Yayah melirik Cici yang tampak mati kutu, "Oh ya?" Lalu beralih menatap Grace, "Jadi kamu yang membuat Cici gelisah kek orang cacingan sebulan yang lalu?" Lanjutnya.

Grace mengernyit, lalu akhirnya menangkap maksud Yayah dengan melirik Cici penuh makna. Cici jengah akan tatapan yang diberikan padanya. Mulai lagi...

Tak ingin membiarkan hal ini berlanjut, secepatnya Cici memotong percakapan tersebut. "Udah saling kenal kan, yaudah kita pergi." Sambil menarik paksa Grace dari tempat itu.

Melihat Cici melarikan diri dari situasi ini, Yayah berteriak, "kamu mesti jelasin ke aku!" Cici menoleh sebentar, mejulurkan lidahnya lalu mulutnya bergerak mengucapkan, "gak mau," tanpa suara dan melanjutkan jalannya sambil memeluk lengan Grace.

Yayah tersenyum melihat punggung kedua pasangan baru itu. Cici yang tampak menatap tajam lelaki itu sedangkan Grace menatap jahil dengan senyumnya. Sembari berharap dalam hati, lelaki itu-Grace bisa menjaga sahabatnya.

Tak lepas dari senyumnya, akhirnya Yayah berjalan seraya bersenandung kecil menuju mobilnya yang terparkir agak jauh dari kedua pasangan itu.

Dari jarak beberapa Cm dari mobil miliknya. Saat mengalihkan pandangan ke depan, perlahan langkah kakinya berhenti diikuti lunturnya senyum di bibir.

Suaminya itu kini berada di hadapannya lagi. Perasaannya kembali bergetar ketika bersitatap. Sesigap mungkin Yayah berlari menuju dan ingin masuk ke mobil. Sedetik itu juga tangannya dicekal saat memegang handle pintu mobil.

"Aku mau bicara sama kamu." Gio dengan santainya berucap, membuat Yayah menatap suaminya tak percaya.

"Udah gak ada yang perlu kita bicarain Gio." Tegas Yayah, ia lepas cekalan itu. "Lepas aku." Lalu menarik handle pintu mobil tetapi kali ini, pintunya lah yang ditahan.

"Aku. Mau. Bicara. Sama. Kamu." Gio berbicara dengan penekanan ditiap kata. Lagi-lagi tak ingin menyerah. Yayah hanya memberinya ekspresi datar, tanda ia jengkel dengan suaminya.

"Malam ini di klinik aku. Kita bicara empat mata disana." Sahut Yayah. Gio tampak puas dengan ucapan istrinya.

.

Kedua sudut bibir Grace makin terangkat, walaupun keduanya telah masuk ke dalam mobil.

"Saya tidak menyangka kamu bakal segelisah itu." Sahutnya kemudian, tangannya terangkat memutar kunci mobil.

"Gak juga." Jawab Cici acuh bersamaan dengan mesin mobil yang menyala. Grace menoleh, menaikkan satu alis sambil mencebikkan bibir.

"Geer kamu," tambah Cici menatap lelaki itu dengan sinisnya.

Grace mengendikkan bahu, "terserah kamu, yang penting saya gak beranggapan demikian." Katanya, sembari kaki yang mulai menstater dan kedua tangan mulai memutar setir kemudi ke kiri lalu lurus kembali.

"Aku serius, kamu jangan kegeeran Gra-!" Kekesalan Cici teredam ketika jari telunjuk Grace menempel di bibirnya.

"Sssstttt, semakin kamu gak mengakuinya, semakin saya ingin berbuat yang tidak-tidak pada kamu Cisandra." Kata Grace mengalihkan tatapannya sebentar pada Cici sebelum fokus untuk kembali menyetir.

Sekejap Cici terdiam, ancaman itu membuatnya menelan ludah dalam-dalam. "Apa sih ngancem mulu," lalu menggigit jari telunjuk Grace kuat.

Sontak Grace lompat dari duduk tenangnya, menarik paksa jarinya yang habis di gigit. "What are u doing Cisandra?" Tanyanya, dengan ringisan kesakitan yang terdengar jelas oleh Cici.

Baby with meOn viuen les histories. Descobreix ara