Bibirnya terus bersiul sembari mengikat kedua tangan Rene ke sisi kiri kanan ranjang, tidak lupa mengikat kaki Rene ke kiri dan kanan ranjang pula. Dia tersenyum lebar melihat wanita yang masih belum sadarkan diri, "Aku mengingat adegan ini dari film 365 days. Mari kita ulangi adegan yang sama," dengan terus bersiul, dia mengambil gunting, memotong baju dan celana Rene hingga hanya menyisakan celana dalam wanita itu.
"Wah, payudaramu sangat cantik dan besar. Aku sangat suka," Dia menunduk, mengendus-endus hingga kepalanya terasa di hantam sesuatu. Dia mendongak, melihat Rene yang menatapnya nyalang usai menghantam kepalanya dengan dagu wanita itu. "Oh my god! Sayangku, jangan melakukan itu, rahangmu bisa terluka!"
"Shut up! Menjauh dari tubuhku, sialan!" Rene meronta pada kedua tangan dan kakinya yang terikat kuat, dia menatap nyalang pada sosok yang jelas, tidak asing sama sekali di matanya. "Gideon, menjauh dari tubuhku, bastard!"
Ya, pria yang melihat Rene dari ketinggian dan memutuskan untuk menculik Rene adalah Gideon. Dia tidak sekedar bercanda mengatakan jika ingin merebut Rene dari Lucas, semua itu fakta. "Tidak bisa, sayang. Aku sudah menjaga keperjakaanku selama tiga puluh satu tahun aku hidup, aku khusus menjaganya agar kau menjadi orang pertama yang dia masuki."
Gideon seperti seseorang yang kehilangan kewarasannya hanya karena wanita, dia menatap Rene seakan Rene adalah santapan lezat yang mengenyangkan. "Gideon, aku akan mengutukmu jika kau berani menyentuhku!"
"Ups, sudah aku sentuh," Gideon dengan sengaja meremas payudara Rene, membuat wanita itu berteriak juga mengumpat kasar. "Kau akan mati setelah ini, Gideon!"
Gideon menyeringai, dia mengambil jarum suntik dari atas nakas. "Kita lihat, aku yang akan mati atau kita yang akan bersenang-senang?"
"Gideon, apa yang kau lakukan?!"
"Hanya membuatmu tidak cape, biar aku saja yang cape bergerak di atasmu."
***
"Tuan, di sana!"
Lucas berlari dengan kecepatan kilat, dia menatap pintu di depannya dan dengan tidak sabaran, mendobrak beberapa kali. Matanya begitu tajam memandang, melihat seorang pria tampak mengulum buah dada wanitanya. Dengan napas memburu menahan amarah, Lucas menarik leher Gideon dan melemparnya hingga terjatuh menabrak meja yang di mana, televisi di atasnya, terjatuh menimpa Gideon.
"Kau bajingan!!" Lucas menatap wanitanya, bergantian menatap ke arah pintu. "TUNDUKKAN KEPALA KALIAN SIALAN!!" Lucas bergerak cepat melepas ikatan di tangan dan kaki istrinya yang kembali kehilangan kesadaran, dia melihat ada jarum suntik dan bekas suntikan di lengan istrinya, ya, Gideon sengaja membius Rene agar tidak memberontak.
Langkah dari belakang terdengar, Lucas dengan gesit menendang dada Gideon hingga pria itu kembali terjerembap jatuh. Lucas bergegas menutup tubuh istrinya dengan selimut, belum benar-benar polos karena masih ada celana dalam yang istrinya kenakan. Dia, beralih menatap dingin pada Gideon yang terkekeh sembari mengusap darah di kepalanya.
"Kau terlalu lancang setelah aku biarkan bebas, Gideon Walter!"
Si bungsu Walter, tertawa terbahak-bahak. "Kau yang lancang, Lucas! Kau yang telah merebut Irene dariku!"
"Dia wanitaku dan aku tidak pernah merebutnya dari siapa pun,"
"Lempar dia ke kandang Lion!"
"Baik, Tuan."
***
Lucas mati-matian menahan air matanya, melihat Rene yang masih memejamkan mata setelah di periksa oleh seorang Dokter. Luka di telapak tangannya dan leher, sudah berhasil di obati. Rene hanya tinggal menunggu sadar, "Maafkan aku, sayang. Maaf, harusnya, aku tidak meninggalkanmu hari itu hanya demi datang ke acara sialan itu."
Ceklek.
"Tuan, darah yang di temukan di sekitar gedung memiliki dua DNA berbeda."
Lucas mendongak, "Maksudmu?"
"Terdeteksi DNA seorang pria bernama Jackson Walter dan DNA, Nyonya. Ini rekaman CCTV di lokasi,"
Lucas memperhatikan dengan baik, dia tidak menapik, ada rasa kagum saat melihat istrinya dengan gesit melawan tapi berakhir melukai telapak tangannya. "Bagaimana dengan pria bedebah itu?"
"Dia di temukan tewas di kedalaman sebuah tebing, jasadnya hangus terbakar dan tim forensik sudah memberikan laporan jika jasad memang jasad Jackson Walter yang menyerang Nyonya di sekitar gedung. Dia melihat Nyonya, berpikir jika membunuh Nyonya akan membuat Anda hancur dan posisi Anda sebagai pebisnis terkuat akan di gulingkan."
"Dia benar, jika aku kehilangan istriku, semua akan hancur. Aku kagum dengan otak liciknya yang menjerumus ke idiot,"
Asisten Ben hanya menunduk dan pergi saat di suruh, Lucas kembali menatap wajah nyenyak istrinya yang terlelap. "Alasan kenapa aku tidak ingin kau tahu tentang acara itu, ya karena ini. Aku tidak ingin memberi kesempatan mereka untuk melukaimu tapi ternyata, aku sangat ceroboh kali ini. Maafkan aku, karena aku, hidupmu begitu terancam."
Ceklek.
"Pergi, Ben."
"Aku datang untuk menjenguk Kakak ipar,"
Lucas mengepalkan kedua tangannya, dia berbalik dan mencengkeram kerah kemeja Giorgio. "Semua ini gara-gara kau! Harusnya, kau tidak perlu membawa wanitaku pergi, sialan!!"
Giorgio terkekeh, dia menepis tangan Lucas dari kerah kemejanya. "Dia memblokir nomorku dan kembali menghubungiku hanya karena ingin, aku mengajaknya sebagai pendampingku ke acara sialan itu. Apa kau pikir, aku akan menolak? Aku tahu tujuannya memintaku mengajak dia, itu pasti karena dirimu! Dirimu yang selalu membawa wanita berbeda ke acara, pasti sudah di ketahui olehnya dan sekarang, dia mulai menaruh kecurigaan pada dirimu ...."
".... Tahu apa artinya? Dia mulai tidak percaya pada dirimu, Lucas!"
Lucas melangkah mundur, "Kau tidak tahu apa-apa, Giorgio!"
"Aku tahu! Aku tahu! Kau kira, memiliki hubungan dengannya selama tujuh tahun akan mudah membuatku lupa tentangnya? Aku tahu detail kecil tentangnya, aku ingat semuanya sampai detik ini!" Giorgio mencengkeram kedua bahu Lucas dengan kuat, "Aku merelakannya dan pergi darinya karena kau yang akan menikahinya. Aku tahu, kau tidak bajingan sepertiku tapi jika akhirnya seperti ini, aku menyesal sudah membiarkan dia menikah denganmu!"
"Lucas, kau pebisnis dan dia putri konglomerat. Kehidupan kalian sama, sama-sama di lingkari kemewahan. Dia tahu, Lucas. Dia tahu tentang semua acara besar yang di adakan, tapi kau tidak pernah membawanya ikut serta. Sekali dua kali, mungkin dia tidak masalah. Tapi ini? Sudah lima tahun, Lucas! Lima tahun kau tidak pernah mengikutsertakan dirinya sebagai pendampingmu di setiap acara, apa kau yakin, dia tidak menaruh curiga?"
"Ini demi keselamatannya,"
"Lucas yang aku kenal tidak pernah pesimis! Dia memiliki anggota yang kuat dan bisa di percaya, apa kau ragu dengan kekuasaan, kemampuan, dan kehebatan dirimu juga anak buahmu?"
Kali ini, Lucas merasa tertampar. Dia menatap Giorgio, "Aku salah, Gio?"
"Ya! Kau yang sangat idiot di sini Lucas! Aku sudah mempercayakan kau untuk membahagiakannya! Tidak bisakah kau jaga kepercayaanku? Percaya, Lucas. Kau tidak bisa melalui semuanya tanpa dia, kau membutuhkan dia. Jangan menyesali apa pun jika dia, sudah kembali dalam pelukanku nanti."
"Jangan macam-macam, Giorgio!"
"Maka jangan pernah sekali pun melukainya lagi, Lucas!"
"Gio, hidungmu."
Giorgio mengumpat, dia mengusap kasar cairan merah yang keluar dari hidungnya. "Aku hampir mati, tolong jaga dia, bahagiakan dia. Aku tahu, kau membahagiakan dia bukan karena aku tapi karena kau memang mencintainya."
"Kau baik-baik saja, Gio?"
"Ya, aku baik-baik saja. Aku pergi,"
"Gio," Giorgio menghentikan langkah tanpa berbalik badan, "Terima kasih."
Dan dia berbalik badan, tersenyum tipis sembari mengangguk. "Ibu sudah sangat merindukanku sepertinya, Ibu sudah tidak sabar ingin memelukku."
"Hubungi aku jika terjadi sesuatu,"
"Fokus saja pada keluarga kecilmu, jika kematianku tiba, baru aku akan menghubungimu lewat mimpi. Sampai jumpa, Lucas. Aku mencintai istrimu,"
Lucas tersenyum, dia membiarkan Giorgio pergi dan hilang tertelan kejauhan.
Giorgio bukan kandidat yang perlu dia waspadai, "Giorgio, Adikku yang malang."
***
300 Koment untuk bab selanjutnya, BYE!!
BTW, THANK YOU BUAT KALIAN YANG SUDAH SPAM KOMENT DI BAB SEBELUMNYA, SAYANG KALIAN BANYAK-BANYAK!!