Confess

1K 78 8
                                    

Jangan lupa teken bintangnya 👀

.

Aku ingatin lagi supaya gak lupaaaa.

Vote dan komen....

.

Sore ini, setelah urusan diklinik telah Cici selesaikan saat itu juga. Ia pun bergegas kembali ke perusahaan besar milik Grace. Ia sudah memantapkan hatinya dari kemarin, sejak kepulangan mereka, seusai memilih gedung yang akan dipakai. Akhirnya Cici memilih gedung terakhir dengan fasilitas yang lengkap dan mewah. Sebenarnya saat itu ia asal pilih, di pikirannya hanya cepat pulang dan menjernihkan kepalanya di klinik.

Kemarin setelah ditenangkan oleh Ghalil, ia tak kehabisan akal untuk bertemu Grace. Sekembalinya ia ke rumah sakit, menyelesaikan tugas dan meeting dapartemen. Malamnya ia datang kembali ke perusahaan itu, menuju parkiran, tempat mobil SUV hitam milik Grace. Ia menunggu beberapa jam hingga tengah malam, malah orang yang ia tunggu tidak muncul-muncul juga. Selepas lama ia menunggu dan bosan, pulang adalah jalan terbaik bagi Cici.

Tidak pantang menyerah, Cici pun kembali dan sekarang berada dihadapan perusahaan ini. Setelah memikirkannya matang-matang ini lah jalan terbaik yang ia lakukan. Berharap semoga Grace melihatnya dan datang menghampiri lalu menciumnya.

Plak

Suara tamparan yang sengaja ia layangkan pada pipinya kembali menyadarkannya. "Fokus Cici gak usah berharap, kamu hanya perlu meminta maaf pada Grace."

"Kalau tidak dimaafkan? maju aja terus sampai Grace mau memaafkan aku." Ucap Cici tersenyum senang, sambil menyemangati dirinya.

Kembali memerhatikan gedung perusahaan yang sangat menjulang dihadapannya, dengan logo 'Gracia.co' diatas puncak gedung. Sambil mengigit bibirnya menghapus pikiran buruk yang muncul.

Ia pun menghembuskan napas berusaha menenangkan diri dari kegugupannya, ia perlahan mengepalkan tangannya lalu melangkah masuk ke lobby perusahaan itu.

Setelah tubuhnya masuk sempurna di dalam perusahaan kepalanya berkeliling mencari sesuatu, hingga matanya terpaku pada sosok perempuan dengan riasan tebal sedang duduk tersenyum manis dibalik meja kayu besar tertulis 'reseptionist' yang menghalangi setengah badan perempuan itu.

Sesaat kedua sudut bibir Cici terangkat, mencengkram lengan tasnya, lalu melangkah di tempat perempuan itu. Sesekali tertabrak oleh manusia berjas, karena terlalu terburu-buru. Cici hanya tersenyum kaku lalu meminta maaf.

Hingga langkahnya terhenti di depan reseptionist, dan disambut oleh senyuman manis. Reflek Cici tersenyum juga.

"Selamat datang di Gracia.co, ada yang bisa kami bantu sebelumnya?"

Cici kemudian berdehem menetralisir kegugupannya, lalu berucap, "saya ingin bertemu dengan tuan Steven Grace."

Sontak Cici melihat perubahan raut wajah perempuan itu, senyumnya menghilang lalu menatap Cici dengan tatapan sengit, mata reseptionist itu bergerak dari bawah keatas, seolah-olah sedang menilai Cici.

Bingung dengan perubahan wajah reseptionist ia pun bertanya-tanya dalam hati, apakah ia punya salah? Bicaranya tadi sopan kok, ada apa dengan raut wajah jelek perempuan ini? Atau bajunya kurang sopan?

Cici pun menunduk melihat penampilannya yang sangat tertutup, karena tubuhnya dibalut oleh kemeja longgar warna hitam dipadu dengan celana longgar.

Ini sopan kok. Apakah ada yang bermasalah dengan wajahnya?

Ia memegang wajahnya pelan. Hm gak ada.

Karena perempuan itu masih terdiam dan belum membuka suara, ia akhirnya melirik. Lalu memiringkan kepalanya sambil menaikkan satu alis.

Baby with meWhere stories live. Discover now