INP- 42

1K 141 3
                                    

"Gak semua yang putih itu bersih. Coba liat tepung di atas kepala Ye, kepala Ye langsung disebut kotor karena terkena tepung yang putih."

—Willy

{>¢<}

Sampai di rumah makan milik Erik, Elgy langsung memarkirkan motornya di tempat parkir, lalu berlari ke dalam rumah makan itu.

"Mbak, Erik-nya ada?" tanya Elgy pada penjaga kasir.

Penjaga kasir itu menatap Elgy yang berseragam acak-acakan dengan tatapan sedikit takut. Ditambah kemunculan teman-teman Elgy yang berpenampilan brandalan.

"Kita temennya dia," jelas Elgy ketika penjaga kasir itu tak kunjung menjawab.

Tatapan penjaga kasir itu tetap tak berubah, dia masih menatap para laki-laki yang memakai seragam berantakan itu dengan tatapan curiga.

"Eh, Gy!" teriak Erik yang baru keluar dari sebuah ruangan, laki-laki itu memamerkan senyuman lebarnya pada Elgy dan teman-teman lainnya yang datang.

"Nah, Rik." Elgy balas menyapa lalu menyalami tangan laki-laki itu ala jantan.

"Sial kali kau punya pegawai Rik," ujar salah satu laki-laki dengan aksen daerahnya yang kental. "Dia orang tak mau beritahu kita kau ada atau tidak di sini." Laki-laki itu menunjuk penjaga kasir yang sedang menunduk.

Erik malah tertawa ngakak, sampai-sampai dia memegangi perutnya sendiri. "Muka kalian emang sebelas duabelas sama preman pasar, jadi pegawai gue takut."

Elgy yang tak terima disebut preman pasar langsung menonjok bahu kiri Elgy. "Sembarangan kalo ngebacod," ucapnya.

"Btw lo pada ngapain bolos ke sini, tumben. Biasanya betah di warung biru," ujar Erik sambil lalu mencebikkan bibirnya.

"Jiahhh, gak ngaca. Eh Udin! Lu aja masih pake seragam sekolah, ngapain lo di rumah makan jam segini? Mamam?" sindir Elgy lalu tawa teman-temannya yang lain menggema.

"Heh Dudin! Gue mah gak papa bolos ke sini juga, pan ini rumah makan punya gue," balas Erik lalu memeletkan lidahnya.

"Astagfirullah, gue ke sini mau minta tolong sama lo dodol," ucap Elgy sambil menggeplak jidatnya sendiri.

"Bantuan apa?" tanya Erik dengan wajah serius.

"Biasa Rik, soal bucinnya si Elgy," teriak salah satu dari mereka yang berdiri di belakang.

"Xeila? Dia kenapa?" Erik mengerutkan keningnya. Dia menatap sahabatnya dengan tatapan bertanya.

"Gue mau liat cctv depan rumah makan pas maleman gue sama Eil datang ke sini, bisa?"

Tentu saja pertanyaan Elgy langsung diangguki oleh Erik. Dia tidak mungkin membiarkan teman yang sudah banyak membantunya saat masa sulit dulu.

"Kuy," ajak Erik, lalu dia memimpin perjalanan menuju ruangannya.

"Anjir, bos besar ruangannya gede banget, cuy," ucap seorang laki-laki bertubuh agak gempal.

"Beuh, AC nya dingin banget, cuy," imbuh laki-laki yang seragamnya sudah lusuh.

"Kalo panas namanya neraka cuy, bukan AC," pungkas si laki-laki berambut gondrong.

"Astagfirullah, jangan bawa-bawa neraka cuy, gue belum siap dipanggang," ringis laki-laki berkalung kujang.

"Dari ruangan bisa sampe neraka gitu, keren." Laki-laki bertubuh gempal tadi bertepuk tangan beberapa kali.

"Diem anjir, gue gak fokus ini," tegur Erik yang sedang mengoprasikan komputernya untuk melihat cctv di waktu yang Elgy mau.

I'm Not Playgirl {Completed} Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu