Emotion

1.9K 107 2
                                    

Vote dan Komen 😽

Aku paling ngehargain sama yang ngevote dan komen di cerita aku. Terima kasih banyak yaa. Sekali lagi terima kasih karena udah semangatin aku lewat vote dan komen kalian.

Salam kiss and hug dari pengagum rahasia Squidward. 🐙

Cici berada di kamarnya sedang berbaring mengelus perutnya, kakinya lurus menempel didinding, yang katanya sangat bagus untuk wanita karir yang sedang hamil

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cici berada di kamarnya sedang berbaring mengelus perutnya, kakinya lurus menempel didinding, yang katanya sangat bagus untuk wanita karir yang sedang hamil. Ia Menatap plafon kamarnya merenungi kejadian tadi entah mengapa masih membekas dipikirannya sampai sekarang. Ia meraba dadanya, debaran jantungnya masih terasa. Pikirannya berkecamuk dan perasaannya bercampur aduk.

Ia belum pernah merasakan ini, perasaan ini berbeda.

Sebelumnya ia telah mengikuti banyak kencan buta yang direkomendasikan oleh mamahnya, tapi disemua laki-laki yang ia temui hanya memunculkan percikan kebencian saja, ia tak ingin mengenal lebih jauh laki-laki yang ia temui.

Baru kali ini kencan yang ia ikuti terasa berbeda.

Mata Cici meredup. Lelaki itu.....

Matanya, menatapnya sangat lembut hingga kenyamanan menyelimutinya.

Suaranya, terdengar lembut ditelinga. Ia ingin mendengar suara itu lagi.

Bibirnya, membentuk senyuman manis yang terasa candu baginya.

Dan yang terasa berbeda adalah pesona lelaki itu. Ia hanyut dalam pesonanya.

"Oh tidak!!!"

Cici menggelengkan kepalanya mencoba menghapus bayangan lelaki itu di kepalanya. Dia sepertinya sudah gila.

Ia bangkit keluar dari kamarnya menuju dapur, mengambil air botol yang ada di kulkas. Mungkin dengan minum air bisa menjernihkan pikirannya.

Ia harusnya membenci para lelaki, lelaki itu brengsek, semaunya, lebih mementingkan dirinya sendiri, pembohong, dan pembual.

Who's know mungkin itu hanya topeng untuk menarik perhatiannya saja.

Dia harus berhenti memikirkannya. Ia harus menghindari lelaki itu.

Lagi pula pasti itu hanya perasaan sesaat, bisa jadi perasaannya yang muncul tiba-tiba, hanya faktor hormon kehamilan saja.

Sepertinya ia harus mendiskusikan hal itu lebih lanjut pada Yayah besok.

Untung saja dia tidak memberi No. Hp nya saat laki-laki itu meminta. Bisa gawat kalau dia jatuh lebih dalam kepesonanya jika ia memberikan Nomornya.

Cici tersentak ketika mendengar suara dobrakan pintu di ruang tamu. Ia menduga bahwa itu pasti mamanya yang baru balik, habis shoping.

Setelah diantar balik kerumahnya oleh Grace, tanda-tanda keberadaan mamahnya sudah tidak ada. Soal diantar, Cici sudah bersi keras menolak mentah-mentah untuk diantar balik kerumahnya. Tapi as you know pesona lelaki itu sangat susah untuk ditolak kawan-kawan. Kata lainnya ia lemah jika ia berhadapan dengan lelaki itu.

"Ah hati saya terluka sebagai lelaki jika saya membiarkan seorang perempuan pulang sendiri kerumahnya."

Lelaki itu berucap sambil mengeluarkan ekspresi yang tak mudah untuk ditolak, mau tak mau ia menelpon supir sewaan untuk membawa mobilnya ke rumah.

"CICIIIIII," mamahnya berteriak sambil tergopoh-gopoh masuk mencari keberadaan Cici.

Cici menarik blazernya dan mendengus pelan, "i am here mamah," teriaknya malas dari arah dapur.

Kepala mamanya langsung muncul di pintu dengan raut wajah yang senang, "gimana kencannya?"

Sudah rutinitas sehari-hari untuknya, ketika mamahnya bertanya setelah ia selesai kencan buta.

"Katanya Grace ngantar kamu balik ke rumah," tambah mamanya dengan yang mata berbinar-binar.

Dahi Cici mengkerut, "kenapa mamah bisa tahu?"

"Ya tentu mamah tahu, soalnya Grace telpon mamah lah."

Cici kaget, "kenapa lelaki itu telpon mamah!?"

"Kamu ini kenapa? Ya jelaslah mamah ditelpon karena kami sudah bertukar nomor hp," santai mamanya.

Cici memegang pelipisnya, Itu sudah jelas karena mamahnya yang membuat janji temu untuk kencan buta ini.

Bagaimana ia harus menjauhi laki-laki itu, alamat rumahnya telah diketahui, sekarang dia berkontakan dengan mamahnya.

Cici mendengus kasar, "Cici gak mau tau mah, hapus nomor lelaki itu!"

Alis tebal mamanya menyatu, bingung. "Lah kenapa, sepertinya kencan kamu berjalan lancar kan? Gak biasanya kamu diantar pulang sama lelaki pilihan mama. Baru kali ini terjadi loh," goda mamanya.

Cici menjadi kesal, "Mamah itu kesalahan. Ke. Sa. La. Han! Aku benci sama dia, aku benci laki-laki macam dia, aku capek nurutin kemauan mama yang menyuruh Cici untuk datang ke kencan buta tak masuk akal itu. Aku udah bilang kan, aku tuh gak butuh pendamping hidup."

Cici menunjuk perutnya, "Aku cuma butuh seorang anak yang sekarang ada di perut Cici."

"Jadi mamah gak usah membuat kencan buta, buat Cici lagi," tambahnya lagi lalu berbalik meninggalkan mamahnya.

Dengan cepat mamahnya berucap, "sampai kapan kamu mau bersikap begini Ci? Masih melihara prinsip kamu itu, iya? Kamu gak harusnya membenci laki-laki dengan alasan yang seperti itu, pada dasarnya laki-laki dan perempuan itu ditakdirkan berpasangan. Kamu lupa? Keegoisanmu nantinya akan menjadi penyesalan."

Langkah Cici terhenti mendengar penjelasan mamahnya.

Memijat kepalanya, "Kamu gak mikirin kalau anak kamu lahir tanpa ayah? Pada akhirnya anak itu akan mencari keberadaan ayahnya. Itu yang harus kamu tau."

Melirik mamahnya, "itu akan menjadi urusanku nanti mah," lalu beranjak meninggalkan mamahnya yang membisu, sedih karena ia merasa menjadi orang tua yang gagal.

Cici sebenarnya tidak tega melihat mamahnya sedih, tapi mau bagaimana lagi, ia tak mau bertemu dengan lelaki manapun lain. Ia harus konsisten.

Seraya berjalan menuju kamar, setitik air mata jatuh membasahi pipinya. Alisnya mengkerut, penglihatannya kabur. Bibirnya bergerak mengeluarkan isak tangis menyayat hati.

"Maafin aku mah, aku gak mau mengenal laki-laki lain setelah ayah meninggal," gumam cici merasa bersalah.

Ah, akhir-akhir ini emosinya semakin tidak stabil. Kadang marah, sedih, stress, frustasi, senang, sedih, bahagia. Cici susah untuk menjelaskannya.

Mengusap air matanya pelan, Cici membisu. Sepertinya ini menjadi perkelahian terbesar antara dia dan mamahnya.

Menghela napas pelan berusaha menenangkan dirinya. Mungkin sebaiknya untuk sementara ini ia bermalam di kliniknya dulu.

 Mungkin sebaiknya untuk sementara ini ia bermalam di kliniknya dulu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

VOMENT-nya Zeyenk~

Baby with meWhere stories live. Discover now