak-blakan dan dengan nada yang datar.

Entah kenapa, mendengar ucapannya langsung membuat bulu kudukku berdiri. Aku juga merasa suasana ruangan pun seketika menjadi dingin dan tegang.

Setelah diam sejenak, perlahan Putra mulai bertanya, "Bisa dijelaskan lebih detail lagi, Bu?"

"Saya butuh bantuan, Mas. Bantuan untuk batalin pesugihan itu," ucap Bu Nirma dengan tatapan penuh harap.

"Memangnya perjanjian itu sudah berjalan berapa lama, Bu?" tanya Putra.

"Ini minggu yang keempat, Mas," jawab Bu Nirma.

"Hmmm ... kalo boleh tau, apa alasan Ibu bisa buat ikut pesugihan?" tanya Putra dengan penasaran.

"Sebenarnya karena faktor ekonomi mas. Suami saya baru dipecat dari kantornya, sedangkan saya hanya Ibu rumah tangga yang gak punya penghasilan. Gara-gara faktor ekonomi, keluarga kita yang dulunya harmonis jadi berantakan."

"Sejak jadi pengangguran, suami saya malah jadi suka main judi dan mabuk-mabukan. Suami saya ga betah di rumah dan hanya pulang tengah malam aja, setelah habis mabuk-mabukan."

"Penghasilan sudah tidak ada, tapi uang yang semakin menipis malah dihambur-hamburkan untuk judi. Otomatis saya marah dan mencoba menegur suami saya. Tapi suami saya malah marah dan tetap melanjutkan judinya. Sejak itulah saya selalu bertengkar setiap kali bertemu dengan suami saya."

Bu Nirma tampak sangat sedih saat menceritakan tentang kisahnya. Sedangkan aku dan Putra hanya diam menyimak setiap ucapan yang keluar dari mulut Bu Nirma.

"Saya sudah putus asa waktu itu, karena makin hari, kehidupan keluarga saya semakin terasa sengsara. Makanya saya jadi tergoda untuk mengikuti pesugihan yang ditawarkan teman saya."

"Temen ibu itu nawarinnya gimana, ya?" potong Putra.

"Temen saya awalnya bilang kalau dia udah ikut pesugihan itu sekitar satu tahun. Dia cerita, kalau keadaan kehidupannya yang dulu juga sama seperti saya. Tapi semenjak ikut pesugihan itu, dia langsung kaya dalam sekejap. Terus dia bilang, kalau tumbalnya itu bukan harus dari keluarga. Dia boleh menumbalkan orang lain yang ikut menikmati hartanya secara cuma-cuma," jelas Bu Nirma dengan panjang lebar.

Awakening - Sixth SenseWhere stories live. Discover now