Semenjak mendapat jatah setelah 5 tahun puasa, Lucas menjadi lebih cepat pulang dari biasanya. Dia akan tiba di rumah pukul 2 siang, di mana anaknya saja yang sekolah, jam segitu belum pulang. Lucas sangat ingat, dia hanya menyetubuhi istrinya 3 kali lalu jadilah Ezekiel dan sejak Rene mengandung Ezekiel bahkan sampai Ezekiel mau berusia 5 tahun, Lucas sudah tidak pernah lagi di berikan jatahnya.
Tapi karena sekarang, istrinya sudah dengan senang hati memberinya jatah, dia pun semakin semangat untuk pulang cepat. Tanpa peduli ada Lanie, Lucas mengecup bibir istrinya yang tengah duduk santai di ruang keluarga. "Lucas! Kamu sudah pulang?"
"Tentu, ayo ke kamar, sayang." Lucas membopong istrinya dan membawanya masuk ke dalam kamar, pria itu mengunci pintu, dia juga melepas bajunya hingga bertelanjang dada. "Sayang, ini vitamin penyubur kandungan untukmu."
Rene terdiam, "Untukku?"
"Iya, aku ingin anak kedua. Ezekiel sudah besar, sudah waktunya untuk dia punya Adik." Lucas tersenyum manis, berbeda dengan Rene yang kepalanya terasa begitu penuh dengan berbagai pemikiran.
"Lucas, apa tidak bisa menunggu Ezekiel berusia sepuluh tahun?"
"Kenapa, sayang? Kamu tidak mau punya anak dariku?"
"Bukan begitu!" Rene jadi serba salah, dia bukan tidak mau memiliki anak dari Lucas, tapi trauma di dimensi pertama, membuatnya takut untuk memiliki anak lagi.
"Sayang, ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Katakan padaku, karena kamu tidak boleh stres." Lucas berpikir keras, apa dirinya pernah melakukan kesalahan yang membuat istrinya ragu untuk hamil anaknya lagi? Dia mulai curiga padamu, ucapan Giorgio kembali berputar seperti kaset di kepalanya.
Benar, dirinya belum jujur perihal acara ulang tahun Walter Grup. Mungkin istrinya masih merasa di bohongi dan menganggap jika dirinya punya simpanan, dia pun mengusap pipi sang istri. "Sayang, bukan tanpa alasan aku tidak pernah membawamu ke acara apa pun itu." Kening Rene berkerut, kenapa tiba-tiba Lucas membicarakan tentang acara?
"Keluargaku memiliki ribuan musuh yang berkeliaran, mereka tahu kau istriku, jika aku membawamu ke acara, aku bisa lengah dan itu kesempatan bagus untuk mereka membunuhmu, kelemahanku. Maka dari itu, aku tidak pernah membawamu. Aku takut kamu terluka karena musuh keluargaku, sayang."
Rene hanya diam karena jujur, bingung harus menanggapi seperti apa. "Sayang, jangan diam saja. Aku tidak pernah memiliki simpanan apalagi berselingkuh dari dirimu! Mereka hanya wanita malang yang akan mati jika keluar dari gedung acara, hanya itu, sayang."
"Aku tidak masalah sekali pun kau memiliki simpanan, bagi pebisnis sepertimu, memiliki simpanan adalah hal biasa untuk mengurangi beban yang memusingkan."
"Sayang, aku tidak seperti itu!"
"Ya, vitaminnya akan aku minum."
***
Rene melamun dengan tatapan lurus ke kolam berenang, wanita itu berkali-kali mengembuskan napasnya berat. Dia ingin sekali mengingat kehidupannya di dimensi kedua tapi tidak ingin ingatannya di dimensi pertama lenyap, posisinya semakin serba salah. "Seorang wanita pemalas ternyata sudah ada di sini, dasar tidak tahu malu!"
Rene sedang malas berdebat, tapi Viona datang dan membuat suasana hatinya memburuk. "Kau, aku pecat!"
Mata Viona memelotot, dia menatap tajam Rene. "Kau bukan majikanku! Kau tidak punya hak memecatku!"
"Kau terlalu lancang, Viona. Aku membenci pelayan yang melupakan statusnya di sini," Rene berbalik badan dan pergi menuju kamar Viona, tentu saja di ikuti wanita itu yang terus menyumpah serapahi dirinya. "Pergi sekarang! Bawa semua sampah milikmu dari kediamanku! Aku muak melihat wajahmu!"
"Kau tidak bisa mengusirku! Hanya Lucas yang bisa mengusirku!"
"Jika Lucas yang mengusirmu, bukan hanya sampah-sampah ini yang akan lenyap tapi nyawamu juga akan ikut lenyap! Pergi sekarang!"
"Tidak! Aku tidak akan pergi!"
"Shit! Menjengkelkannya," Rene membuka lemari dan mengeluarkan semua isinya. "Aku tidak memiliki cukup kesabaran," tanpa di duga, Rene mengambil gunting di atas meja dan menodongkannya ke arah dada Viona. "Aku bukan orang baik, Viona. Aku di didik supaya bisa menghandle hama seperti dirimu, aku juga bukan orang yang penyabar menghadapi dirimu. Keluar dari sini dalam keadaan mati atau hidup?"
Viona mengepalkan tangannya, dia pergi meninggalkan kediaman tanpa membawa barang-barang. Tepat ketika keluar dari gerbang utama, seseorang membekap hidungnya hingga dia kehilangan kesadarannya. Rene? Ya, tentu saja Rene tidak akan membiarkan Viona keluar dari kediaman dengan tenang dan bisa bebas merencanakan sesuatu untuk menghancurkannya.
"Lempar saja dia ke rumah sakit jiwa."
***
Dompetnya penuh kartu hitam yang tidak habis jika dia gunakan untuk membeli banyak kapal pesiar, Rene mengambil tas dan kunci mobil di atas meja. "Lanie! Aku akan ke mall," belajar dari peristiwa hilangnya sang Nyonya, Lanie sigap mengambil alih kunci dan mengemudikan mobil menuju pusat perbelanjaan. Rene tidak menolak, dia juga sedang malas menyetir. "Aku ingin membeli perhiasan,"
Dia membutuhkan sesuatu yang memanjakan mata, dia melihat banyaknya perhiasan yang cantik tapi hanya satu yang menarik perhatiannya. "Aku mau mencoba yang itu," dengan sigap, sebuah kalung di berikan pada Rene. "Silakan di coba, Nyonya. Kalung ini akan sangat cantik untuk wanita cantik seperti Anda, percayalah jika kumbang pun akan lebih iri pada diri Anda di banding melihat bunga."
"Ucapanmu manis, aku suka." Rene mencoba memakai kalung yang menarik perhatiannya, "Memang cantik dan cocok sekali dengan Anda, Nyonya. Anda terlihat lebih bersinar dengan kalung itu,"
"Marketing yang keren,"
Rene menyukai sesuatu yang ringan dan tidak mencolok, dia pun mengeluarkan kartu hitamnya hingga kartu hitam lain, menyingkirkan kartunya. "Saya yang akan membayar kalung itu! Berikan pada saya," dia baru datang tapi langsung bersikap angkuh. Rene menaikkan satu alisnya, kalung sudah terpasang di lehernya dan wanita itu berniat mengambil alih pembelian?
"Maaf sekali, Nyonya. Kalung di buat terbatas dan hanya tersisa satu di negara ini, juga sudah menjadi milik orang lain."
Dia tidak terima, "Pokoknya kalung itu milik saya! Berikan!"
Rene mengenal siapa wanita menyebalkan yang sembrono ini, dia Daeva Ludovic. Sikapnya yang angkuh, membuat Rene merasa mual bukan kepalang. "Kau buta? Bahkan kalung ini sudah─"
"Sudah menjadi milikku!"
Rene membuka mulutnya tak percaya, melihat Daeva yang dengan sarkas menarik kalung di lehernya hingga meninggalkan jejak garis karena tarikan di lehernya. "Cepat! Aku akan membawa pulang kalung ini!" Bahkan dengan kurang ajar, dia membuang kartu hitam Rene ke atas lantai, di injak pula oleh kakinya yang beralaskan sepatu hak tinggi.
"Nyonya, Anda─"
"Cepatlah! Aku masih banyak jadwal pemotretan! Aku ini sibuk!"
Rene menatap tak percaya pada Daeva yang begitu percaya diri, bahkan dia melempar sebuah kartu nama ke arah Rene. "Hubungi nomor yang tertera jika ingin memerasku,"
"What the ....?"
Rene mendengus dan pergi tanpa mengambil kartu hitamnya yang tadi di buang, dia juga sengaja membaca kartu nama yang ada di tangannya. "Llum Entertainment? Bahkan dia bekerja di bawah kuasa keluargaku, dia sangat tidak tahu malu. Haruskah aku mempermalukannya yang sudah mempermalukan aku?"
***
Guys!!
For you information, aku ada deadline cerita dan hari ini itu terakhir. Aku wajib buat 50 bab dan karena aku sakit, aku belum sempat tuh selesain 50 bab nya, terus juga aku sempet lupa kalau punya tenggat waktu.
DAN APA YANG TERJADI?
YA! AKU BARU INGET PAS DETIK-DETIK TERAKHIR! HUWAA!!
Malam ini pukul 23.59, tenggat waktunya habis. Dan kalian tahu apa? Dari 50 bab, aku baru selesai 25 bab hari ini. Aduh, jari aku mulai gemetar nih😭😭 bingung mau nangis apa ketawa
Ini rekor sebenarnya, kalo aku berhasil selesaikan 50 bab dalam sehari, kayaknya aku bakal up cerita ini lagi hari ini HAHAHA
YOK YOK SEMANGATKAN AKU!
Semoga jariku baik-baik aja ga Tremor
Semoga mataku aman damai tenteram
Semoga otakku ga panas
Semoga baterai ku bertahan
Aamiin🙏
Dah bye, yok 200 koment untuk selanjutnya!!