Xeila mengangguk sambil melirik kepada ayahnya yang duduk di ujung meja.

Kepala keluarga itu langsung menatap Xeila dengan waspada. "Jangan bilang kamu mau minta Ayah buat ajak kamu makan di Jepang."

Xeila langsung mengangguk semangat. "Sekalian libu--"

Elgy yang berada di sampingnya kembali tertawa. "Kayak bocah lo, abisin tuh porsi ke 3. Ke Jepang-nya kapan-kapan aja," sela Elgy yang langsung mendapat anggukan setuju dari Willy dan Zidan.

Xeila memonyongkan bibirnya sedikit, tapi dia tetap melanjutkan makannya. Sayang, masakan bunda Elgy mubazir kalo dibuang gitu aja. Lebih baik buang ke perut Xeila.

***

Selesai makan malam, mereka langsung berkumpul kembali di ruang keluarga untuk menonton sinetron kesukaan Zidan dan Elgy. Kecuali Yasa, dia langsung pergi ke base camp dan izin menginap di sana.

"Ayah gak nulis?" tanya Xeila saat melihat Willy tidak berkutat dengan laptopnya. Lelaki paruh baya itu justru tidak mengalihkan penglihatannya dari layar ponsel.

Willy melirik Xeila sekilas. "Naskahnya udah proses cetak," jawabnya.

Karena Xeila tidak terlalu suka dengan sinetron yang sedang mereka tonton, dia langsung beranjak dari duduknya lalu mendekati Willy yang duduk di sofa single.

"Judulnya apa, Yah?" tanya Xeila sambil mengintip layar ponsel ayahnya.

"Mertuaku Pahlawanku."

Xeila mengangguk-anggukan kepalanya sambil membulatkan mulutnya. "Udah kejual berapa?"

Willy menujuk layar ponselnya. "Baru 4000," jawab Willy.

Mendengar itu, Xeila langsung memeluk ayahnya. Ah, ia bangga sekali mempunyai seorang ayah yang berpropesi sebagai seorang penulis. Bukan hanya cerita-cerita remaja jatuh cinta yang ayahnya buat, tapi juga cerita yang bisa memotivasi orang lain.

Hemmm, pantas saja dulu ibu Xeila sempat berbicara bahwa gajih yang dia terima bahkan tidak seberapa jika dibandingkan dengan penghasilan ayahnya sebagai seorang penulis.

"Sumpah tu cewe ngeselin banget, kenapa enggak mati aja sih?" cerocos Elgy sambil melemparkan bantal sofa pada lemari TV.

Laki-laki berparas tampan itu ikut terbawa emosi saat menonton sinetron. Dia benar-benar kesal pada pemeran antagonis di sinetron tersebut.

"Tau tuh, siapa sih yang jadi sutradaranya?" imbuh Zidan yang ikut-ikutan mengomel.

Mia yang mendampingi kedua laki-laki itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya dia dipertemukan dengan dua laki-laki yang hobynya menonton sinetron seperti ibu-ibu.

"Abang Zet emang suka ngomel, Bun. Mau nonton mau enggak juga ngomelnya tetep jalan, kayak ibu kosan nagih uang sewa," ujar Xeila yang melihat Mia geleng-geleng kepala.

Zidan langsung menatap Xeila dengan tajam. "Heh, lo belajar matematika sama bahasa Indonesia, gak?" tanya Zidan sambil mengangkat bantal sofa ke atas.

Zidan tidak terima disamakan dengan ibu-ibu. Jelas  rempongan ibu-ibu jika dibandingkan dengannya.

"Belajar, lah," jawab Xeila bangga. Bahkan dia sedikit membusungkan dadanya.

"Kalo di Matematika, lo bakal diajarin refleksi. Kalo di bahasa Indonesia, lo bakal diajarin Argumentasi. Jadi ... Lo harus merefleksikan dulu diri lo, sebelum lo berargumentasi tentang orang lain," ucap Zidan dengan nada ceramah ala ustadz tiktok masa kini.

"Refleksi apaan, Bang?" Xeila malah bertanya dengan wajah polosnya.

Zidan menggaruk kepalanya tak gatal. Ia benar-benar lupa kalau adiknya memang sedikit bego di bidang matematika.

"Pencerminan," jawab Elgy.

Setelah itu, Elgy dan Zidan kembali fokus menatap layar datar di hadapan mereka.

Tapi sepertinya mereka berdua memang tidak diizinkan untuk menonton sinetron itu lebih lama, buktinya sinetron itu malah bersambung di adegan yang membuat orang penasaran.

"Ayok waktunya tidur," ajak Mia pada Xeila.

Xeila langsung mengangguki ajakan bunda Elgy sambil menahan tawa melihat wajah Zidan dan Elgy yang terlihat benar-benar kesal karena sinetronnya bersambung diadegan greget.

"Pilem goblok, kenapa gak langsung tamat aja, sih?" Zidan kembali mengomel sebelum kakinya melangkah menuju kamar bersama Elgy.

Willy tertawa melihat anaknya. "Udah, nonton dangdut aja biar gak bete," ujarnya sambil memindahkan channel TV pada acara dangdut.

"Xeila mau nonton dulu?" tanya Mia dengan lembut.

Tapi pertanyaan Mia langsung mendapat gelengan kepala dari Xeila. Satu hal lagi, Xeila tidak menyukai dangdut. Perempuan mungil itu lebih menyukai membaca buku karya ayahnya daripada menonton dangdut. Lagi pula, malam ini dia sudah benar-benar mengantuk.

Zidan yang baru saja kembali ke kamar langsung kembali ke ruang keluarga. Dia tidak jadi bete saat mendengar suara musik dangdut dari TVnya.

Sedangkan Elgy? Laki-laki itu langsung mengungsi ke kamar Zidan. Elgy juga tidak terlalu menyukai dangdut, dia lebih menyukai musik dj.

"Ex tidur dulu, gudnait Ayahanda," pamit Xeila lalu mencium pipi kanan ayahnya. Setelah itu, barulah dia melangkah ke kamarnya untuk beristirahat.

Xeila membuka ponselnya sebelum tidur, ada beberapa pesan dari teman laki-lakinya. Tangan Xeila gatal ingin menjawab pertanyaan mereka, Xeila ingin menceritakan tentang pembullyannya pada orang lain agar tidak ada yang menuduhnya macam-macam lagi. Karena jujur saja, semakin lama dianggap playgirl, Xeila juga semakin merasa tidak nyaman mendengar nyinyiran orang lain. Xeila ingin bodo amat seperti biasanya, tapi kali ini seperti ada yang aneh pada dirinya. Entahlah.

{>¢<}

Hae you, masih betah sampe sini? Gimana? Kasih komen dung. Wkwkwk

Thanks a lot buat yang udah baca dan dukung sampe sini.

Lopyu 3000 kolbak

I'm Not Playgirl {Completed} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang