INP- 29

1.1K 157 11
                                    

"Punya jabatan tinggi bukan berarti bisa seenaknya memerintah orang."

-Yasa

{>¢<}

Rumah siapa yang Yasa tuju setelah balapan bersama Sean? Jawabannya adalah rumah Rangga.

Sepertinya setelah diberi sedikit pelajaran oleh Elgy, Rangga masih belum mengerti apa itu tanggung jawab.

Yasa juga alumni murid SMANSA. Sama seperti abang dan adiknya, Yasa juga bersekolah di sana. Hanya saja, Yasa tidak seperti Zidan yang mempunyai banyak prestasi, ataupun Xeila yang membuat banyak sensasi. Yasa hanya murid sekolah biasa yang setiap hari Senin masuk ruang BK karena telat upacara.

Setelah sampai di rumah Rangga, Yasa turun dari motornya. Ia mengetuk pintu rumah itu dengan sopan seraya mengucapkan salam.

Tak lama, muncul lah seorang perempuan paruh baya. Yasa mengenalinya, perempuan itu adalah salah satu guru matematik ketia ia di SMANSA dulu.

"Cari siapa, ya?" tanya Wanita itu. Ah, sepertinya perempuan itu tidak mengenali Yasa.

"Rangga," jawab Yasa seadanya.

Perempuan itu mengangguk, lalu berteriak memanggil nama Rangga dari depan pintu.

"Ada apa, sih, Bu?" tanya Rangga yang sepertinya merasa terganggu.

Perempuan paruh baya itu menunjuk Yasa, seolah dia berbicara 'ada tamu yang nyariin kamu.'

Rangga menatap Yasa, lalu menatap ibunya seolah meminta perempuan itu meninggalkan mereka berdua.

Setelah kepergian ibunya, Rangga keluar dan mempersilahkan Yasa untuk duduk di kursi yang ada di teras rumahnya.

"Lo Yasa, 'kan? Senior gue di SMANSA dulu?" tanya Rangga yang diangguki oleh Yasa. "Ada perlu sama gue?"

Yasa mengangguk lagi.

"Ada perlu apa? Tumben senior ada perlu sama junior." Rangga berucap dengan nada bangga.

"Lo ketos?" Yasa bertanya dengan nada lempengnya.

Rangga menyugar rambut pendeknya, bergaya so cool. "Iya, gue ketua osis SMANSA," jawab Rangga dengan bangga.

Yasa menarik sudut bibirnya, tersenyum sinis pada Rangga.

Rangga yang melihat itu mengerutkan keningnya heran. Kenapa lawan bicaranya justru tersenyum seperti itu?

"Kenapa lo nurunin adek kelas lo di jalan?" tanya Yasa yang membuat kening Rangga semakin berkerut.

Nurunin adek kelas di jalan? Kapan Rangga melakukan itu? "Gue gak pernah nurunin adek kelas di jalan," ujar Rangga masih dengan kening yang berkerut.

Tarikan nafas Yasa terdengar malas. Orang seperti ini yang Yasa tidak suka. Pura-pura lupa.

"Xeila." Yasa hanya menyebutkan nama itu dan Rangga langsung salah tingkah.

Laki-laki berlesung pipi yang menjadi lawan bicara Yasa, kini menggaruk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal.

"Lo pacar dia?" Rangga malah melontarkan pertanyaan yang keluar dari topic pembahasan.

Yasa malas menjawab pertanyaan itu. Dia tau, laki-laki di hadapannya ini hanya ingin mengalihkan topic pembicaraan.

"Diam lo berarti iya." Rangga mengambil kesimpulan sendiri. "Gue gak nyangka cewe itu bakal punya pacar, karena setau gue dia gak dibolehin pacaran. Atau itu cuma akal-akalan dia biar keliatan suci?" Lagi-lagi, Rangga mengambil hipotesisnya sendiri.

I'm Not Playgirl {Completed} Where stories live. Discover now