42. Rencana Sanskara

2.3K 319 25
                                    

Tidak ada yang berani bicara selain diriku, semua orang mendadak bisu untuk bersuara apa yang ingin dilontarkan. Melihat bagaimana kekejaman seorang Panji Gentala, cukup dibuat terkejut oleh masing-masing para pejabat istana. Tak terpikirkan dari tampang raja terlihat berlagak angkuh dan arogan, rupanya memang terbukti nyata di depan mata. Sepertinya semua orang telah salah menilai calon penerus raja yang satu ini.

Tatapan Panji Gentala kini beralih padaku, kerisnya yang masih berlumuran darah dimasukannya dalam warangka gapah tanpa diusapnya barang sedikitpun. Seakan pamor yang dipegangnya itu haus akan getih, layaknya meminta tumbal guna memenuhi hasrat dari sang pemilik.

Semua orang yang masih saja terpaku kini membungkukkan badan. Dengan sikap ksatria, sekuat mungkin salah satu dari kedua dengkul mereka bertahan bak seteguh baja menunggu titah sang putra mahkota. Takut-takut, amarah sang paduka kembali tumpah ruah menyembur ke permukaan menjadikan mereka korban selanjutnya.

Ditatap intens seperti itu ku tatap balik sang empu. Raut kekecewaan tergambar jelas di wajahku.

"Kita tidak punya waktu, laksanakan titahku sekarang. Persiapkan pasukan dan arahkan mereka untuk berjaga di perbatasan barat. Dan sisanya.. biar aku yang menangani." Masih dengan tatapan saling pandang, Panji Gentala memberi perintah. Yang dilaksanakan oleh semua orang yang hadir di halaman balai dengan mengapit kedua tangan mereka penuh hormat. Sedang diriku sedang mencoba menahan kegelisahan yang kembali hadir tanpa dipinta.

"Baik pangeran!" Semua orang bubar, menyisakan antara aku dengan Panji Gentala seorang. Termasuk Giatra Salisir tengah diambang maut yang dibawanya menjauhi lapangan luas Balai Agung. Kepalanya yang sulit diluruskan dipindahkan perlahan lalu digotongnya oleh dua orang menggunakan tandu amat telaten, menyisakan darah merembet sepanjang jalan.

Kesalahan besar apa sehingga Giatra nyaris tewas mengenaskan di tangan Panji Gentala? Hal tersebutlah ku pandang Panji Gentala dengan emosi meluap.

"Bisa kamu jelaskan, apa yang orang ini lakukan sehingga kamu tega membunuhnya? Apa yang kamu lakukan kini dirimu tidak lebih dari Cutaka, bukankah begitu? Apakah satu kesempatan saja tidak bisa kamu berikan padanya untuk memperbaiki kesalahan? Tidak bisakah kamu mengendalikan emosimu? Berpikir jenihlah untuk-"

"Untuk memaafkannya dan mengulangi kesalahan yang sama maksudmu!? Kamu tidak akan pernah mengerti apa yang ku rasakan saat ini! Kamu tidak akan memahami dan menyadari kesejahteraan Sumbhara tengah dipertaruhkan! Nyawa keluargaku direnggutnya satu-persatu dengan hasutan yang didalangi oleh Kerajaan Kerthawisesa! Jika kamu membenciku untuk sifatku yang satu ini maka menjauhlah! tidak lagi aku menjumpaimu jika hubungan kita saja telah berakhir." Tingginya nada menandakan Panji Gentala niak pitam.

Tiada kesanggupan lagi untuk terisak. Dari mata yang selalu beradu pandang penuh tatapan cinta, kini hanya tersirat keangkuhan dan kekecewaan. Suara kerasnya yang lantang cukup memberitahuku baru saja ia membentakku untuk kedua kali, memperingatkan bahwa tak seharusnya eksistensiku di sini.

Dalam hitungan malam saja, ia telah banyak berubah. Semakin ragu apa yang diucapnya kepada Ki Jangar bahwa ia tidak ingin diriku terlibat, sebab aku lah yang ternyata menghalangi jalan rencana. Dengan kepribadianku ini, sangat tidak mungkin diriku berpihak padanya. Dengan begitu bukankah lelaki satu ini menyadari hal tersebut?

"Baiklah, baiklah! Aku mengerti apa maumu! Pergilah dan bunuhlah keluarga Kerajaan Kerthawisesa sampai tuntas hingga ke ujung akarnya! Aku tidak akan mencegahmu kali ini! Silahkan saja, langgar janjimu padaku untuk tidak menyakitiku kesekian kali! Permintaan terakhir, aku akan mengabulkan dan menuruti kehendak yang kamu mau! Puas!?"

Napas yang saling menderu, tidak menyebabkan di antara kami untuk memutus pandang. Emosi yang meledak-ledak, seakan menyelami perasaan kasih sayang terpancar kepadanya secara tersirat. Nyatanya sejauh apapun ia melangkah, hal itu tidak jauh dengan balas dendamnya dari keluarganya yang terenggut kematian. Jika Sang Hyang Jagat sudah menentukan, apa ia akan menentang?

Cinta Bertakhta [TAMAT]Where stories live. Discover now