Little Calm

1.1K 82 5
                                    

Jangan lupa teken bintangnya 👀
.

Oke aku double up.
Jangan lupa Vote dan komen yaaahh plisss. Suka? Vote dong dan komen buat semangatin aku hehe.

Selamat membaca

Sekali lagi maaf kalau ada typo.

.
Mata Cici tak lepas memandang layar Hp-nya. Menampilkan ruang chat yang berminggu-minggu tidak ia balas pesannya, didalamnya berisi gambar perut Grace yang enak dipandang.

Tadi dengan terbatalnya Cici ke Apartemen Grace. Sore ini, sehabis meeting ia hanya terduduk di meja kerjanya sembari memikirkan hal-hal yang menghinggapi benaknya, dan tanpa sadar membuaka ruang obrolannya dengan Grace. Ia tak tahu mengapa, tapi ia sangat merindukan lelaki itu.

Sejenak ia memejamkan mata. Ia harus bagaimana sekarang?

Ghalil sangat gentleman sekali tadi. Senyumnya membuat hatinya berbunga-bunga, lantas untuk menolak Ghalil sangatlah susah. Dua hal yang menghambatnya, pertama Ghalil adalah temannya dan kedua, senyum lelaki itu terlalu mematikan untuknya.

Sedang Grace, ia harus bagaimana juga terhadap Grace? Disaat dirinya rindu akan perlakuan dan sentuhan lelaki itu. Saat ini sangat susah untuk bertemu dengan lelaki itu. Banyak hal yang tak terduga, menahannya untuk bertemu dengan Grace.

Apakah ia perlu menelponnya sekarang? Sepertinya tidak bisa. Setelah mengucapkan hal yang kasar, dengan beraninya menelpon Grace langsung?Lebih gampang meminta bantuan pada Ghalil, tapi situasinya sekarang malah berbalik menyerangnya bertubih-tubi.

Kapan lagi ia punya waktu kosong selain hari ini? Malah waktu kosongnya terisi oleh hatinya yang sangat bimbang sekarang.

Sekarang dirinya sangat bimbang. Sangat bimbang!

"Aaaaa...apa yang harus aku lakukan." Ucap Cici, badannya bergerak gelisah, seperti cacing kepanasan.

Membuka matanya perlahan-lahan ketika getaran Hp digenggaman menyadarkannya. Ternyata alarm pengingat 'jam 8 malam pemeriksaan di klinik Yayah' yang telah ia setel sebelum betul-betul terlelap semalam.

Menghela napas panjang, rasanya ia ingin menangisi dirinya kembali. Mungkin menceritakannya pada Yayah ada bagusnya juga, mungkin ia bisa dapat solusi juga kan.

Dengan sigap ia bangkit dari zona nyaman. Terburu-buru melepas jas putihnya lalu menggantungnya di jendela dengan hanger. Mengambil tasnya dan tergesa-gesa keluar dari kliniknya, sebelum benar-benar keluar ia tak lupa mengambil kuncil mobilnya di nakas.

.

"Ramai banget." Gumam Cici, sambil melangkahkan kakinya menuju klinik Yayah. Matanya tak lepas dari gerombolan pasien yang terduduk dibagian administrasi.

Lalu melirik jam tangannya, "udah jam 9 kok masih ramai aja ya."

Acuh tak acuh, sesampainya ia pun langsung mengetuk pintu klinik Yayah, yang ia yakini tidak ada lagi pasien didalam.

Tak menunggu lama Yayah muncul dengan menyembulkan kepalanya dibalik pintu.

"Kamu lama," ujar Yayah pelan lalu membuka pintu lebar agar Cici masuk ke dalam kliniknya.

Sembari melangkah masuk Cici dengan malas berkata, "iya kan yang punya jalan raya nenek moyang kamu, jalan selalu ramai sis, macetnya minta ampun." Lalu mendudukkan dirinya di kursi khusus pasien.

Dengan langkah gontai sambil melipat tangan di dada Yayah memutar bola mata malas, "yaudah deh ya, yang penting kamu udah sampai." sahutnya tak mau ambil pusing.

Melihat Yayah yang duduk dihadapannya dengan wajah cemberut khas-nya. Ia pun tertawa, "yaampun segitu lamanya kamu nunggu."

Memajukan kursinya, "Menurut kamu gimana?" Sembari mengambil kertas kontrol kehamilan.

Baby with meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang