INP- 22

1.2K 145 0
                                    

"Pikiran lo terlalu dangkal, kebanyakan mikirin masa lalu, sih."

—Xeila

{>¢<}

Sikap Rangga masih berbeda hingga Xeila tiba di rumahnya. Rangga jadi sedikit lebih dingin dan sikapnya seakan menunjukkan kemarahan pada Xeila. Tapi, Xeila melakukan kesalahan di bagian mana?

Bosan karena Rangga tidak mengajaknya berbicara selama perjalan, sebaiknya Xeila mengawali pembicaraan terlebih dahulu. Dia mengambil cokelat batang dari dalam tasnya lalu menyodorkannya pada Rangga yang sedang menyetir.

"Cokelat, Ga. Biasanya kalo makan cokelat suka balikin mood," ucap Xeila.

Rangga melirik Xeila sekilas. "Gue lagi nyetir," balas Rangga.

Xeila jadi salah tingkah. Kenapa dia tidak berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak, dia kan tau Rangga sedang menyetir mobil. Ah, tapi nyetir mobil masih bisa pake satu tangan, 'kan?

"Bukain, lo suapin gue," titah Rangga setelah beberapa lama tidak mendengar suara Xeila.

Xeila bukannya langsung mematuhi perintah Rangga, dia mengernyitkan keningnya.

"Lo sakit apa, sih, Ga? Kok jadi aneh kayak gini?" Akhirnya pertanyaan yang sedari tadi Xeila pendam dia keluarkan.

Rangga tidak menjawab, dia hanya mengangkat bahunya acuh dengan mata tetap terfokus pada jalanan.

Ini menjadi situasi yang benar-benar membuat Xeila merasa tidak nyaman. Karena tidak biasanya seorang Rangga yang periang dan selalu mengajaknya bicara kini malah terkesan dingin. Yang lebih membuat Xeila tidak nyaman adalah saat Rangga menyuruhnya menyuapi dia cokelat batang.

Heii, Elgy saja yang bersahabat dengan Xeila dari kecil tidak pernah menyuruh Xeila seperti itu.

Xeila menyimpan cokelat batang yang tadi ditawarkannya di atas dashboard. "Lo siapa berani nyuruh gue buat suapin lo?" celetuk Xeila setelah menyimpan cokelat itu.

Mobil yang mereka tumpangi tiba-tiba berhenti. Rangga yang mengemudinya mengerem dadakan hingga jidat Xeila terkantuk pada dashboard.

Sumpah. Kali ini Xeila benar-benar heran pada sikap Rangga. Sambil meringis dan mengusap-usap jidatnya, Xeila menatap Rangga dengan tatapan heran.

"Lo kenapa, sih? Kok aneh banget. Gue ada salah sama lo? Kalo lo emang gak mau nganterin gue ya udah, ngomong dari tadi biar gue pulang sama Sean aja," cerocos Xeila.

Rangga balik menatap Xeila tajam. Dia tidak suka saat Xeila mengucapkan kata 'lo siapa' dan saat nama Sean disebut. Adik kelasnya yang bernama Sean adalah adik kelas yang tidak bisa dipisahkan dari kata licik.

"Gue sahabat lo dan inget satu hal. Gue gak suka denger lo nyebut nama cowo itu," ucap Rangga dengan tegas.

Sekarang Xeila malah makin bingung. "Kenapa gue gak boleh nyebut nama Sean? Emang ada larangannya?"

Bola mata Rangga memutar. Dia malas menanggapi Xeila yang malah menyebut nama Sean dengan sengaja.

"Berenti ngomong! Seasik-asiknya lo, lebih baik lo diem daripada nyebut nama itu!" bentak Rangga membuat Xeila kaget.

Baru kali ini Xeila mendengar Rangga membentak dirinya. Xeila tidak terima dibentak begitu saja hanya karena dia menyebut nama Sean.

"Lo aneh, gue gak nyaman dianterin sama lo," ucap Xeila lalu keluar dari mobil Rangga yang masih berhenti di pinggir jalan.

Xeila berlari di trotoar, dia tidak peduli Rangga akan memandangnya seperti apa. Karena nyatanya, Xeila memang tidak suka jika ada laki-laki yang mengatur hidupnya. Rangga hanya laki-laki yang baru saja Xeila anggap sebagai sahabat. Tapi perlakuannya yang begitu membuat Xeila menyesal menganggap Rangga sebagai sahabat.

I'm Not Playgirl {Completed} Where stories live. Discover now