"JENJAM! OH MY GOD! AKU MERINDUKANMU!!"
Rene menerjang Jenjam dengan pelukan erat, "Apa kau merasa? Kita semakin dekat selama enam tahun ini! Aku sangat-sangat merindukanmu!" Rene cekikikan sendiri sembari memeluk Jenjam bahkan mengajak Jenjam untuk bergerak ke sana ke mari.
"Kau kenapa, Jen? Kau tampan kaku sekali,"
Jenjam menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Saya juga merindukan Anda, Nyonya!"
Rene melepas pelukannya pada Jenjam, wanita itu berkacak pinggang dengan senyum lebar. "Kau .... Kau terlihat lebih cool sekarang, Jen!"
"C-cool? Lebih cool, Nyonya?"
"Hahaha! Aku bercanda, tapi yaaa! Kau ini memang jauh lebih cool dari biasanya, kau juga sekarang mulai jarang memakai pakaian yang nyentrik. Atau virus Ben dan suamiku sudah mulai membuatmu sadar?" Melihat diamnya Jenjam, Rene pun kembali tertawa. "Aku bercanda! Jangan serius-serius begitu dong! Kau tetap yang terbaik untukku! Sekretaris terbaik suamiku yang bisa jadi sahabatku!"
"Bagaimana kalau kita pergi ke butik? Kita harus berbelanja banyak baju!"
Rene melupakan niat awalnya yang ingin mengganggu suaminya yang sedang kerja, dia malah memeluk lengan Jenjam dan membawanya pergi dengan riang. Dalam mata telanjang, keduanya tampak serasi tapi jika mereka mengenal siapa Jenjam, maka mereka akan membuang jauh-jauh kata serasi dari keduanya. Yang membuat Rene nyaman gandengan atau pelukan dengan Jenjam, ya karena Jenjam penyuka yang tampan juga.
Malah takutnya, Jenjam suka sama Lucas. Membayangkan itu, Rene pun mendongak. "Kau tidak suka pada suamiku kan?!"
Jenjam langsung menunduk, "Mana berani, Nyonya?"
"Baguslah! Tapi aku semakin merasa, kau memang jauh lebih cool, Jen. Lenganmu lebih berotot sekarang! Tapi aku suka!"
Jenjam mengendarai mobil menuju butik yang biasa Rene datangi di temani dengan celotehan wanita itu yang tiada habis. Sampai di butik, Rene juga membawa Jenjam untuk ikut memilihkan beberapa baju yang mungkin akan cocok Rene kenakan. Ada begitu banyak dress yang menggugah selera, Rene sampai bingung harus memilih yang mana.
"Jen! Bagus warna merah atau pink?" Rene menunjuk dua dress sebatas lutut yang di pegang pelayan toko. Dengan teliti, Jenjam memandang satu persatu. "Warna merah menandakan berani, Anda cocok dengan warna pink, Nyonya!"
"Oke, kita coba dua-duanya!"
Rene menyeret Jenjam ke dalam ruang ganti, wanita itu dengan santai melepas dressnya hingga hanya menyisakan bra dan celana dalam. Rene yakin, Jenjam tidak akan tertarik dengan tubuhnya tapi Rene salah. Sebab kini, Jenjam mengalihkan pandangannya dengan jakun naik turun juga telinga memerah. Pria itu tampak berusaha menenangkan dirinya sendiri.
"Jen! Jen! Lihat! Aku cantik pakai ini? Atau yang mana?" Buru-buru Jenjam mengubah raut wajahnya seperti semula, pria itu tersenyum cerah. "Semuanya cocok untuk Anda, Nyonya!"
"Baiklah, aku akan membeli semuanya kalau begitu!"
Rene merasa, dia jauh lebih senang mengajak Jenjam berbelanja dari pada mengajak Lucas yang akan selalu berubah menjadi patung berjalan. Dia juga mengajak Jenjam untuk mengikutinya masuk ke dalam salon, Rene yakin, jika Jenjam akan sangat suka di dalam salon. Jadi Rene bersenang-senang dengan pelayan salon yang tengah memanjakan rambutnya.
Tanpa sengaja, mata Rene menangkap sebuah komunikasi yang mengejutkan dirinya. "James! Sudah lama sekali kita tidak bertemu, aku .... Aku merindukan sentuhanmu," wanita dengan handuk yang menggulung rambutnya itu dengan tanpa rasa malu, meremas bagian selangkangan Jenjam. Rene sangat terkejut, tambah terkejut saat tidak ada reaksi risih apa pun dari Jenjam.
Semula Rene berpikir, Jenjam kan memang senang berteman dengan perempuan, seperti dirinya contohnya. Jadi tidak akan menjadi masalah jika Jenjam ngobrol dengan wanita itu, tapi yang jadi masalah, adalah interaksi keduanya yang sangat tidak biasa. "Sentuh? Bukankah Jenjam penyuka sesama jenis?"
Melihat Jenjam yang pergi ke toilet, Rene pun meminta pelayan salon untuk berhenti memijat rambutnya sebentar. Dia ingin menghampiri wanita yang tadi sempat berbincang dengan Jenjam, "Hai. Kalau aku boleh tahu, apa kau kenal dekat dengan Jen─ maksudku, James?"
Melihat Rene dari atas ke bawah beberapa kali, jujur saja Rene merasa risih. "Kenal! Kami sangat dekat bahkan pernah berbagi peluh di ranjang yang sama, apa kau juga pernah menjadi salah satu dari teman kencannya?"
"Teman kencan? Wanita?"
"Tentu saja! James itu pria normal, apa kau pikir, James penyuka sesama jenis?" Rene terpaku, dia mengerjap beberapa kali. "Lihat saja tubuhnya, apa James menunjukkan pria yang penyuka sesama jenis? Dia itu Casanova! Teman kencannya ada di mana-mana termasuk aku! Kau tahu? Menjadi teman kencannya, kau akan di buat melayang atau kau memang pernah menjadi teman kencannya yang sekarang gagal move on?"
Wanita itu terkekeh pelan, "Pantas sih. Karena aku juga pernah gagal move on tentang sentuhannya, hampir enam bulan aku gagal move on dan akhirnya bisa juga berpaling ke penis lain!" Dia malah tertawa seakan ucapannya yang frontal, tidak menyinggung sama sekali.
Rene yang di hadapkan dengan si wanita, merasa tubuhnya semakin kaku. Di ruang ganti butik, Rene sempat membuka dressnya dan hanya menyisakan pakaian dalam. Jenjam adalah pria normal? Yang berarti, dia sebagai pria normal, telah melihat tubuh Rene? Wanita itu menutup wajahnya menahan teriakan, dia berlari keluar dari salon dengan wajah pucat pasi.
Tidak mendapati sang Nyonya di dalam salon, Jenjam alias James, begitu panik. Dia juga mendatangi mantan teman kencannya, "Sil! Apa kau melihat wanita yang tadi duduk di sana?"
"Oh wanita yang menanyakan beberapa hal tentangmu?"
"Beberapa hal tentangku? Apa yang kau ceritakan padanya sialan?!"
"Apa, James? Dia malah menanyakan hal yang aneh tentangmu, ya aku katakan saja jika aku ini mantan teman kencanmu. Apa dia kekasihmu? Mungkinkah dia cemburu makanya tadi tiba-tiba berlari pergi?"
"Shit!"
James berlari keluar salon, dia melihat Rene di lobby yang sudah masuk ke dalam taksi. "Masalah besar, tidak lama lagi akan menghampiriku."
***
Melihat istrinya yang masuk ke dalam meeting room sambil menangis, tentu saja Lucas langsung menghentikan meeting. Dia berdiri dan memeluk istrinya yang sesenggukan, dia juga menggendong Rene dan membawa Rene menuju ke ruangannya, meninggalkan para staf yang kini saling pandang satu sama lain.
"Nyonya sangat beruntung memiliki suami seperti, Tuan."
"Anda salah! Yang beruntung adalah Tuan karena bisa memiliki Nyonya,"
Perdebatan para staf yang berbeda pendapat berbanding terbalik dengan Lucas yang kebingungan harus apa saat Rene tidak mau berhenti menangis apalagi menjauh dari lehernya yang mungkin saja sudah basah akan air mata. "Sayang, pelan-pelan katakan padaku, apa yang membuatmu menangis?"
"Lucas! Huhuhu! Aku sudah tidak suci lagi!"
Kening Lucas berkerut, "Memang, sayang."
Mendengar itu, Rene semakin keras mengencangkan tangisnya. "Huwa!!! Aku sudah tidak suci lagi, huwa!!"
"Semenjak kita menikah, kau memang sudah tidak suci lagi bak gadis perawan karena aku yang mengambilnya, aku suami kamu, bahkan kamu sudah melahirkan anak kita, sayang."
"Bukan itu, Lucas, huhu ...."
"Terus apa, sayang? Katakan pelan-pelan, jangan sambil menangis."
Dengan wajah banjir akan air mata, Rene mendongak menatap Lucas. Kan, kalau begini, Lucas jadi bingung. Haruskan dia sedih melihat istrinya menangis atau tertawa karena gemas akan wajah istrinya yang begitu lucu dengan mata sembab? Tapi Lucas tidak mungkin tertawa, Rene bisa-bisa semakin merajuk dan mengencangkan tangis.
Sangat tidak lucu jika banyak staf yang berpikir, ada kdrt di ruang Chief Executive Officer.
"Tadi .... Tadi .... Huwa!!! Aku sudah tidak suci lagi!"
Lucas pada akhirnya menepuk kening karena frustrasi, "Baiklah. Puas-puaskan menangis lalu istirahat setelah itu ya, sayang. Jika sudah mulai tenang, baru ceritakan pelan-pelan padaku."
***
SPAM KOMENT UNTUK NEXT!!!