INP- 17

1.5K 195 3
                                    

"Namanya juga hidup, mau gak mau pasti ngerasain yang namanya dibenci."

-Xeila

{>¢<}

Ternyata tempat yang Xeila dan Elgy kunjungi selanjutnya adalah roof top sekolah Elgy.

Entah kenapa Elgy mengajak Xeila ke sana, dia bahkan membantu Xeila melewati gerbang belakang yang sudah berkarat dan tidak lagi terawat.

"Kok ke sini, sih?" tanya Xeila yang sejak tadi heran dan masih berusaha menahan pertanyaan itu.

Elgy belum menjawab, dia malah berjalan menuju pembatas roof top. Entah apa yang dia lihat dari sana, ini masih terlalu siang jika Elgy mengajak Xeila menyaksikan matahari tenggelam.

Karena penasaran, Xeila mulai mendekati Elgy, dan berdiri di samping laki-laki itu.

"Lo lihat ke arah Barat, deh," titah Elgy.

Xeila menurut, dia menatap ke arah yang Elgy tunjuk.

"Di arah sana, matahari keliatan tenggelam. Padahal dia selalu bersinar dan gak pernah padam." Elgy menghela nafas, aura sekitar terasa sendu. "Terus manusia sering mengabadikan momen yang mereka sebut senja. Padahal saat senja bagi mereka, bisa saja menjadi pagi untuk orang di belahan lain Dunia ini."

Tidak mengerti dengan ucapan Elgy, Xeila mengernyitkan keningnya.

"Seperti kehidupan manusia di Dunia ini, kebanyakan orang terlalu memandang sesuatu dari satu sisi. Ya, misalnya matahari yang seakan tenggelam dan mereka sebut senja. Padahal di balik senja yang mereka sebut, ada pagi yang orang lain sambut."

Xeila masih tidak mengerti dengan ucapan Elgy, dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. "Maksudnya gimana, sih, El?"

"Lo."

Oke, sekarang Xeila benar-benar kehabisan kata-kata untuk bertanya. Ia menojok bahu Elgy. "Lo kerasukan apa, sih? Jin mana yang rasukin lo?"

"Lo itu ibarat mataharinya dan orang-orang yang gak suka sama lo jadi manusianya. Mereka cuma mandang lo dari satu sisi, yaitu sisi keburukan. Padahal di sisi lain lo ngelakuin perbuatan yang berharga buat orang lain, lo bantu mereka tanpa pamrih, bikin orang nyaman cerita sama lo, bikin orang ketawa lagi pas bareng lo, termasuk bikin gue betah temenan sama lo." Elgy membalikan badannya menghadap Xeila. "Lo itu matahari yang hangat, tapi kadang bikin orang kepanasan sampe mereka caci-maki kehadiran lo."

Xeila tersenyum. "Gue gak sesempurna matahari, gue masih perlu jadi bulan buat nyerap cahaya matahari."

Elgy malah tertawa saat melihat berkata so bijak seperti itu. "Tapi di mata gue, kesalahan lo gak sebanyak kebaikan lo."

"Namanya juga hidup, mau gak mau pasti ngerasain yang namanya dibenci." Elgy menganggukan kepalanya membenarkan perkataan Xeila barusan.

Sekolah Elgy yang besar bisa terlihat jelas dari roof top ini, sejenak Xeila menikmati pemandangan yangbada di hadapannya. Dia tersenyum manis ketika melihat beberapa burung yang berusaha membangun rumah pada pohon yang ada di pinggir lapang sekolah.

Senyum Xeila yang manis bisa meluar pada Elgy yang masih menatap wajah damai Xeila.

"Lo cantik, kenapa masih jomblo?" celetuk Elgy.

Xeila berbalik lalu menatap Elgy sinis. "Lo, 'kan tau gue gak dibolehin pacaran sama keluarga gue. Beuh, kalo gue dibolehin pacaran, gue yakin. Banyak cowo yang ngantri mau jadi pacar gue." Xeila berucap dengan penuh percaya diri.

Tawa Elgy pecah, dia benar-benar merasa lucu melihat Xeila yang penuh percaya diri mengucapkan itu.

"Kalo ngayal gak usah tinggi-tinggi, jatuh itu sakit, Eil."

I'm Not Playgirl {Completed} Where stories live. Discover now