Gossip

796 70 2
                                    

Jangan lupa teken bintangnya 👀
.

Rajin-rajin vote ya sayang 😔
Supaya aku rajin upnya 😳. Boong kalau rajin up akhir-akhir ini. Makadari itu kupersembahkan lagi up kali ini, disela kesibukan yang ada. Akhirnya aku up juga 🤗

.Selamat membaca.

Part sebelumnya di back home:

"ini Ghalil Ci."

Tak menunggu lama untuk memasang wajah terkejut. Cici membulatkan mata, tak menyangka Ghalil akan menelponnya langsung.

.

Cici menormalkan jantungnya yang berdetak. Menggenggam Hpnya erat. Sangat cemas, ia pun memejamkan matanya. Sekali tarikan napas ia berkata, "aku minta maaf," dadanya mulai sesak, "aku minta maaf Lil." ulangnya lagi.

Terdiam beberapa detik, tak dapat berkata-kata. Ia bungkam, kehabisan kata-kata, hanya perminta maaf lah yang dapat keluar dari mulutnya.

Kesunyian di seberang telpon, membuat Cici harap-harap cemas Ghalil akan membencinya. Ia tak ingin hal itu terjadi, Ghalil adalah teman yang sangat baik sejak dulu. Tetapi sekarang, apakah hubungan mereka akan sebaik kemarin-kemarin, setelah ia menolak lelaki itu?

Untuk hal itu, cukup ia pasrahkan saja.
Sebenarnya situasi tadi sangatlah susah buatnya, pilihan ada ditangannya. Saat ia memilih malah yang muncul adalah sifat was-was. Sebab itu, walaupun sangat membenci , ia mesti memilih adalah hal yang wajar. Karena memilih adalah suatu pilihan, satu pilihan akan ada konsekuensi dan pilihan lain akan ada keuntungan dan keburukan. Itulah mengapa 'memilih' adalah suatu hal yang mutlak bagi manusia.

"Sebenarnya saya tidak mau membicarakan itu. Saya juga tidak tahu kalau kamu merasa bersalah sama saya sampai segininya." Ghalil terkekeh diseberang telpon, "tetapi itu bukan masalah bagi saya Ci, kamu nolak saya itu hal yang wajar. Kamu tidak mencintai saya itu hak kamu. Walaupun saya ngejar kamu terus menerus, itu juga bukanlah hal yang baik dan itu tidak merubah perasaan kamu. Saya tahu kamu nganggap aku cuman teman biasa dan tak lebih, tapi saya cuman mau ungkapin perasaan saya agar lega. Memendam perasaan itu bukanlah hal yang baik." Jelas Ghalil panjang lebar di telpon.

Mengerti dengan ucapan Ghalil, tetapi perasaan bersalahnya masih tersisa, "Tapi Lil, aku sudah jahat sama kamu. aku gak tau diri meninggalkan kamu waktu itu, apalagi nolak kamu seperti itu sungguh keterlaluan. Aku udah gak yakin kamu mau berteman sama aku lagi, dan itu sudah jelas kan." Ucap Cici, lirih.

"Noproblem Cisandra. Kamu akan selalu menjadi teman buat saya. Walaupun saya menyatakan perasaan, dan kamu tidak menerimanya. Saya gak mau hubungan kita renggang lagi seperti dulu. Canggung setelah kejadian itu, saya tidak menyukainya. Saya mau berteman sama kamu Cisandra, bukan ada motif tersembunyi dibalik itu." Jelas Ghalil kembali dengan suara lembut, berusaha membuat Cici mengerti dari sambungan telpon ini.

Tetapi ucapan Ghalil tidak mengubah ekpresi wajah Cici. Tersentuh akan perkataan Ghalil yang sangat dewasa dalam mengahadapi masalah yang rumit ini, tahu kalau Ghalil pasti sakit hati, ia pun berkata, "kamu baik sekali Ghalil."

Suara Ghalil tergelak dari speaker telpon membuat Cici keheranan, "Saya tidak baik Cisandra. Saya cuman membuat keringanan di hati kamu." Katanya, setelah tawanya berakhir. "Jangan sekali-kali menyebut orang baik Ci, kamu tidak tahu apa dibalik pikiran orang tersebut. Seperti halnya ini, kamu menyebut saya baik, sempat saja kan ucapan saya tadi punya niat terselubung agar kamu mempunyai perasaan terhadap saya kembali."

Wajah Cici murung, "Berarti kamu jahat dong, Lil." kata Cici. Sentak Ghalil tertawa.

"Misal Cisandra. Astaga, kamu ini." Ujar Ghalil disela tawanya.

Baby with meWhere stories live. Discover now