INP- 4

3K 322 1
                                    

"Kayaknya idup lo gak tenang, deh, kalo gak ikut campur masalah orang lain."

-Alia

{>¢<}

Karena Viona ada di rumah, jadi Yasa tidak mudah mendapat izin untuk bermalam di base camp-nya. Terpaksa, Yasa tidur di rumah dan pagi-paginya harus terganggu dengan teriakan Xeila yang memintanya untuk berangkat bareng ke sekolah.

Padahal menurut Yasa, tanpa teriak-teriak juga dia pasti akan mengantarkan adiknya itu ke sekolah. Tapi namanya juga Xeila, tidak bisa bersikap kalem jika berada di rumah. Punya suara cempreng dan hobi hobi berteriak, membuat rumah terasa di isi oleh banyak makhluk.

"Ibu, kenapa abang Ye beda sama Ibu sama ayah?" tanya Xeila ketika sarapan di meja makan bersama kedua orang tua dan kedua abangnya.

"Karena abang Ye punya ciri khasnya tersendiri. Liat abang Zet, dia juga selalu kalem kalo lagi makan. Atau liat kamu, setiap hari hobinya teriak-teriak, padahal udah tau ini rumah bukan hutan. Mana rumah kita sederhana gini lagi, bisik-bisik di pintu depan aja udah kedengaran sampe pintu belakang." Penjelasan Viona membuat Xeila memonyongkan bibirnya.

"Padahal ibu kamu sendiri juga hobi banget ngakak gak tau tempat," bisik Willy pada Xeila.

Xeila menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia bersorak bahagia dalam hati karena ayah membelanya.

"Nah dengerin kata ibu, Ex. Coba aja kamu kalem kayak abang Zet gini," ucap Zidan sambil menepuk-nepuk dadanya bangga.

Putaran bola mata Xeila membuat Zidan tertawa. Padahal sebenarnya, Zidan juga tidak ada kalem-kalemnya sama sekali.

"Abang Ye udah selesai makannya?" Viona bertanya ketika melihat anak keduanya beranjak dari duduknya.

Yasa mengangguk, tanpa mengucapkan apapun dia langsung bergegas menuju kamarnya untuk mengambil tas.

"Waduh, abang Ye udah selesai. Jadi Ex juga udah aja, Bu. Ex gak mau ditinggalin bang Ye." Xeila ikutan beranjak, dia berlari ke kamarnya untuk mengambil tas.

Kini tersisa Zidan, Viona, dan Willy di meja makan.

"Zet kangen jadi anak tunggal, pas Zet gak punya adek yang dingin kayak es, atau adek yang punya suara kayak toa mesjid." Ucapan Zidan membuat Viona dan Willy saling bertatapan.

"Bukannya dulu kamu yang minta adek, katanya biar kamu gak kesepian di rumah. Sekarang rumah udah rame, kamu malah mau jadi anak tunggal." Willy angkat bicara.

Zidan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Zet, 'kan cuma kangen, Yah. Zet gak mau ko jadi anak tunggal lagi," kilah Zidan membuat kedua orang tuanya membulatkan mulut.

Yasa sudah kembali dari kamarnya, dia menyalami tangan ayah, ibu, dan abangnya sebelum berangkat ke kampus. Disusul dengan Xeila.

"Ex berangkat dulu, nanti kalo Ex gada yang nganterin pulang, Abang Zet harus siap jemput Ex."

"Belajar yang bener, jangan macem-macem di sekolah." Setelah mendengar perkataan itu, Xeila segera berlari mengejar Yasa yang sudah melangkah ke luar rumah terlebih dahulu.

Jalanan pagi di Ibu Kota cukup padat, tapi karena Xeila dibonceng oleh abang Ye-nya yang sudah terlatih hidup di jalan, dia tidak kesusahan menembus kemacetan Kota. Bahkan sesekali Yasa membelokkan motornya menuju jalan tikus untuk menghindari kemacetan.

"Makasih Abang Ye yang tidak sombong, baik hati, juga irit bicara. Ex masuk dulu, dadah."

Memasuki halaman sekolah yang sudah cukup ramai, Xeila sesekali mendengar bisikan orang-orang tentang Kevin yang berselingkuh dengan Xeila.

I'm Not Playgirl {Completed} Where stories live. Discover now