Hola! Ketemu lagi / ( > , > ) √
Mulai dari bagian ini saya akan menyebut Yulan sebagai Huilan. Demi menyesuaikan, setengah bagian awal akan saya gabungkan sebut nama itu.
Hati Yulan mencolos. Sungguh suatu kejutan tak terduga. Bagai badai menghantamnya, hatinya pora poradan. Yulan tenggelam. Sungguh, dari semua perkataan yang paling tak ingin di dengarnya, inilah perkataan paling dibenci sekaligus ditakutinya.
Beberapa minggu ini, bayangan Hoshitai tak lagi membelenggunya. Namun sekarang, kaisar malah menginginkannya tinggal seatap dengan lelaki itu. Yulan tak sanggup. Ia tak ingin melukai lelaki itu lebih jauh lagi.
Bertemu hanya akan membuat keduanya canggung dan terluka.
Lelaki itu akan menjadi kakaknya. Dirinya adalah milik Kaisar. Namun jantungnya masih tetap berdenyut-denyut menolak segala akal sehatnya. Berbahaya. Terlalu berbahaya. Ia tak dapat membiarkan masalah ini terus berkembang lebih jauh membahayakan pilihan yang dibuatnya.
Yulan berdiri. Rambut hitam berkilaunya berayun mengikuti gerakan tubuhnya. Atasan dan celana warna merah hati dengan ujung baju disulam daun menjalar semakin membuatnya gerah.
"Yang Mulia..... Maafkan kelancangan Chenqie. Apakah boleh tidak tinggal di kediaman Menteri Gong?" tanya Yulan dengan suara kecil.
"Kenapa? Zhen rasa Gong A'la adalah orang yang tepat." Balas Yong Yen sedikit khawatir.
Melalui tatapan matanya yang mengarah ke bawah, Yulan menyaksikan sepasang sepatu kuning bersulam naga berhenti tepat di depannya.
"Kau baru sembuh, tak perlu berlutut seperti ini. Berdirilah Huilan," kata Yong Yen lembut seraya mengulurkan tangannya.
Perlahan-lahan Yulan mengulurkan tangannya meraih tangan besar nan kuat itu. Tangan Huilan digenggam erat Yong Yen. Lelaki itu membawanya duduk kembali ke atas ranjang.
Tangan besar lelaki itu merebahkan kepala Huilan ke dada bidangnya. Huilan merasa nyaman mendengarkan detak jantung Yong Yen yang beraturan. Ia merasa aman dan terlindungi.
"Maafkan chen qie, Yang Mulia. Chen qie hanya takut tak bisa menyesuaikan diri dalam keluarga menteri Gong." Huilan melingkarkan sebelah tangannya pada leher berkerah naga Yong Yen. "Atau bolehkah chen qie tinggal di tempat lain dan tak menyusahkan keluarga itu? Tuan Gong sudah berbaik hati memberi marganya untuk anak dari seorang menteri yang telah melakukan kejahatan korupsi," ucap Yulan bersalah.
Huilan memang sengaja mengungkapkan masalah tersebut. Ia ingin tahu reaksi Yong Yen. Huilan yakin pamannya, Ha'erqi pasti dijebak Hadi. Hanya saja jika ingin mengeluarkan keluarganya, ia harus mengetahui pendapat kaisar terhadap masalah ini. Yulan melirik sekilas pada wajah putih lelaki itu.
Yong Yen menghela napas, "Aku yakin Gong A'la tak memiliki pendapat terhadap masalah ini. Kau bukan anak koruptor," sekali lagi Yong Yen menghela napas. Kali ini ia melepaskan pelukannya dan menatap lurus pada Huilan.
"Aku bersalah Huilan . . . Zhen masih membutuhkan Hadi melawan Heshen, zhen tak bisa menolak kehendaknya, Huilan. Zhen mohon pengertiannya..." sepasang mata hitam Yong Yen menatap lirih. "Zhen pasti akan memulihkan nama baik keluargamu saat hari itu. Kau jangan bersedih. Zhen akan menyuruh orang merawat keluargamu di dalam sel." ucap Yong Yen menyakinkan.
Yulan bernapas lega. Tabib kerajaan sudah pasti bisa menyembuhkan wabah menular ama dan eme. Beban kekhawatiran yang dipenda selama ini lenyap sudah. Tak hanya ama dan eme, pasti yang lainnya akan mendapatkan perawatan. Segumpalan perasaan hangat dan ringan kini menjalari seluruh tubuhnya. Huilan merasa lemas, hidungnya masam dan bertetes-tetes air mata terjatuh membasahi wajahnya, Ia tersenyum penuh rasa terima kasih.
"Yang Mulia..... Terima kasih. . . " kata Huilan disela isakannya.
Huilan membenamkan diri ke dalam dada Yong Yen. Tak tahu harus membalas apa, Yong Yen hanya membelai rambut Huilan. Perempuan itu diam-diam mengepalkan tangannya. Begitulah keluarga kerajaan, bergelut dalam politik, demi kepentingan, mungkin segalanya dapat dikorbankan. Apalagi Kaisar, Lelaki itu telah memasuki 3 tahun masa pemerintahannya, tetapi kekuasaan sebenarnya masih berada di tangan Kaisar Agung, Ayahandanya.
Lelaki itu diremehkan, pernah suatu kali Yong Yen berkunjung ke bilik Ming Yue dengan wajah dingin dan mata memerah. Yulan memilih tak mempertanyakan permasalahannya dan memainkan lagu menenangkan dengan Qin. Kaisar yang sudah tenang akhirnya menceritakan hal yang dialaminya. Heshen selalu mempersulit dirinya, tak hanya itu, pernah suatu kali kaki pak tua itu sakit, ia memasuki istana menggunakan tandu melalui pintu Shen Wu. Ketika bertemu Yong Yen pun lelaki itu hanya menyapa singkat tak turun dari tandunya. Hal yang semakin membuat Yong Yen tak senang adalah Heshen membangun rumahnya menggunakan kayu cedar. Kayu khusus yang hanya boleh digunakan dalam Istana.
Huilan memang bersimpati kepada Yong Yen. Namun setalah mendengar penuturan lelaki itu tadi, Huilan tak akan bersimpati atau pun goyah. Gigi dibalas gigi, mata dibalas mata.
Ia akan membalas segala yang pernah Guilian lakukan padanya. Kalau bukan karena pengaruh Hadi, kakak Guilian. Mungkin keluarganya tak akan berakhir di dalam sel dengan kondisi menderita. Huilan yakin sepenuhnya, perintah tak bermoral itu pasti berasal dari Guilian.
"Zhen sudah memerintahkan para pelayanmu mulai berbenah, besok pagi adalah hari yang baik. Zhen sudah menyiapkan kereta kuda, kau dan para pelayanmu akan diberangkatkan dari pintu samping menuju kediaman Gong." Yong Yen membelai rambut Huilan.
"Ya. Chen qie akan melakukannya sesuai instruksi Yang Mulia," kata Huilan diusahakan selembut mungkin, menahan semua perasaannya.
Yong Yen tak menjawab, ia menjauhkan tubuh Huilan. Lelaki itu merebahkan Huilan kembali ke atas ranjang. Yong Yen melepaskan sepatunya. Ia ikut berbaring di samping Huilan dan memeluknya.
Yong Yen mendesah. "Sudah lama zhen tak merasa setenang ini," Yong Yen menutup mata, "zhen ngatuk sekali. . . Zhen akan beristirahat sejenak. . ." suara Yong Yen semakin ringan dan akhirnya menghilang sepenuhnya.
------
Kabut pagi menyelubungi jalan bebatuan. Dua ekor kuda berwarna coklat berjalan santai membawa kereta. Qixian duduk di depan kereta menarik kekang kedua ekor kuda. Qixian mengeratkan cheomshang biru berlapis kapas yang dikenakannya. Sudah memasuki pertengahan musim salju dan hari semakin dingin. Waktu pagi belum terang seperti ini merupakan saat terdingin.
Suara tapak kuda berdetak-detik menelusuri jalan bebatuan. Di dalam kereta, Huilan menyibak tirai yang menutupi jendela. Bangunan-bangunan besar berwarna merah dan beratap kuning sudah semakin jauh dari penglihatannya. Ia menghadap ke depan dan menemukan pintu besar merah yang lebih tinggi 2 kali lipat dari tinggi manusia. Di orang penjaga berbaju biru berdiri tegap di sudut kiri dan kanan pintu merah berbenjolan 81 perunggu tersebut.
Pengawal di bagian kanan maju menghalangi jalannya kuda. Huilan menutup tirai berwarna biru tersebut. Huilan kembali menyentuh penghangat tangan berbalut satin. Kereta seketika berhenti, terdengar percakapan samar antar pengawal dan Qixian. Huilan tahu, mereka tak akan lama. Kaisar telah memberikan pelat perizinan semalam dan ia telah memberikan pelat emas tersebut kepada Qixian yang bertugas mengemudi. Benar saja, tak lama setelah itu kereta mulai berayun kembali.
Dalam kereta remang-remang itu, Wanjun merapikan letak bundalan bawaannya, sementara Anqiu yang berada di sebelah Huilan memandang keluar jendela, penasaran. Huilan menyentuh lengan berbalut baju katun hijau polos Anqiu. Gadis itu menoleh. Huilan menyerahkan penhangat tangan kepada pelayannya.
"Keluarkan buku puisi dari bundalanku, aku ingin membaca," kata Yulan pelan.
Anqiu menutup tirai, ia mengambil bundalan berwarna hijau, melepaskan simpul yang memperlihatkan isi berupa 2 buku bersampul biru, juga beberapa helai pakaian. Kaisar mengatakan padanya tak perlu membawa banyak pakaian, mereka hanya perlu menginap di kediaman Gong selama 3 hari. Pakaian formal saat pelantikannya akan di kirim bagian urusan harem beserta aksesoris yang harus dikenakannya.
Huilan masih belum mengetahui posisi yang akan diberikan Yong Yen. Ia lebih memilih tidak bertanya. Huilan tak ingin Yong Yen menganggapnya perempuan materialis yang hanya mempedulikan kesenangan duniawi, tak tulus ingin bersama lelaki itu.
Ia tak bermasalah harus memulai dari ranking terendah, selama kaisar masih memperhatikannya. Keluarganya pun akan bebas selama lelaki itu masih menaruh minat padanya. Huilan menerima buku 300 puisi dinasti Tang dari tangan Anqiu. Huilan membuka tirai dan mengikatnya. Menggunakan cahaya pagi, Huilan mulai membaca lembar pertama dari buku favoritnya.
Pintu gerbang merah terbuka perlahan-lahan. Qixian mengayunkan pelananya, dan dua ekor kuda coklat itu pun mulai melaju melalui gerbang terbuka itu.
-----
"Nona, lihatlah! Kita sudah tiba di kota." Anqiu berseru menunjuk luar jendela.
Huilan menutup bukunya, ia mendongak menatap luar kereta. Dinding-dinding merah dan lorong-lorong sempit kediaman para bangsawan, dan pejabat elit telah menghilang tergantikan pemandangan yang telah lama ia tinggalkan. Wangi prata yang baru di goreng bercampur wangi pao yang dikukus memasuki indra penciuman Huilan. Seulas senyuman samar tersungging di bibirnya.
Hatinya berderu meluapkan perasaan hangat bercampur sedih. Sungguh, ia tak pernah berpikir suatu hari nanti dapat menyaksikan pemandangan selain tembok merah tinggi dimana pun. Huilan hampir melupakan seperti apa bentuk-bentuk bangunan tersebut, dan sekarang melihat bangunan-bangunan ini membuat perempuan itu begitu gembira luar biasa.
Huilan menoleh saat dirasanya tangan seseorang yang hangat menyentuh lengan berbalut atasan polos, baju serupa Qipao dengan rok berlipat-lipat berwarna biru pucat tanpa sulamannya. "Nona, lihatlah. . . Itu restoran penjual makanan manis yang selalu kita kunjungi," air mata mengalir dari pelupuk mata besar gadis itu, namun ia tersenyum. "Bangunan itu sekarang berlantai dua. Dulu saat kita berkunjung masih berlantai satu," sambung Anqiu menyeka air matanya.
Huilan mengangguk singkat. Ia mengeluarkan sapu tangan satin biru tua dan menyeka air matanya. "Benar, Anqiu. Lihatlah disana toko kain tempat kerjaku dulu," tunjuk Huilan pada salah satu bangunan di ujung sederatan gedung lain.
Di tempat itulah dirinya bekerja dulu. Tempat dimana segalanya berubah. Kenangan-kenangan masa lalu berhamburan dalam benaknya. Sampai sekarang bila teringat, pengalaman tersebut sungguh merupakan mimpi petualangan terdasyat yang pernah dialaminya. Wanjun menepuk punggung tangan Huilan sangat pelan. Wanjun tersenyum, namun dari matanya yang memerah, Huilan paham perempuan itu juga sama seperti mereka, sudah lama tidak menyaksikan dunia luar atau mungkin Wanjun lebih menyedihkan daripada mereka. Seorang pelayan yang sudah bertugas di istana akan dibebaskan setelah 15 tahun bertugas, sebelumnya para pelayan ini tak diperbolehkan selangkah pun keluar dari istana.
Huilan menyeka air matanya. Ia menutup tirai, tak ingin membuat Wanjun lebih khawatir lagi. "Aku tak apa-apa. . . Hanya sedikit terbawa suasana," Huilan membuka buku di pangkuannya. Ia memfokuskan diri membaca.
Anqiu menunduk memainkan jari-jarinya. Sesekali pelayan dekatnya itu melirik sekilas pada tirai yang terombang-ambing karena gerakan kuda. Wanjun menunduk menatap ke tangannya. Entah apa yang sedang dipikirkan perempuan itu.
------
Huilan melangkah memasuki kediaman Menteri Gong bersama kedua orang pelayannya mengikuti di belakang. Qixian sedang menunggu pelayan keluarga Niuhuru membawa kereta bawaannya menuju instal. Bundalan bawaannya dipikul Anqiu. Huilan mengangkat rok berlipat-lipatnya sedikit saat menuruni 3 anak tangga menuju halaman tengah kediaman yang tertutup salju. Di depan gedung utama lima orang tengah berdiri menunggunya. Seorang lelaki yang memakai cheongsham coklat dan wanita tua mengenakan atasan qipao coklat terang bersulam peoni dan celana senada yang terlihat ramah tersenyum pada Huilan. Huilan juga ikut tersenyum pada keduanya yang ia tebak merupakan menteri Gong a'la dan istrinya.
Ia menyapukan tatapannya pada lainnya dan merasa lega. Syukurlah dirinya tak perlu berhadap-hadapan langsung dengan Hoshitai. Walau sebenarnya Huilan tahu, cepat lambat ia tetap harus berhadapan dengan lelaki itu. Tempat ini adalah rumah lelaki itu, Huilan tak dapat selamanya menghindari lelaki itu.
Huilan menekuk lututnya sedikit, "sehat selalu dan sejahtera untuk ama, er'niang." Huilan menyapa ramah seraya mengarahkan kedua tangannya pada posisi yang telah ditetapkan, "sehat selalu kakak dan adik-adikku," Huilan menoleh menghadap lelaki berusia 25 atau lebih di sebelah istri Gong A'la dan tersenyum cerah.
Terdiam. Huilan tidak mendapatkan balasan apapun. Dirinya yakin saat ini orang-orang yang berdiri menyambutnya pasti tercengang. Entah merasa tersinggung atau senang sikap dirinya yang langsung memasuki perannya sebagai anak keluarga tersebut.
"Bagus.... Bagus....." menteri Gong melangkah maju memegang lengan Huilan, "Berdirilah anakku Huilan. Perjalanan pasti melelahkanmu, sudah ama siapkan makan siang untukmu," ucap menteri Gong ramah.
Perkataan itu entah kenapa mengingatkannya pada amanya yang selalu bekerja di luar seharian. Terkadang jika beliau berada di rumah, mereka tak akan melewati kesempatan makan bersama. Hatinya tertusuk mengingat kondisi ayahandanya saat ini. Huilan menyembunyikan perasaannya, ia tersenyum dan mengikuti menteri Gong beserta lainnya.
To be Continue. . .
Catatan :
Er'niang : ibu, sebutan khusus anak-anak kalangan bangsawan dan pejabat untuk memanggil ibunya.